Kenapa Radikalisme Masjid Dapat Muncul ? Waspada Tanda – Tandanya
Oleh : Deny Kurniawan )*
Radikalisme bukanlah istilah yang asing, berbagai banyak pengajian juga kerap melontarkan ceramah bernuansa radikalisme, seperti menolak ideologi atau secara terang – terangan menyatakan sikap intoleran terhadap kelompok lain.
Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara – cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.
Orang – orang yang menganut paham radikalisme, biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan, mereka pun tidak segan – segan menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka. Seperti merusak warung makan di bulan puasa. Hal tersebut mereka lakukan karena para penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.
Dr Cahyo Pamungkas, menjelaskan tentang bagaimana cikal bakal radikalisme itu sendiri dapat tercipta. Radikalisme muncul karena tumbuhnya sikap intoleransi, sementara terorisme berakar pada radikalisme. Dengan kata lain intoleransi keagamaan adalah sikap yang tumbuh subur dalam perkembangan radikalisasi terorisme. Sehingga kita tidak boleh menyepelekan begitu saja apabila ada sesuatu hal yang bersifat intoleran terhadap kelompok lain.
Selain itu Cahyo juga mengatakan bahwa saat ini marak akan pelanggaran agama. Indeks pada kebebasan keyakinan itu sendiri telah mengalami penurunan. Dengan demikian lahirlah sikap intoleransi yang menjadi bibit radikalisme.
Misalkan akan adanya sentimen agama untuk memilih calon pemimpin, sehingga memunculkan kalau calon pemimpin yang tidak diusung merupakan sosok yang anti agama atau anti ulama.
Selain itu Radikalisme juga dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan menggunakan kekerasan.
Di sisi lain, masalah ekonomi juga turut serta dalam melahirkan bibit radikalisme di berbagai negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan ketika terdesak karena masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa saja, termasuk memprovokasi dengan ceramah di masjid atau melakukan teror pada manusia lainnya.
Radikalisme juga muncul dari pihak yang kecewa dengan pemimpinnya, adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok – kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan.
Namun, alih – alih menegakkan keadilan, kelompok – kelompok ini seringkali justru memperparah keadaan.
Hal ini didukung dari sebagian masyarakat kelas ekonomi lemah yang umumnya berpikiran sempit, sehingga mudah percaya pada tokoh – tokoh radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada hidup mereka. Padahal mereka baru sekali mendengarkan ceramahnya di Masjid, mereka yang berpikiran sempit akan sangat mudah memiliki pikiran radikal seperti anti demokrasi, ataupun anti toleransi terhadap kelompok lain. Bahkan penganut radikalisme tidak peduli akan adanya HAM (Hak Asasi Manusia).
Radikalisme bukanlah budaya Indonesia, karena Indonesia ada berkat keberagaman suku, bangsa dan agama atau kepercayaan lainnya. Sikap toleransi sudah menjadi nafas bagi persatuan antar warga, setiap pemeluk agama dapat dengan bebas melakukan ibadah tanpa adanya ancaman teror.
Kaum radikal menggunakan pemahaman absolutisme dalam Islam sehingga dalam bertindak mereka tidak memikirkan hal lain yang sebenarnya juga penting dan mempunyai pengaruh yang kuat dalam Islam seperti pertimbangan budaya dan nilai historistik masyarakat.
Sudah semestinya Masjid menjadi tempat yang menyejukkan dan mendamaikan bagi setiap umat muslim. Kekerasan, ujaran kebencian dan radikalisme merupakan hasil dari pemahaman yang didapat dari berbagai macam ceramah.
Salah satu sikap yang paling lantang disuarakan oleh para radikalis adalah sikap merasa paling benar sendiri, mereka dapat dengan mudahnya menuduh orang lain sebagai pelaku bid’ah, kurafat, syirik dan bahkan sangat ringan melontarkan tuduhan kafir terhadap kelompok lainya. Hal demikian telah mengakibatkan perseteruan sampai perkelahian di kalangan jamaah.
Radikalisme dalam konteks beragama tentu tidak dibenarkan di Indonesia, wawasan akan literasi agama tentu harus digalakkan, selain itu pemahaman tentang beragama juga harus diiringin dengan wawasan akan kebangsaan, karena dengan mencintai negaranya maka ia telah bermanfaat bagi bangsa dan agamanya.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik