212 Lagi, Reuni atau Kampanye?
Oleh: Muhammad Faatulah*
Aksi 212 kabarnya akan kembali diulang. Namun bukan tentang super hero dalam negeri, Wiro Sableng. Ya, angka 212 di Indonesia dulunya identik dengan tokoh super hero lokal itu. Namun kini beralih pada aksi turun ke jalan dan unjuk massa oleh masyarakat muslim Indonesia.
Tenarnya kembali jargon angka ini diawali pada tahun 2016 lalu. Saat itu jutaan umat Islam turun ke jalan mendemo mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok karena telah menista Agama Islam. Namun demikian, meski Ahok telah dihukum, ternyata mantan peserta aksi ini masih saling terhubung dalam sebutan PA 212. Selanjutnya PA 212 pun telah beberapa kali melakukan aksi unjuk massa layaknya super hero untuk membela yang mereka yakini di tahun 2017 dan 2018 ini.
Aksi Berkedok dan Ditunggangi
Meski demikian, PA 212 sempat beberapa kali melakukan turun jalan lagi setelah tahun 2016. Pada bulan Desember tahun ini Persaudaraan Alumni 212 rencananya akan kembali bereuni di Monumen Nasional (Monas), Jakarta.
Aksi yang digadang-gadang bertujuan untuk menyatukan umat dan berdoa bersama dengan anak bangsa, sebenarnya hanyalah kamuflase persis yang dilakukan HTI beberapa tahun lalu di Surabaya. Berkedok tajuk serupa aksi 212 ini, beberapa tahun lalu ribuan umat Islam tertipu oleh seruan HTI tersebut. Alih-alih tausyiah dan berdoa bersama, umat Islam yang hadir saat itu dipaksa ikut berdemo dan menunjukkan kesan anarki.
Sudah menjadi rahasia publik bahwa peserta garis keras pendukung aksi 212 ini adalah mantan anggota-anggota eks-HTI yang kecewa dengan telah dilarangnya HTI oleh Pemerintah. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk terus mengumpulkan massa menolak pemerintah. Bahkan dengan cara menipu dan mengelabui sesama umat muslim melalui PA 212.
Selain aksi berkedok dari mantan anggota-anggota eks-HTI. Aksi 212 sebenarnya sudah tidak ada. Karena yang ada hanyalah kampanye politik. Diusung oleh kelompok yang notabenenya kontra Pemerintah maka menjadi kesempatan emas bagi lawan politik pemerintah saat ini untuk nebeng pada aksi 212.
Aksi 212 yang sebenarnya untuk memperjuangkan martabat agama Islam dari nistaan oknum sudah berakhir. Kini yang tinggal adalah kepentingan politik dari lawan-lawan politik yang berusaha terus membodohi dan memanfaatkan umat muslim. Umat hanya mendapat lelah dan nantinya hanya dalam ingatan dari politik yang diinginkan.
Yang sadar vs yang berkepentingan
Menjadi menarik untuk melihat respon dari petinggi-petinggi ulama negeri atas aksi ini. Karena ada yang sadar dan ada pula yang karena berkepentingan masih dengan teguh menyusun aksi 212 ini.
Respon PBNU untuk aksi 212 ini adalah salah satu contoh pihak yang sadar dan tidak ingin termanfaatkan. Ketua PBNU Marudi Syuhud pun menghimnbau agar nahdliyin tak ikut-ikutan aksi yang digagas Persaudaraan Alumni (PA) 212 itu. Nahdiyiin pun tidak perlu merespon secara verbal akan hal tersebut.
Sejalan dengan ketua PBNU, salah satu penggagas aksi 212 tahun 2016, Ma’ruf Amin yang juga ulama sepuh mantan ketua MUI pun merespon dengan hal yang sama. Bahkan menurutnya, 212 sudah berakhir, sehingga tidak perlu ada reuni bahkan aksi mengulangi 212. Apalagi jika agendanya sudah berbeda, sudah tidak murni membela agama tapi ada kepentingan politik.
Sedangakan Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma’arif mengatakan hanya orang yang takut yang merasa ada kepentingan politik di reuni 212. Ia juga mengatakan panitia untuk acara reuni 212 sedang mempertimbangkan untuk mengundang pasangn Capres-Cawapres Prabowo-Sandi.
Kontradiktif namun sudah sangat membuktikan bahwa Reuni 212 hanyalah ajang kampanye politik terselubung. Tetapi kenapa sampai memakai kedok “reuni” jika hanya ingin menarik dukungan umat muslim?. Apapun hasilnya ini adalah fakta yang harus kita terima bahwa 212 bukan lagi ajang membela martabat Islam, malah memperalat umat Islam.
*) Alumni ICMI dan Pengamat Ruang Publik