OK OCE Tak Layak Jadi Program Nasional
Oleh : Muhammad Ishaq )*
Program One Kecamatan One Center of Entrepreneurship atau yang dikenal dengan OK OCE, merupakan salah satu program yang digalang Sandiaga Uno saat berpasangan dengan Anies Baswedan di Pemprov DKI. Sayangnya, program yang sempat menarik hati masyarakat DKI tersebut kini dinilai gagal. Program OK OCE terbengkalai dan bermasalah, jauh sebelum Sandiaga Uno mundur dari jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI. Perancang program OK OCE itu mundur dari jabatan sebelum menuntaskan janji-janjinya pada saat kampanye dulu. Masyarakat Jakarta banyak menilai bahwa Sandiaga Uno lepas tanggung jawab dengan meletakan jabatannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta dan maju dalam Pilpres 2019.
Program tersebut kini diusung kembali oleh kubu Paslon nomor urut 02 di Pilpres 2019. Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan OKE OCE adalah program gagal sehingga tak layak diangkat menjadi program nasional.
“Coba lihat saja banyak OK OCE Mart yang tutup. Bahkan tempat tersebut sekarang justru dijadikan posko pemenangan Paslon 02. Seperti yang terjadi di Cikajang Kebayoran baru Jakarta Selatan,” kata Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (21/3).
Permasalahan OK OCE terletak pada pelaksanaan program di lapangan yang tidak sesuai dengan janji Sandiaga ketika kampanye. Sebelumnya, Sandiaga menjanjikan tiga hal yang bisa didapatkan oleh masyarakat DKI ketika mendaftar program OK OCE, yaitu memberi dukungan modal, akses market, hingga mentor bagi pewirausaha. Realita berkata lain. Dukungan modal untuk berwirausaha tak kunjung datang. Sandiaga malah mengarahkan warga untuk meminjam modal usaha ke Bank DKI dengan suku bunga mencapai 13 persen. Wargapun mengeluh dengan bunga yang terlalu tinggi. Pinjaman modal dengan bunga sebesar 13 persen bukan malah meringankan, tapi justru memberatkan warga. Ditambah warga harus memberikan sertifikat rumah mereka sebagai jaminan pinjaman modal dari Bank DKI.
Selain itu, beberapa pelaku usaha dalam program OK OCE mengatakan tak pernah mendapatkan pendampingan dari Sandiaga Uno. Penjaga toko OK OCE Mart di Cilandak dan pengelola Gerai OK OCE di Pancoran mengaku tak pernah mendapatkan pendampingan usaha dalam bentuk pelatihan ataupun pemberian modal. Di Jakarta Timur, pelaku usaha OK OCE Mart tak mampu membayar uang sewa lahan dan memutuskan untuk menutup toko karena omset toko yang tak pernah sampai Rp 1 juta per bulan. Banyak masyarakat yang dulunya optimis dengan program tersebut, namun harus gagal di tengah jalan karena bangkrut. Dan lebih parahnya, Sandiaga Uno tidak lagi mempedulikan nasib masyarakat DKI.
Prasetyo menilai bahwa program OK OCE coba untuk dibangkitkan dari kuburnya hanya menjelang Pilkada dan Pilpres saja. Hal serupa juga diungkapkan anggota DPRD DKI Jakarta Steven Setiabudi Musa. Dia mengatakan, kegagalan program OK OCE sangat tidak layak dibawa ke tingkat nasional.
Berbagai fakta di lapangan itu memperkuat dugaan bahwa Sandiaga hanya menjadikan OK OCE sebagai slogan dalam kampanye. Ketika sudah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI, ada kesan dia tak pernah benar-benar serius mendukung pelaksanaan program ini dengan indikasi tidak ditepatinya janji untuk memberikan modal dan mendampingi pelaku usaha. Sampai detik inipun Sandiaga masih menggunakan OK OCE sebagai slogan kampanye di berbagai tempat. Dalam setiap pidatonya Sandiaga coba mengatakan bahwa OK OCE adalah program unggulannya di DKI yang diklaim telah berhasil. Bohong!
Bukan menakut-nakuti, hanya meminta masyarakat untuk waspada agar jangan sampai salah memilih Capres atau Cawapres, karena tak tahu soal program yang ditawarkan. Apakah sudah terbukti atau hanya janji manis saja. Menilik kampanye dalam Pilpres 2019, program OK OCE yang mengecewakan ini hendak Sandi tawarkan kembali. Mungkin Sandi ingin OK OCE tidak hanya mengecewakan warga DKI Jakarta, namun seluruh masyarakat Indonesia. Dengan banyaknya bukti kegagalan program OK OCE di media, tentu masyarakat saat ini tidak mudah tertipu lagi dengan kampanye yang hanya berisi janji-janji manis belaka. Berkaca dari DKI Jakarta, masyarakat Indonesia harus cerdas dalam memilih calon pemimpin. Jangan mudah percaya dengan janji – janji manis kampanye yang sudah terbukti tidak mampu direalisasikan, karena kesejahteraan rakyat bukanlah barang yang bisa ditawar – tawar.
)* Penulis adalah Mahasiswa UNJ