Sendi Bangsa

Tahun Baru dan Upaya Menggalang Persatuan

Oleh : Indah Rahmawati Salam )*

Berapa abad yang lalu, proklamasi kebangsaan telah merubah seluruh tatanan negeri ini, keberagaman melebur menjadi satu yaitu, penyatuan visi untuk meraih kebebasan mutlak. Bangsa ini telah meraih sebuah kenyataan dari angan yang begitu lama hanya mereka dapatkan saat terlelap. Saat ini, proses perjalanannya tak dapat dipandang sebelah mata, sebab, jika kita lihat dari kacamata setiap problem secara kasatmata, sudah banyak dinamika kebangsaan yang seharusnya menjadikan negeri ini semakin matang dan tak lupa untuk merepresentasikan nilai-nilai ideologisnya yang menjadikannya lebih berintegritas diantara bangsa-bangsa lain.

Integritas dari bangsa ini dapat kita capai apabila nilai-nilai dari bangsa ini, dapat diimplementasikan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, namun realitas yang terjadi bangsa ini seakan lepas dari garis nilainya sendiri, hal tersebut dapat kita liat dari sederet problem yang telah melanda bangsa ini.Beberapa problem adalah problem lawas yang tak kunjung terselesaikan dan hal yang begitu nampak terjadi pada Pilkada DKI Jakarta,  dimana pasangan calon dianggap sebagai representasi dari agama masing-masing untuk kepentingan mendulang suara.

Dalam perjalanannya, Indonesia telah banyak mengalami berbagai permasalahan. Sedikit kita menelisik sejarah, dimulai pergantian orde lama-orde baru tahun 1966, tidak ada perubahan berarti bagi tatanan bangsa ini, kecuali rezim yang otoriter-sentralistik kendati banyak melahirkan pembangunan di sana-sini. Namun, kebebasan tersebut harus ditebus dengan sulitnya mengekspresikan gagasan, utamanya yang sedikit menyinggung penguasa.

Setiap kebijakan orde baru mendapat sikap negatif dari berbagai pihak, hingga memaksa orde baru harus merelakan kekuasaannya lengser. Kini,  Indonesia dihadapkan pada pada situasi yang berbeda. Perubahan yang kita kenal sebagai gerakan reformasi yang mengalir layaknya air bah itu, tidak hanya mengejutkan tapi juga menyadarkan semua pihak terhadap tatanan negara yang dirundung problematika kebangsaan termasuk terjadinya krisis moneter yang menyebabkan konflik etnis pribumi dan etnis tionghoa yang pada akhirnya berakibat pada penjarahan aset serta pelecehan terhadap perempuan dari etnis tionghoa.

Tantangan dalam proses perbaikannya akan semakin berat jika dikaitkan dengan krisis multidimensi yang melanda Indonesia beberapa hari belakangan ini. Sedangkan, di sisi lain dapat disaksikan diferensiasi struktural dan sosial dalam masyarakat sebagai konsekuensi atas proses perubahan yang terjadi. Demikianlah, kesadaran dan partisipasi terhadap proses politik, sosial,ekonomi, budaya telah terjadi dalam perubahan yang sangat cepat.

Segala permasalahan bangsa mutlak harus segera diselesaikan mengingat saat ini Indonesia memasuki telah memasuki awal tahun baru 2018. Barangkali hal ini tidak akan terlalu meresahkan bila di jembatani dengan dialog, namun kalau kita komparasikan terhadap problem sepanjang 2016-2017, malah problem yang kita hadapi semakin meruncing, begitu banyak kontestasi politik yang di tarik kepada ranah yang cenderung menimbulkan isu SARA dan intoleransi.

Sejatinya sudah ada usaha-usaha kreatif baik atas inisiatif masyarakat maupun pemerintah. Namun hal semacam itu terkadang hanya di anggap sebagai agenda seremonial kolosal,s ehingga cenderung berakhir tampa makna. Kalau hal ini tidak kunjung disikapi secara serius, maka akan berimbas kepada tatanan sosial masyarakat yang akan semakin carut-marut, dan itu akan diperparah jika tuntutan masyarakat tidak disikapi secara jernih oleh pemerintah.

Dalam kondisi krisis multidimensional yang pada saat ini melanda bangsa dan negara ini, seyogyanya kita tidak terjebak pada isu politik kontemporer, seperti Pilkada dan Pilpres. Yang lebih penting yang harus kita pikirkan dan upayakan adalah mempercepat proses recovery krisis multidimensi yang sedang melanda. Sebab, ancaman terbesar yang kemungkinan akan melanda kita adalah disintegritas negara.

Polarisasi politik di atas, juga tidak boleh luput dari perhatian kita agar tidak menjalar ke bawah dan menjadi menjadi polarisasi di tataran akar rumput serta meminimalisir pengkotak-kotakan politik. Namun dalam hal ini, ketegangan antar generasi mungkin terjadi karena jika dipandang dari segi historis, disamping tugas dan fungsi yang tidak sama, tiap generasi mempunyai tingkat dan kesadaran sejarah yang berbeda-beda. Maka menjadi wajar jika sebagian memiliki pandangan yang berbeda dalam mennyikapi persoalan dan harus ada yang menjembatani komunikasinya untuk mengurangi ketegangan.

Pada situasi saat ini, banyak problem kebangsaan yang bangsa kita alami, menjadikan pandangan masyarakat akan pancasila menjadi kian beragam, ada yang optimis dan pesimis. Hal itu, disebabkan banyak mereka yang mengadopsi pandangan ideologis, tapi hanya sebatas untuk kepentingan politik, namun sebagian masyarakat masih percaya terhadap nilai ideologis yang termaktub dalam Pancasila. Dalam proses pengimplementasiannya memang kadang cenderung ada ketimpangan, akan tetapi tidak bisa kita tarik kesimpulan bahwa ada yang salah dari nilai ideologis bangsa ini, tapi lebih kepada oknum yang tidak bertanggung jawab.

Segala nilai-nilai luhur yang terkandung dalam nilai ideologis kita (Pancasila) harus kita implementasikan secara menyeluruh, jadikan tahun baru  ini sebagai semangat untuk menuntaskan setiap aspek persoalan yang melanda bangsa ini. Termasuk isu SARA dan intoleransi yang terus menjadi pembahasan hangat di negeri ini, sesegera mungkin harus kita tuntaskan.

Dalam moment tahun baru ini harus ada semangat baru, dan jawaban dari setiap problematika kebangsaan kita adalah menghindari adanya sikap saling mencurigai antar sesama anak bangsa dan Pancasila harus menemukan tempatnya kembali di setiap proses perjalanan bangsa ini. Bangsa ini juga harus terbuka kembali kepada ideologi luhurnya untuk kembali kepada khittoh perjuangannya dan mengimplementasikannya secara utuh dalam rangka menjaga integritas bangsa ini.

Keberagaman suku ras dan golongan bukanlah hambatan selama bangsa ini, tetap berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara (the foundation ofthe state) sebagaimana yang termaktub dalam mukaddimah UUD 1945. Apabila semua hal mendasar sudah dapat diimplementasikan secara utuh dan menjadi ruh maka keseralasan bukan lagi hal yang mustahil bangsa ini raih untuk dapat mengungguli bangsa-bangsa lainnya.

)* Penulis adalah Mahasiswa IAIN Kendari

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih