Mempertanyakan Urgensi Pembentukkan Tim Pencari Fakta Kecurangan Pemilu
Oleh : Adi Ginanjar )*
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandiaga mendukung wacana pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) Pemilu yang diusulkan masyarakat guna meluruskan segala bentuk kejanggalan yang dianggapnya mengganggu kelancaran proses Pemilu 2019. Sudirman Said selaku Direktur Materi Debat BPN mengatakan bahwa dirinya telah menerima banyak laporan atas dugaan kecurangan yang terjadi.
“Kita dorong supaya masyarakat sipil mengonsolidasikan itu. Tim independen pencari fakta ini kurang kekuatan pihak ketiga,” tutur Sudirman Said.
Di sisi lain, TKN juga merasa dicurangi, pihaknya mengklaim sudah menerima sekitar 25.000 aduan kecurangan pemilu. TKN terus berupaya mengumpulkan bukti kecurangan tersebut untuk diproses secara hukum.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, bahwa pihaknya terbuka jika ada yang merasa dirugikan. KPU siap untuk membuka dokumen – dokumen yang diperlukan dan memperjelas situasi terkait penyelenggaraan pemilu. Namun Ketua Komisi Pemilihan Umum, Arief Budiman menilai, bahwa pembentukan Tim Pencari Fakta belumlah diperlukan. Sebab, menurutnya, Tahapan pemilu sejauh ini masih berjalan lancar.
“Saya merasa belum sampai sejauh itu, tidak diperlukan menurut saya. Semua masih berjalan sebagaimana mestinya,” tutur Arief di Kantor KPU Jakarta Pusat.
Dirinya juga mengatakan bahwa semua masih berjalan sebagaimana mestinya. Arief menilai semua pihak perlu memberikan edukasi yang bak kepada masyarakat terkait pemilu. “Semua masih berjalan sebagaimana mestinya. Makanya publik harus kedukasi supaya mereka paham dan tahu mana yang dipercaya dan tidak bisa dipercaya informasinya,” tegas Arief.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, proses rekapitulasi berjenjang dilakukan secara terbuka. Dalam proses tersebut, ada saksi parpol, pengawas pemilu dan jajaran petugas KPU. Di sisi lain, KPU dan Bawaslu merupakan lembaga independen, dalam arti mereka tidak berpihak, baik kepada 01 maupun kepada 02.
Lembaga penyelenggara Pemilu yang ada sudah cukup untuk menangani kasus – kasus pemilu. Toh bila menemukan dugaan KPU atau Bawaslu curang, bisa diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Selain itu pada tingkat yang lebih tinggi, peserta Pemilu juga bisa mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila tak puas dengan hasil Pemilu.
Usulan terkait pembentukan Tim Pencari Fakta tersebut juga terdapat sesuatu yang janggal, karena biasanya keinginan tersebut diajukan oleh mereka yang sudah merasa kalah, dan kemudian tidak menerima kekalahannya. Tetapi anehnya mereka sudah merasa menang bahkan dengan mendeklarasikan kemenangan mereka berdasarkan hasil survey internal yang menyebut Prabowo – Sandiaga menang 62%. Lalu mereka masih ingin dibentuk tim pencari fakta untuk memastikan kemenangannya, tentu akan muncul pertanyaan, apakah sejatinya mereka tidak yakin akan hasil survey internalnya.
Karena dimanapun, bagi yang sudah merasa menang, mereka akan duduk manis sembari menunggu pengumuman resmi dar KPU, sehingga dorongan untuk membentuk Tim Pencari Fakta tentunya sangat kontradiktif dengan Deklarasi atau syukuran yang sudah dilakukan beberapa kali oleh Prabowo.
Jika memang ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kecurangan, maka setiap kubu bisa menggunakan mekanisme yang sudah ada, yaitu BAWASLU, Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan. Sehingga tidak ada dasar hukumnya untuk membentuk Tim Pencari Fakta, kalaupun hal Tim tersebut tetap terbentuk, hal itu hanya akan semakin memastikan angka yang belum bisa mengalahkan Petahana Joko Widodo. Tentu akan lebih bijak bagi Kubu 02 agar menunjukkan, bagaimana bisa survey internalnya dapat memenangkan Prabowo – Sandiaga dengan torehan 62 persen, dan jauh berbeda dengan quick count maupun realcount yang sedang berlangsung di KPU.
Proses penghitungan suara jangan sampai diintervensi oleh pihak manapun, hal ini dikarenakan penyelenggaraan pemilu harus bekerja secara independen tanpa tekanan. Forum Presiden Mahasiswa Indonesia (Formasi) juga mengajak masyarakat yang mendukung masing – masing calon presiden dan wakil presiden untuk mengakhiri fanatisme buta, dan meminta elite politik untuk mengikuti mekanisme hukum yang berlaku sesuai undang – undang dasar 1945, jika terdapat kecurangan ataupun kekurangan dalam proses pemilu.
Dalam hal ini tentunya perlu sikap kedewasaan dalam berpolitik, dan tidak terburu – buru melayangkan judgement terhadap pelaksanaan pemilu, setelah pemilu usai tentunya ketegangan politik menurun dan kembali merajut persatuan yang sempat merenggang akibat berbeda pilihan.
)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)