Hati – Hati, Masjid Berpaham Radikal
Oleh: Arjuna Wiwaha )*
Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan – gerakan Islam garis keras tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik lokal dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya.
Namun setelah terbentuknya gerakan tersebut, agama meskipun pada awalnya bukan sebagai pemicunya, kemudian menjadi faktor legitimasi maupun perekat yang sangat penting bagi gerakan Islam garis keras.
Gerakan radikalisme di Indonesia terutama di lingkungan masjid tentu dapat merugikan ketatanegaraan NKRI dan juga tidak sesuai dengan Pancasila. Radikalisme dapat menjadikan negara dipandang rendah oleh bangsa lain sehingga akan berdampak buruk pada masa depan negara.
Juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto, mengatakan hingga saat ini lembaganya masih memberdayakan secara intensif para penceramah tersebut hingga tidak lagi menyampaikan paham radikalisme. Pembinaan tersebut mulai dari pendekatan hingga literasi agar ceramah yang disampaikan berisikan pesan – pesan atau konten yang menyejukkan.
BIN juga telah berkoordinasi dengan lembaga dan organisasi terkait, seperti Kementrian Agama, Majelis Ulama Indonesia hingga Dewan Masjid Indonesia dalam pemberdayaan dan pembinaan kepada pengelola masjid dan puluhan penceramah yang terpapar radikalisme.
Beberapa masjid juga dipakai untuk menyebarkan ideologi radikalisme, ada juga yang dipakai untuk konsolidasi, bahkan ada pengurus masjid yang menjadi agen perjalanan untuk siapapun yang hendak pergi ke suriah.
Dalam mengukur radikalisme juga terdapat indikator yang bisa digunakan dalam mengukur sebuah ceramah. Pertama sikap pendakwah terhadap ideologi negara, kedua sikap mereka terhadap pemimpin nonmuslim dan yang ketiga adalah sikap para pendakwah terhadap agama lain.
Ideologi memegang peranan yang sangat penting bagi kekuatan negara. Para pendiri bangsa dan negara melalui musyawarah untuk mufakat mencapai kesepakatan luhur tentang pancasila sebagai dasar negara, Bangsa yang sangat besar dan majemuk ini berhak dan membutuhkan sebuah payung integratif yang kuat dengan norma – norma yang dapat menopang sebuah peradaban besar.
Upaya preventif sejak dini juga perlu diupayakan agar penyebaran paham radikalisme di masjid – masjid dapat dicegah. Salah satunya adalah memberdayakan para penceramah/ Da’i untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan melawan paham radikal di masyarakat.
Pada hakikatnya khotbah adalah menyampaikan nasihat dan mengajarkan kebaikan kepada kaum muslimin. Mengajak orang Islam untuk mengaplikasikan ajaran agama yang ramah dan penuh hikmah. Bukan agama yang mengajarkan perpecahan. Menyampaikan keteladanan yang dilakukan oleh Rasulullah, sahabat dan Ulama –Ulama terdahulu ataupun mengabarkan kearifan para pewaris agama dalam kesehariannya.
Apabila terdapat tempat ibadah seperti masjid yang telah terindikasi dimasuki orang – orang dengan paham yang tidak sesuai dengan NKRI, harus dilakukan langkah – langkah konkret untuk meminimalisir dampak negatifnya. Dimulai dengan pendekatan kepada kelompok – kelompok tersebut dan pemberian pemahaman tentang kekeliruan – kekeliruan mereka dalam memahami teks agama.
Takmir masjid juga seyogyanya memberikan aturan bagi para Khatib, misalnya, hal apa yang boleh disampaikan dan terlarang dilakukan. Sehingga khutbah yang dilakukan benar – benar efektif mengajarkan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Untuk melenyapkan radikalisme di Masjid, tentu dibutuhkan sinergitas antar kementrian dan lembaga. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang memicu kemunculan radikalisme di Indonesia, seperti pemahaman agama, ketidakadilan hingga kemiskinan. Pemahaman agama yang dangkal dan keliru merupakan faktor utama merebaknya radikalisme hingga terorisme di Indonesia.
Penanganan radikalisme di Indonesia tentu tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Masyarakat juga diminta untuk menghindari mereka yang secara terang – terangan menentang pancasila dan meyakini ideologi yang baru yang tidak sesuai dengan ideologi Bangsa Indonesia. Terlebih lagi jika sampai ada golongan tertentu yang mengajak masyarakat untuk berperilaku/ bersikap intoleran terhadap sesama.
Tanggung jawab menjaga masjid dari upaya radikalisme bukan saja tugas pemerintah. Namun setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk membela negara. Sehingga masjid dapat kembali pada fungsinya, yaitu sebagai tempat beribadah dan berdoa kepada Allah SWT.
Selain itu Orang tua juga memiliki peran utama dalam membendung paham radikal di Indonesia, sudah semestinya orang tua lebih selektif dalam menyekolahkan maupun mencari sekolah yang terbaik untuk anak. Selain itu sesama umat muslim juga semestinya tidak mengkafir – kafirkan seseorang, apalagi dari sesama muslim.
)* Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan FISIP Universitas Indonesia