Puisi Neno Warisman Masih Kontroversial
Oleh : Ananda Rasti )*
Acara Munajat 212 yang digelar di Monas pada Kamis malam, 21 Februari 2019 lalu masih menuai polemik. Banyak pihak mempermasalahkan puisi Neno Warisman yang menyerupai doa Rasulullah SAW ketika akan menghadapi musuh di Perang Badar. Beberapa menyebutnya “mengancam Tuhan” dan beberapa menilainya menakut-nakuti masyarakat. Puisi Neno Warisman dianggap sebagai upaya “kampanye yang keliru” dan menempatkan kubu petahana dalam “kelompok kafir”.
“Jangan, jangan Engkau tinggalkan kami, dan menangkan kami. Karena jika Engkau tidak menangkan, kami khawatir ya Allah, kami khawatir ya Allah, tak ada lagi yang menyembah-Mu,” demikian penggalan puisi Neno Warisman yang menuai polemik.
Kritik muncul dari berbagai pihak, salah satunya putra Cawapres kubu 01, Ahmad Syauqi atau Gus Oqi. Menurutnya, doa yang terinspirasi dari doa Rasulullah SAW pada saat menjelang Perang Badar tersebut salah tempat dan bernada ‘mengancam’ Tuhan.
“Sangat disayangkan, pesta demokrasi (Pilpres) kok disamakan dengan perang. Yang namanya pesta harus dilalui dengan sukacita dan tidak menakuti-nakuti seperti itu,” ungkap Gus Oqi.
Kritikan pedas pun tak luput dilontarkan oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif. Buya menyatakan puisi yang dibacakan oleh Neno dalam acara Munajat 212 merupakan tindakan sadis dan biadab karena menyeret Tuhan dalam percaturan politik.
“Jangan sampai kita bermusuhan karena Pemilu yang biasa saja, yang terjadi setiap lima tahun sekali, apalagi menggunakan puisi, itu sadis dan biadab,” ujar Buya
Pria kelahiran Sumatera Barat itu mengatakan puisi tersebut dapat memicu perpecahan di antara masyarakat Indonesia. Pihaknya prihatin atas sikap politikus di Indonesia yang berpikiran pendek tanpa memikirkan nasib bangsa ke depan hanya untuk memenangkan kontestasi politik bernama Pemilu.
“Secara serentak politikus sekarang lebih mementingkan diri sendiri daripada nasib bangsa ke depan, masa Tuhan dibawa Pemilu, kan tidak benar,” keluhnya.
Namun, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno membela Neno Warisman yang puisinya disebut biadab oleh Buya Syafii Ma’arif. BPN mempertanyakan letak kesalahan puisi Neno. Dewan Pakar BPN Prabowo-Sandiaga, Dradjad Wibowo pun mempertanyakan apakah Buya Syafii sedang khilaf karena pernyataannya tersebut.
Menanggapi pernyataan BPN, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menyatakan Buya merupakan tokoh agama dan orang yang mengerti agama, sehingga wajar kalau memberikan judge kepada Neno Warisman bahwa itu (puisinya) biadab. Ia juga Ia mengingatkan seni seharusnya memberi manfaat bagi orang banyak dan dalam bentuk narasi positif, bukan yang bernada ancaman. TKN Jokowi – Ma’ruf Amin juga menilai bahwa acara Munajat 212 bernuansa politik dan merupakan bagian dari politisasi agama.
“Orang-orang kayak Mbak Neno ini harus diperingatkan. Cara memperingatkannya adalah dengan salah satunya seperti yang dilakukan Buya. Saya kira itu wajar, boleh,” kata Karding.
Anggota Komisi III DPR itu menyebut puisi Neno bisa berpotensi merusak persaudaraan. Umat Islam, kata Karding, banyak yang tidak terima atas pernyataan Neno itu.
“Apa yang disampaikan Neno itu bisa merusak persaudaraan kita sesama muslim, persaudaraan kita sebagai bangsa. Banyak yang tidak terima juga disebut sebagai Prabowo kalah khawatir kalau Tuhan tidak ada yang menyembah, itu bahaya,” sebutnya.
Di sisi lain, Neno menyebutkan puisinya tidak bermaksud mengandung unsur politik. Menurutnya, puisi itu hanya wujud ungkapan perasaannya. Ia pun mengaku heran mengapa puisinya menjadi polemik. Ketua Presidium Relawan #2019GantiPresiden ini menegaskan puisinya juga tidak menyasar pihak-pihak tertentu.
Namun, inilah panggung politik di tahun 2019. Sangat disayangkan memang, jika pesta demokrasi lima tahunan bernama Pemilu sampai harus disamakan dengan peperangan. Sebagai pihak yang paham dan terjun langsung dalam perpolitikan 2019, sudah sepatutnya turut menjaga kondusifitas menjelang Pilpres 2019. Jangan justru menambah panasnya tensi politik yang akan berdampak pada kegaduhan.
)* Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik