Konsep Khilafah Bertentangan dengan NKRI
Oleh : Aldia Putra )*
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyebut organisasi yang mencita – citakan khilafah, seperti Hizbut Tahrir, tak berbeda dengan gerakan komunis internasional yang menghendaki rezim tunggal di dunia. Menurutnya, gerakan yang bercita – cita tentang khilafah itu tergolong gagasan baru yang sedang dipaksakan pada dunia Islam.
“Jadi mereka sama dengan gagasan komunis internasional yang memungkinkan satu rezim komunis untuk satu dunia,” ujar pria yang akrab dipanggil Gus Yahya, di sela – sela Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU), di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al – Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat.
Gus Yahya mengatakan ideologi dan gerakan yang membawa gagasan secara universal seperti khilafah hanya menghasilkan kemelut dan kekacauan di seluruh dunia.
“Maka harus ditolak dan kembali pada asal dari nilai agama yaitu rahmah, kemanusiaan, dan akhlaqul karimah,” katanya, yang juga merupakan anggota Wantimpres itu.
Gus Yahya mengaku bahwa tidak ada perintah syariat ataupun dalil sebagai landasan legitimasi keberadaan sebuah negara. Menurutnya, itu berarti boleh membangun negara atas legitimasi apapun, termasuk konsep negara – bangsa.
NU senidiri sudah memiliki sikap melalui Khittah NU 1984. Bahwa, NU memutuskan untuk menjaga ukhuwah islamiyah, wathoniyah, insaniyah serta menerima NKRI berdasarkan UUD 1945. Pihaknya menyebut tak ada kewajiban umat Islam untuk menerapkan sistem khilafah yang mencakup seluruh dunia dalam satu kekuasaan sistem politik. Ia pun meminta umat Islam di seluruh dunia menerima keberadaan negara – bangsa yang merdeka dan berdaulat serta tak mengintervensi urusan negara lain.
“Kita sekarang umat Islam di seluruh dunia harus terima keberadaan negara – bangsa yang ada sebagai negara merdeka, berdaulat masing – masing dan tidak boleh mengintervensi uruusan negara lain,” ujarnya.
Pada kesempatan yang lain, KH Ma’ruf Amin, menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara, terbentuk atas dasar mitsaq atau kesepakatan. Masing – masing pihak, baik umat Islam maupun pihak yang lain, bersepakat untuk menjadikan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945 sebagai pondasi negara.
“Apakah mitsaq ada di Al – Qur’an? Ya ada. ‘Kalau ada di antara kamu dan antara mereka ada mitsaq, bermuslim untuk berdampingan secara damai. Kalau kamu membunuh salah – seorang dari mereka maka umat Islam harus membayar denda’,” Ujar Ma’ruf Amin.
Menurut Ma’ruf, saat pembentukan dulu, ada yang ingin Indonesia menjadi negara sekuler. Ada pula yang ingin Indonesia menjadi negara Islam. Perbedaan pandangan tersebut akhirnya bisa disatukan melalui kesepakatan bersama di antara para pendiri bangsa. Sehingga, menurut dia, tak ada yang bisa mengganti sistem negara Indonesia.
“Kalau khilafah di Indonesia enggak boleh, karena di Indonesia ini ada kesepakatan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia adalah republik. Selain republik itu tidak boleh khilafah, kerajaan. Semuanya tidak boleh karena menyalahi kesepakatan,” ucap Ma’ruf.
Calon Wakil Presiden nomor 01 tersebut juga menjelaskan bahwa negara Islam tidak serta merta harus menggunakan sistem pemerintahan khilafah. Ia mencontohkan Arab Saudi yang notabene negara Islam menggunakan sistem kerajaan, Turki juga menggunakan sistem demokrasi seperti Indonesia.
Kapolri Jendral Tito Karnavian mengungkapkan dampak penerapan ideologi Khilafah Islamiyah diterapkan di Indonesia. Tito menyebut ideologi tersebut bakal menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Ideologi Khilafah menjadi ancaman bagi NKRI karena tidak paralel dengan konsep Pancasila,” kata Tito.
Tito menjelaskan, sekitar 85 persen masyarakat Indonesia memang beragama muslim. Namun, hal tersebut bukan berarti konsep ideologi khilafah cocok untuk di terapkan di Indonesia.
“Saya pernah jadi Kapolda Papua dua kali, Di daerah yang memiliki umat kristiani. Bahkan di satu daerah ada kota injil pertama di Indonesia. Lalu, NTB, Sulawesi Utara, Maluku juga demikian. Bali juga dominan beragama Hindu,” Ujar Tito.
Tito memprediksi, daerah – daerah tersebut tidak akan rela jika Indonesia menerapkan sistem khilafah.
“Tidak akan rela karena begitu dibuat sistem khilafah mereka akan menjadi minoritas yang terpinggirkan,” tuturnya.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini mencontohkan apabila ideologi itu dipakai maka NKRI akan terpecah belah. Satu per satu daerah akan memisahkan diri.
Dari beberapa penuturan diatas, kita dapat mengetahui bahwa sistem khilafah di Indonesia hanya akan membuat runyam di Indonesia, sehingga sampai kapanpun sistem khilafah tidak akan cocok untuk negara Indonesia yang menjunjung kebhinekaan. Jadi bukan negara per negara, tapi kumpulan negara yang dijadikan satu kekuasaan, dalam satu pemerintahan dengan satu kepemimpinan.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), telah lebih dari 20 tahun lalu memperjuangkan khilafah di Indonesia, menyebut ada lebih dari 50 negara yang bisa dijadikan satu kepemimpinan di bawah bendera khilafah. Kelompok HTI memang gigih memperjuangkan khilafah. Meski sudah dibubarkan, HTI tetap melanjarkan aksi unjuk rasa dan turut serta dalam aksi bela umama yang dikenal dengan aksi 96. Seorang Kiai pernah memberi nasehat, kemana arah gerakan dari Fundamental HTI, maka kita pilih lawannya.
Khilafah adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak terbatas pada satu negara, melainkan banyak negara di dunia, yang berada di bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam.
)* Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik