Polemik Driver Grab Car yang Turunkan Paksa Penumpang
Oleh : Agustinus Situmorang )*
Apa yang ada dalam benak Anda, jika perbedaan nyatanya membuat seseorang tidak menjalankan tugasnya secara profesional? Hal ini nyata adanya dan dialami oleh seorang Alumni Fakultas Ilmu Budaya FIB UI yang menggunakan jasa transportasi online Grab Car.
Berita akan penurunan penumpang ini jelas pasti akan meninggalkan jejak viral di berbagai laman media sosial. Disinyalir penumpang yang diturunkan tersebut menggunakan atribut pendukung paslon nomor 01, sedangkan sang driver merupakan pendukung Prabowo – Sandiaga.
Kisah penurunan penumpang ini bermula saat seorang wanita memesan Grab Car dan menaiki armada transportasi online tersebut. Dirinya ingin mendatangi acara Alumni Orange Semanggi Atmajaya di Plasa Festival, Kuningan, Jakarta Selatan.
“Saya diusir dari Grab B 1771 UZZ hanya karena saya mengenakan baju Alumni Orange Semanggi Atmajaya Jokowi – Amin,” kata wanita yang namanya disamarkan dalam tangkapan gambar unggahan akun @iimiowaka di Twitter.
Wanita yang ingin namanya disamarkan tersebut bercerita bahwa sejak awal pengemudi melajukan mobil dengan lambat dan beberapa kali mobil yang ditumpanginya salah rute.
Kesal dengan situasi tersebut, apalagi dirinya harus buru – buru dan permintaannya untuk melewati jalan tol tak digubris pengemudi, akhirya sang penumpang menyampaikan keluhannya. Namun bukannya menerima keluhan secara baik, sang driver Grab atas nama Anjar Mujiono ini malah berbalik marah terhadap penumpangnya. Pengemudi juga sempat mengatakan bahwa dia tak akan jemput kalau saja tahu bahwa penumpangnya merupakan pendukung pasangan calon presiden nomor urut 01.
Pihaknya juga menyampaikan agar Grab sebagai perusahaan Malaysia harus mampu menunjukkan komitmen terhadap pelayanan dan keamanan konsumen. Kemudian tidak usah terlibat dalam urusan politik Indonesia dengan cara menindak tegas kejadian tersebut.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno juga turut menyayangkan kejadian seperti ini. Pihaknya berpendapat bahwa seharusnya urusan pilihan politik tidak dibawa ke ranah pelayanan transportasi.
“Aplikator pun harus (bersikap) netral dari politik” tutur Djoko.
Dirinya juga setuju, apabila si driver / pengemudi harus mendapatkan sanksi tegas dari Grab, akibat telah melakukan kesalahan fatal menurunkan penumpang hanya karena perbedaan pilihan politik.
Grab Indonesia melalui akun @GrabID, juga telah memberikan pengumuman, bahwa pihaknya telah menonaktifkan mitra pengemudi yang bersangkutan dari platform mereka, untuk dilakukan klarifikasi lebih lanjut dan pelatihan ulang agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
Perusahaan penyedia jasa transportasi daring Grab Indonesia menonaktifkan seorang pengemudinya karena telah menurunkan seorang penumpang sebelum sampai pada tujuannya, hanya karena berbeda pandangan politik dengan dirinya.
Hal ini juga telah dikonfirmasi langsung melalui akun twitter resmi Grab Indonesia @GrabID.
“Halo, kami telah menonaktifkan mitra pengemudi yang bersangkutan dari platform kami untuk melakukan klarifikasi lebih lanjut dan pelatihan ulang agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari, Kami juga memberi informasi terkini kepada penumpang. Terimakasih,” keterangan dari pihak Grab melalalui laman twitter.
Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno juga memberi penjelasan lebh lanjut mengenai kejadian tersebut.
“Pada 23 Februari, kami menerima laporan kejadian tidak menyenangkan yang melibatkan seorang pengemudi dan Penumpang GrabCar. Kami menyesalkan kejadian dan ketidaknyamanan yang terjadi,” tutur Tri.
Tri mengungkapkan, pihaknya tidak akan memberikan toleransi atas segala bentuk perlakuan yang dapat mengurangi kenyamanan dan membahayakan penumpangnya.
“Grab Indonesia tidak segan menindak tegas mitra pengemudi dengan melakukan pemutusan kemitraan jika mitra pengemudi kami melakukan tindakan yang membahayakan penumpang,” tambahnya.
Dalam kasus ini, tentu driver telah melanggar kode etik pengemudi Grab, dimana Pengemudi tidak boleh terlibat dalam aktivitas apapun yang dapat memperburuk reputasi Grab dan/atau mengganggu kegiatan operasional Grab atau berkonspirasi dengan pengemudi lain atau pihak ketiga untuk melakukan tindaka yang merugikan tersebut.
Selanjutnya, Driver Grab dihimbau untuk menghindari kekerasan atau berperilaku agresif. Dengan keselamatan dan keamanan sebagai fondasinya, Grab melarang tindakan kekerasan atau penyerangan. Pengemudi dilarang berperilaku agresif, yang termasuk berdebat dengan penumpang, berlaku vulgar atau buruk serta mengancam atau terlibat perkelahian dengan penumpang
Grab sendiri juga memiliki aturan tertulis, bahwa pengemudi tidak boleh menolak layanan karena preferensi ras, agama, kebangsaan, kekurangan fisik, orientasi seks, jenis kelamin, status, gender, umur ataupun karakteristik lain yang dilindungi hukum. Perilaku ini dapat mengakibatkan pemberhentian akses pada platform Grab.
Menghina ataupun diskriminasi terhadap seseorang atau kelompok tertentu merupakan hal yang kurang baik, terlepas dari penumpang termasuk dalam kelompok tersebut atau tidak. Kedewasaan bersikap menjelang pemilu tentu merupakan sesuatu yang amat diperlukan menjelang pilpres, perbedaan tentu hal yang wajar. Nyatanya Indonesia berdiri atas perbedaan dari berbagai suku dan agama.
Tindakan penurunan penumpang secara tidak sopan oleh driver Grab tersebut tentu bisa diambil pembelajaran, bahwa intoleran terhadap perbedaan tidak memiliki keuntungan apapun, tindakan tersebut hanya memperkeruh demokrasi, mencoreng nama perusahaan dan membuat dirinya kehilangan pekerjaan. Sudah saatnya kita berpikir lebih dalam, bahwa perbedaan bukan berarti mengajak pada kebencian, sudah saatnya pula kita berpikir bahwa perbedaan tidak lantas mengurangi profesionalitas dalam bekerja.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik