Polemik Politik

Bangsa Yang Besar adalah Bangsa yang Menjunjung Persatuan

Oleh : Dodik Prasetyo )*

KPU telah menyelesaikan hajatnya di tengah berbagai terpaan isu miring maupun fitnah, kedua kubu sudah semestinya memasuki fase cooling down untuk meminimalisasi adanya provokasi dari pihak yang tidak terima dengan kekalahan paslon yang diusungnya.

Sebagai bangsa yang besar, tentu Indonesia harus mampu menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.

            Hal tersebut dikarenakan, kebangkitan bangsa Indonesia untuk mewujudkan masa depan yang berkeadilan, bermartabat dan berkemajuan, hanya dapat dicapai melalui terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandasi semangat persaudaraan antar masyarakat.

            Perbedaan tentu wajar terjadi, bahkan selera tim sepakbola-pun bisa berbeda, apalagi perbedaan pandangan politik. Namun perbedaan itu jangan sampai menjadi jurang pemisah. Perbedaan haruslah disikapi dengan sikap toleransi untuk tidak saling merasa paling unggul.

            Persatuan yang terjaga tentu akan menumbuhkan kerukunan dalam kehidupan dan kedamaian dalam bermasyarakat, jika hal persatuan bisa terawat dengan baik, maka bukan tidak mungkin akselerasi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dapat diwujudkan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

            Pastinya, kita akan merasa tidak nyaman untuk mempelajari sesuatu, dengan seseorang yang tidak memiliki toleransi terhadap perbedaan.

            Berpolitik dan berdemokrasi tentu penting untuk membawa bangsa ini terlepas dari jeratan kelelahan, putus asa dan amarah yang memicu konflik serta kekerasan. Paradigma keamanan juga harus diubah dengan meninggalkan kekerasan. Peningkatan keamanan politik bangsa ini yaitu para elit politik perlu menanggalkan ego politiknya, tulus menyetujui untuk menjaga perdamaian.

            Perdamaian adalah akibat dari persatuan, dalam hal ini elite politik memilki peran untuk menjadi teladan bagi para simpatisannya dengan mengedepankan ethic of care, dan mampu membangun narasi yang menjamin keamanan bangsa tanpa provokasi.

Pemilu yang merupakan  pesta demokrasi sejatinya hanyalah sebuah alat atau mekanisme untuk menentukan siapa yang terbaik diantara putra bangsa yang terbaik untuk menahkodai perjalanan bangsa Indonesia kedepan, dan siapapun yang terpilih, maka dialah yang memang dikehendaki oleh rakyat dan semua seharusnya wajib saling mendukung demi kemajuan dan persatuan Indonesia.

Dalam mengisi kemerdekaan, tentu jangan sampai mengancam persatuan hanya karena berbeda pilihan, kini kita tidak lagi terjajah oleh negara lain, tapi yang menjadi lawan kita adalah diri kita sendiri.

Tanpa adanya persatuan yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu maupun para founding father Indonesia, kemerdekaan Indonesia tentu hanya akan menjadi sesuatu yang tidak mungkin untuk bangsa, begitu juga saat ini, keterpecahbelahan juga sangat mungkin terjadi jika perbedaan hanya mempertebal polarisasi antar masyarakat.

Dalam berdemokrasi, tentu sikap legowo juga haruslah ditunjukkan ketika memang mendapatkan hasil yang tidak diinginkan, sudahlah cukup bagi kita untuk saling mencaci, terprovokasi berita hoax apalagi sampai melontarkan sumpah serapah yang mengatasnamakan agama. Karena nyatanya hal tersebut tidak memberikan keuntungan sama sekali terhadap bangsa ini.

Kita juga berharap bahwa pemilu yang telah dijalankan akan betul – betul memuliakan siapa yang menang bukan lantas menistakan yang menang. Karena dalam kehidupan berdemokrasi, setiap capres dan cawapres yang memenangkan kontestasi haruslah mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Hal tersebut berdasar pada hasil kemenangan merupakan pilihan yakyat.

Diumumkannya Pemenang Pilpres pada 21 Mei, diharapkan dapat kembali menyatukan semua perbedaan – perbedaan yang sempat meruncing selama masa kampanye, rasa persatuan tersebut dapat dimulai dengan mengajak kawan – kawan untuk sekedar ngobrol santai, saling sapa tanpa menyinggung ideologi politisnya ataupun sekedar ngopi bersama di akhir pekan tanpa membahas sentimen tentang politik.

Tentu akan lebih menyejukkan apabila bagi pendukung yang kalah memberikan ucapan selamat baik secara langsung atau melalui sosial media, tanpa mencantumkan tagar yang sulit dibaca, tentu kita wajib bertanya pada diri sendiri, pantaskah saya menghina atau merendahkan teman yang jagoannya kalah dalam pilpres. Seperti pepatah jawa Menang tanpo ngasorake.

            Namun pepatah tersebut seakan hanya menjadi angin lalu, ketika beberapa pemuka agama justru secara provokatif menghina dan mengajak umatnya untuk menghina secara tidak pantas.

Untuk itu sudah saatnya kita bersikap dewasa pada Hasil resmi KPU, jangan sampai hanya karena belum berkesempatan untuk menang, lantas memprovokasi dan menggelorakan gerakan inkonstitusional yang dapat menghancurkan dan memecah persatuan.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih