Lagi-Lagi KPU Difitnah Tak Netral
Oleh : Fitria Hermansyah )*
Akhir-akhir ini marak di youtube dan twitter tentang pemaparan seorang konsultan IT dari kubu pasangan capres nomor urut 02, pihaknya menyatakan bahwa server KPU disetting 01 menang 57 persen. Hal itu diketahui pada Januari 2019. Ia mengatakan bahwa pada bulan Januari ke Singapore karena ada kebocoran data. Ia menuduh Paslon 01 sudah membuat angka 57 persen. Ia menambahkan, server KPU yang disetting 01 menang 57 persen tersebut berhasil dibobol, sehingga data – datanya bocor.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan, “bahwa kunci utamanya adalah KPU, karena apa? Saya bukan mendahului yang di Atas, Insyaallah Pak Prabowo menang di angka 68 persen,” katanya.
Namun hal tersebut ternyata hanyalah sebuah kekhawatiran yang sulit dibuktikan, hal ini dikarenakan pihak 02 tidak pernah memberitahukan survei internal yang berhasil mengungguli paslon nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf. Pada kesempatan sebelumnya Viryan Aziz selaku Komisioner KPU mengatakan bahwa teknologi informasi (TI) yang digunakan oleh KPU merupakan sistem informasi publik yang tidak ada kaitannya dengan penghitungan suara pemilu. Untuk sistem informasi penghitungan suara, KPU memiliki situng atau sistem informasi penghitungan.
Oleh karena itu, Viryan kembali menegaskan bahwa peretasan terhadap server maupun situs KPU tidak akan mempengaruhi perolehan suara karena sistem penghitungan manual yang dipakai.
“Pemilu 2019 adalah pemilu yang manual, bukan sebagaimana dikhawatirkan, misalnya, di negara luar ada yang penghitungannya hasilnya berubah karena diretas. Tidak demikian dengan Pemilu 2019 di Indonesia.
Hal ini berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menegaskan bahwa pemilu dihitung dan ditetapkan secara manual. Dalam kesempatan berbeda, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan bahwa pihaknya terpaksa harus membuka tutup website, karena menghadapi serangan tiap menit. Arief juga menambahkan bahwa hal itu dilakukan karena tim informasi dan teknologi (IT) KPU harus bolak balik membersihkan server, baru kemudian membuka kembali.
“Jadi jangan artikan kami tidak transparan. Serangan datang tiap menit,” Ujar Arief.
Namun secara keseluruhan, Peretasan Web KPU tidak perlu terlalu dipermasalahkan karena Indonesia tidak menggunakan sistem “electronic vote” atau pemungutan suara dengan sistem digital sehingga tidak akan mengubah hasil perolehan suara.
Jamalul Izza, Selaku Ketua Asosiasi Jasa Internet Indonesia (APJII), yang merupakan salah satu entitas yang memberikan masukan kepada KPU terkait pengamanan siber – juga memastikan bahwa penghhitungan suara KPU aman dari serangan cyber.
“Saat ini dari sistem yang berjalan, server pengumuman suara itu ada di private sehingga harusnya menjadi lebih aman,”tukas Jamalul.
Server Private hanya dapat diakses di lokasi tersebut sehingga tidak bisa diakses oleh umum. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, ditambahkan jamalul, server KPU dilindungi oleh firewall sehingga yang dapat dilakukan peretas adalah memperlambat akses.
Pratama Persaddha selaku Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security menyampaikan bahwa di Indonesia masih memakai cara tradisional dalam pelaksanaan pemilu. Sehingga Web KPU hanya sebagai salah satu jembatan informasi, bukan termasuk dalam sistem pemilu itu sendiri.
“Suara sah dihitung dari berkas TPS sampai ke pusat. Jadi selama berkas dipegang setiap pasangan calon, saya rasa tidak akan ada masalah,” ujar Pratama.
“Meski tidak menjadi bagian integral sistem perhitungan suara dalam pemilu dan pilkada di Tanah Air, Website KPU akan tetap dianggap masyarakat sebagai salah satu rujukan terbaik pelaksanaan dan hasil Pemilu,” ujarnya.
Kendati demikian, peretasan terhadap web KPU tetap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Bahkan, akan terjadi kebingungan mana informasi yang bisa dipercaya. Pihaknya juga menghimbau agar masyarakat lebih tenang dan tidak termakan oleh banyaknya berita yang beredar di berbagai media sosial. Penghitungan suara maupun rekapitulasi penghitungan suara tersebut dilakukan secara bersidang melalui rapat pleno. Jadi ini manual
Tentu kita tidak menginginkan kegaduhan dalam pelaksanaan Pemilu April 2019, pesta demokrasi di Indonesia diharapkan menjadi bukti bahwa Indonesia sebagai negara yang menjunjung demokrasi harus menjadi negara yang berdaulat.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik