Said Aqil : Ulama Tidak Boleh Memecah Belah Bangsa
Oleh : Asep Maulana )*
Jika kita menengok pada sejarah negara kesatuan Republik Indonesia, para pendiri bangsa yang terdiri dari kaum Islam Nasionalis dan Kaum Nasionalis Religius, mereka tutur bersepakat agar Indonesia didirikan dengan bingkai Kebhibekaan yang berlandaskan Pancasila.
Para pendiri bangsa juga bersepakat bahwa bentuk bangunan kenegaraan yang sejalan dengan ajaran Islam yang Rahmatan lil Alamin di Bumi NKRI, adapun dasar negara yang sejalan dengan ajaran Islam yang Rahmatan lil alamin, adalah Pancasila.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengatakan, tokoh agama itu semestinya mengayomi serta memberi pendidikan persatuan kepada umatnya.
Dirinya juga menambahkan bahwa Ulama tidak diberbolehkan memberikan pandangan yang memecah belah bangsa.
“Peran ulama dalam hal ini adalah mengayomi masyarakat dan memberi contoh berkata benar, tidak berbohong, tidak mengadu domba, berkata apa adanya, tidak fitnah apalagi sampai pada ujarang kebentian.
Ia menjelaskan bahwa, sosok ulama itu sudah sepatutnya menyampaikan dorongan yang optmis kepada umat. Bukan malah menakut – nakuti atau mengintimidasi. Padahal Al – Qur’an juga melarang kekerasan dan paksaan, teror maupun berbagai bentuk intimidasi.
Untuk itu, pihaknya meminta agar umat Islam tidak mendengarkan arahan ulama yang sifatnya adu dombam fitnah, ujaran kebencian yang menimbulkan permusuhan.
Untuk mengantisipasi aksi inkonstitusional, para ulama, habaib dan cendekiawan muslim, berkumpul dalam acara Multaqo, dimana pada acara tersebut telah menghasilkan delapan keputusan diantaranya mengajak umat Islam di Indonesia agar tidak terpancing dalam melakukan aksi – aksi inkonstitusional, baik langsung maupun tidak langsung, tindakan inkonstitusional bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat mengarahkan kepada pemberontakan.
Ia juga mengatakan bahwa pertemuan yang digelar tersebut bukanlah pertemuan politis.
“Sekali lagi bukan karena pertemuan politik. Pertemuan para ulama dalam rangka menyongsong bulan puasa agar bangsa Indonesia menjadi tenang, aman, ukhuwah persaudaraan,” Kata Said Aqil.
Pada kesempatan sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan mengatakan bahwa ajakan menggerakkan massa (people power) karena tidak memercayai lembaga penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya pemerintah telah siap untuk mengantisipasi situasi jika terjadi pergerakan massa.
Hal senada juga pernah disampaikan oleh para cendekiawan lintas agama yang tergabung dalam sejumlah organisasi masyarakat, mereka meminta agar tidak melakukan provokasi yang mengarah kepada tindakan – tindakan inkonstitusional.
Semua pihak diminta untuk menunggu hasil penghitungan suara resmi dari KPU yang merupakan acuan resmi sesuai konstitusi. Hal ini tentu sesuai dengan seluruh umat Islam di Indonesia yang senantiasa menaati peraturan dan perundang – undangan yang berlaku di NKRI sebagai hubungan yang konstruktif dan penuh rasa hormat pemerintah yang sah. Hal ini sangat jelas diajarkan tradisi agama Islam.
Selain itu sebanyak 25 Presiden BEM yang tergabung dalam Forum Presiden Mahasiswa (Formasi), juga meminta kepada Elit Politik untuk mengikuti mekanisme Hukum yang berlaku sesuai undang – undang dasar 1945, jika terdapat kecurangan ataupun kekurangan dalam proses pemilu 2019 ini.
Hal tersebut tentu sesuai dengan salah satu rekomendasi multaqo, dimana salah satu isi rekomendasinya adalah ajakan umat Islam di Indonesia agar tidak terpancing dalam melakukan tindakan inkonstitusional baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena tindakan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat mengarahkan pada bughat (pemberontakan). Dan hal ini juga mengancam rasa persatuan yang harus ada pada diri rakyat Indonesia.
Acara Multaqo tersebut diinisiasi oleh KH Maimun Zubair (Mbah Moen) dan Habib Lutfhfi bin Yahya yang dihadiri oleh 1500 peserta yang terdiri dari para ulama sepuh, berbagai ormas, para habaib dan para cendekiawan muslim.
Umat Islam kini telah memasuki bulan suci Ramadhan, bulan penuh kebaikan untuk meningkatkan kualitas Keimanan dan Ketaqwaan.
Terkait dengan hal tersebut, situasi dan kondisi kebangsaan seyogyanya dijaga bersama agar kondusif bagi berlangsungnya ibadah yang khusyu’ serta penuh curahan rahmat Tuhan yang Maha Kuasa.
Tentu alangkah baiknya jika masyarakat melepaskan fanatisme buta akan Calon Presiden dan Wakil Presiden, dan mengembalikan semangat gotong royong dan persatuan Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang menjunjung pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik