Ada Apa Dengan Isu Kecurangan Pemilu
Oleh : Aril Ilham )*
Sebelum Hari H Pemilu Serentak dilaksanakan, isu kecurangan telah berhembus diberbagai media, dimana saat itu tensi di kedua kubu baik 01 maupun 02 semakin meninggi.
Kasus terpanas yang sempat naik di permukaan adalah kasus peristiwa yang ada di Kuala Lumpur Malaysia, dimana pada salah satu ruko telah ditemukan puluhan kantong plastik berisikan kartu suara yang sudah dicoblos.
Pencoblosan liar tersebut seakan menjadi underground operational yang bertujuan untuk mendongkrak torehan suara untuk paslon dan caleg tertentu. Pasalnya coblosan terarah pada target paslon nomor 01 dan Caleg Partai Nasdem yang notabene merupakan putra Dubes RI di Negara Malaysia.
Namun setelah diselidiki, ternyata pelaku pencoblosan adalah pendukung fanatik kubu 02, dimana hal tersebut dilakukan sebagai upaya mendelegetimasi KPU secara masif dan sistematis.
Semua kegaduhan dan kericuhan yang terjadi di masing – masing kubu adalah cerminan bahwa masing – masing kubu sudah meyakini bahwa kemungkinan menang sudah begitu tinggi. Sehingga tidak sedikitpun ruang tersisa untuk mengantisipasi kemungkinan untuk menerima kekalahan.
Sehingga berbagai alibi diciptakan agar siapapun yang keluar sebagai pemenang, kuat alasannya untuk digugat, bahkan kalau perlu mereka mendesak KPU untuk mendiskualiikasi paslon tertentu.
Yang perlu diwaspadai adalah, kemungkinan akan dilakukannya pengerahan massa besar – besaran untuk turun ke jalan melakukan protes. Bahkan yang lebih penting lagi adanya desain gerakan yang sengaja menjuruskan kerumunan massa yang marah ke arah terjadinya kerusuhan.
Belum lagi penunggangan oleh pihak yang mempunyai kepentingan lebih besar (global). Mereka tentunya memang menginginkan terpecah dan hancurnya Indonesia. Seperti yang terjadi di sejumlah negara di Kawasan Timur Tengah.
Sudah sepantasnya para elit politik maupun peserta Pemilu menyatakan bahwa dirinya siap menang dan siap kalah, dengan landasan menerima kekalahan dengan sportivitas tinggi, dan menang tanpa merendahkan derajat lawan.
Bawaslu juga telah mengatakan bahwa pihaknya belum menemukan indikasi kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif di lapangan.
Ketua Bawaslu Abham mengatakan bahwa dirinya belum menemukan laporan akan dugaan kecurangan Pemilu. Ia mengatakan bahwa saat ini memang ada temuan pelanggaran, khususnya dalam tahapan rekapitulasi suara. Ia mengatakan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan beberapa kali diwarnai pelanggaran.
Namun, Bawaslu melalui petugas Pengawas Pemilu (Panwaslu), berhasil menemukan pelanggaran tersebut dan selalu merekomendasikan penghitungan ulang kepada Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK).
Karena itu, untuk menghindari kecurangan, KPU kerap menunda proses penghitungan suara di tingkat kecamatan karena PPK harus mengulang proses rekapitulasi suara tersebut.
“Sudah ada beberapa pelanggaran yang ditindaklanjuti. Coba rekan – rekan lihat di tingkat rekap kecamatan itu sampai kami merekomendasi hitung ulang,” tutur Abhan.
“Hitung ulang tak hanya melihat C1 plano, tetapi sampai buka kotak hitung surat suaranya. Ketika rekapitulasi di kecamatan agak lama ya karena itu. Kami ingin menegakkan keadilan pemilu. Jumlah kasusnya ratusan lah,” lanjutnya.
Selama ini, dugaan kecurangan dianggap hanya merugikan pasangan nomor urut 02 Prabowo – Sandiaga. Namun hal tersebut ditepis oleh pengamat politik Hendri Satrip yang mengatakan bahwa dugaan kecurangan pasca Pemilu, tidak hanya merugikan salah satu paslon, melainkan keduanya.
Pihaknya menilai, siapapun yang dirugikan dengan dugaan kecurangan, isu tersebut telah menjadi sumber gejolak di masyarakat.
Dalam hal ini tentu pemerintah perlu mewaspadai juga akan adanya gerakan yang memanfaatkan rasa ketidakpuasan atas hasil Pilpres 2019.
Peristiwa kelam trisakti yang terjadi pada 1998 tentu menjadi pembelajaran agar kerusuhan serupa tidak terjadi kembali.
Sehingga tidak ada oknum yang memanfaatkan situasi ini dengan cara yang sama seperti pada peristiwa trisakti. Karena bagaimanapun juga segala permasalahan harus diselesaikan dengan cara ksatria, bukan dengan cara – cara yang tidak baik.
Kepala staf kepresidenan Moeldoko mengatakan, bahwa kita perlu waspada juga nanti ada sebuah upaya, gerakan yang ingin memanfaatkan situasi atau rasa ketidakpuasan itu dialihkan menjadi sebuah gerakan.
Dirinya juga menambahkan bahwa kita tidak boleh menjustifikasi sebuah persoalan yang belum tuntas. “Kalaupun ada kecurangan – kecurangan yang dilakukan atau tidak disengaja dilakukan oleh KPU, karena dengan segala keterbatasannya, selesaikan saja dengan cara – cara yang konstitusional.”
Bagaimanapun juga, gerakan yang muncul dari isu kecurangan pemilu haruslah dihentikan. Karena pemerintah telah menyediakan jalur konstitusional untuk menyelesaikan perkara kecurangan Pemilu.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik