Polemik Politik

People Power Tak Relevan di Indonesia


Oleh : Ricky Rinaldi )*

Seruan people power tentu bisa dikategorikan sebagai contempt of court (penghinaan) terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan, lantaran dinilai menafikkan kerja keras seluruh komponen MK untuk menguatkan kepercayaan publik terhadap Lembaga tersebut.

People power juga bukan sebuah upaya yang bijak dalam berdemokrasi, seperti yang pernah terjadi di Mesir pada Januari 2011 lalu, dimana Jutaan Warga turun ke jalan dan terpusat di alun – alun tahrir, Kairo. Para pengunjuk rasa tersebut bersikeras tak akan pulang sampai Presiden Husni Mubarak mau meletakkan jabatannya setelah 30 tahun berkuasa.

            Selama aksi massa tersebut, sebanyak 846 orang tewas akibat represi pasukan keamanan pemerintah. Sampai pada akhirnya, Husni Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada militer yang disampaikan oleh Wakil Presiden Omar Suleiman pada 11 Februari 2011.

            Dari hal tersebut, tentu menunjukkan bahwa people power merupakan salah satu upaya menuju kehancuran, karena resiko jatuhnya korban sangatlah mungkin terjadi.

Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) menyatakan bahwa gerakan People Power merupakan pengerahan massa yang sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Keseriusan ancaman gerakan people power telah memicu pemerintah Indonesia bereaksi dengan cukup keras dan menanggapi dengan serius. Bahkan Menkopohukam Wiranto juga akan membentuk tim hukum khusus untuk memantau ucapan, tindakan dan pemiliran tokoh yang menghasut dan merongrong persatuan NKRI.

Pada kesempatan yang lain, Kapolri Tito Karnavian menyatakan bahwa upaya people power sebagai bentuk mobilisasi umum merupakan hal biasa. Namun, upaya people power  untuk menggulingkan pemerintahan yang sah akan dituntut dengan undang – undang makar, pasal 107 KUHP.

Padahal mentri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berharap agar tuduhan kecurangan maupun ketidakpuasan terhadap hasil pilpres 2019 dapat diselesaikan melalui jalur hukum.

Ia mengaku, bahwa saat ini dirinya belum menerima laporan apapun mengenai pergerakan masyarakat untuk menggunakan kekuatan rakyat dalam memprotes hasil pemilu yang diduga curang. Dirinya juga berpendapat bahwa gerakan inkonstitusional tersebut dapat merusak persatuan bangsa Indonesia.

Ryamizard juga akan bertindak tegas jika aksi tersebut berujung makar, jika people power dipaksakan, maka hal itu termasuk makar, dan ada hukumannya, sehingga sesuatu yang dipaksa – paksakan, itu harus ada hukumnya.

            Badan Intelijen Negara (BIN) juga terus mewaspadai ancaman teror pasca pemilu 2019. Melalui Teddy Lhaksamana selaku wakil ketua BIN menyampaikan bahwa saat ini ada upaya untuk mengerahkan people power untuk mengepung KPU.          

            “Saat ini terus dibangun isu kecurangan dan ajakan kepung ke KPU pada tanggal 22 Mei. BIN mendeteksi dan mencegah lebih dini potensi ancaman,” tutur Teddy.

            Dengan adanya potensi tersebut, Teddy menegaskan bahwa BIN akan bertanggungjawab untuk menjaga keamanan negara. Karenanya BIN hingga saat ini selalu waspada dengan adanya potensi tersebut.

            Pada akhirnya, jika kalangan tertentu bertekad turun ke jalan dan benar – benar menggerakkan people power demi mendelegitimasi hasil pemilu, pemerintah dan perangkat keamanan Indonesia telah siap menghadapi secara demokratis dan sesuai dengan ketetapan hukum.

Dalam hal ini, para elite politik sudah semestinya menjadi teladan bagi para simpatisannya, agar menerima apapun hasil penghitungan KPU pada Pemilu 2019.

            Masyarakat juga sudah semestinya menolak ajakan gerakan inkonstitusional, dan menghormati KPU sebagai penyelenggara pemilu yang berwenang melakukan penghitungan surat suara.

Penolakan People Power juga terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di Maros Sulawesi Selatan. Dimana sejumlah anggota dan pimpinan DPRD Maros Sulsel, telah membacakan deklarasi penolakan segala bentuk gerakan inkonstitusional yang mendelegitimasi Pemilu 2019.

            DPRD Maros tidak setuju dengan gerakan tersebut karena hal itu merupakan gerakan inkonstitusional. Pihaknya juga menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjaga persatuan dan keutuhan NKRI pasca pemilu.

Hal serupa juga digelar di Banyuwangi, Dimana Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyuwangi menyerukan perdamaian pasca pemilu April 2019. Masyarakat juga diharapkan bisa menghormati tahapan – tahapan Pemilu yang masih berjalan hingga nanti KPU memberikat pengumuman secara resmi

            Tentu kita juga berharap agar selama penghitungan sampai nanti penetapan hasil resmi dari KPU. Proses penghitungan suara dapat berlangsung secara aman dan damai.

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih