Adaptasi Kebiasaan Baru Pulihkan Ekonomi
Oleh : Alfisyah Kumalasari
Adaptasi kebiasaan baru yang dulu dikenal sebagai new normal, adalah harapan baru bagi pengusaha. Mereka bisa membuka lagi toko dan warungnya, dengan catatan harus mengikuti protokol kesehatan. Dengan menjalankan bisnisnya kembali, maka sektor ekonomi bisa pulih pelan-pelan.
Perekonomian yang morat-marit karena hantaman Corona beberapa bulan ini mulai menemukan jalan keluar. Para pengusaha bisa bernapas lega, karena di era adaptasi kebiasaan baru (dulu: new normal), kehidupan masyarakat pelan-pelan menuju kenormalan. Masyarakat boleh beraktivitas di luar rumah. Pasar, warung, dan restoran juga boleh dibuka lagi.
Namun dibukanya pasar dan supermarket ini harus mematuhi protokol kesehatan. Semua pedagang wajib pakai masker. Ada ada alur bagi pembeli yang hanya bisa dilalui satu arah, jadi tak akan berdesakan dan tetap mematuhi aturan jaga jarak. Ada rotasi jadi pedagang bergiliran jualannya. Aktivitas ekonomi berlangsung lagi dan bisa pulih seperti dulu.
Untuk restoran wajib menerapkan protokol kesehatan. Walau sudah boleh menerima pesanan dine in, namun pengunjung tak boleh duduk berdempetan. Transaksi harus dengan dompet digital. Kasir serta semua karyawan wajib pakai masker. Dengan dibukanya restoran, maka pengusaha dan karyawannya akan sama-sama untung, karena mendapat uang lagi.
Meskipun pengusaha sudah boleh membuka toko, namun harus belajar digital marketing, karena meminimalisir pertemuan antara pembeli dan penjual. Walau mereka sudah pakai masker, namun bisa saja membawa bibit virus covid-19 di jalan. Apalagi WHO sudah meneliti bahwa Corona ternyata bisa menular di udara, bukan hanya lewat droplet.
Era adaptasi kebiasaan baru juga membuat pengusaha lebih mempromosikan jualannya lewat digital marketing daripada di toko konvensional. Dunia maya jadi tempat untuk jualan yang bagus, karena pangsa pasarnya lebih luas, bahkan mencakup seluruh dunia. Selain itu, pembeli lebih suka belanja online karena praktis dan tidak usah capek belanja ke toko.
Pemerintah juga berusaha agar pengusaha UMKM lebih melek teknologi agar beradaptasi dengan kebiasaan baru masyarakat yang suka online shopping. Ada program ‘Bangga Buatan Indonesia’ agar ribuan pengusaha UMKM disatukan dalam platform marketplace. Mereka juga diajari bagaimana seni berjualan di internet untuk mendapat keuntungan yang tinggi.
Jason Gozali, CEO Investor Muda, mengaku senang dengan program ‘Bangga Buatan Indonesia’ yang menggandengnya. Ia mengatakan bahwa di era adaptasi kebiasaan baru, promosi tidak boleh konvensional. Jadi promosi di dunia maya harus unconventional agar menarik minat banyak calon pembeli.
Program ‘Bangga Buatan Indonesia’ juga sangat baik karena kenyataannya tak semua pengusaha UMKM sudah melek internet. Jika punya akun sosial media, maka hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan berjualan. Padahal dunia maya adalah tempat yang baik untuk berpromosi dan budget-nya tidak sebanyak iklan di media cetak.
Pebisnis Nadhifa Maulidya mengaku bahwa di era adaptasi kebiasaan baru ia sangat diuntungkan dengan akses internet. Mulai dari belanja bahan baku, beriklan, sampai mengirim pesanan ke pembeli, bisa dilakukan hanya dengan gadget. Sehingga ia tak perlu keluar rumah dan tetap aman dari Corona.
Di era adaptasi kebiasaan baru, maka kita memang harus kreatif dalam meningkatkan ketahanan ekonomi. Ketika bisnis sempat lesu, maka bisa dibangkitkan kembali dengan promosi online. Pemasarannya juga bervariasi, dengan sosial media, marketplace, status WA, dan lain-lain. Jadi pembelinya jauh lebih banyak daripada berjualan di toko biasa.
Untuk membangkitkan sektor ekonomi di era adaptasi kebiasaan baru, maka harus mau bekerja keras agar omzet kembali meroket. Selain beriklan di dunia maya, juga harus membuat promosi yang unik agar membuat pembeli terkesan. Semoga adaptasi kebiasaan baru sektor perekonomian Indonesia bisa meningkat.
Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa