Agresifnya Jokowi Menangani Banjir
Oleh : Edwin Obiyandi )*
Indonesia merupakan negara dengan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga banjir bisa saja muncul di berbagai wilayah utamanya di wilayah ibu kota Jakarta.
Banjir yang terjadi di kota tentu akan menimbulkan kerugian yang lebih besar karena akan menggenangi kawasan pemukiman dan pusat aktivitas ekonomi masyarakat.
Musim hujan diperkirakan akan sampai pada puncaknya mulai bulan Januari – Februari 2019. Menurut data dari kementrian PUPR, ada 20 kota rawan banjir di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Medan, Padang, Bogor, Pekanbaru dan lain lain.
Presiden Joko Widodo juga tak tinggal diam dalam menyadari hal ini, dirinya juga turut merealisasikan janjinya untuk menangani permasalahan banjir di DKI Jakarta melalui proyek bendungan Sukamahi dan Ciawi di Bogor.
Pemerintah membangun dua bendungan kering atau dry dam di Ciawi dan Sukamahi yang merupakan bagian dari rencana induk penanggulangan banjir Jakarta. Pembangunan kedua bendungan ini merupakan wujud realisasi janji Jokowi untuk menanggulangi permasalahan banjir yang ada di Jakarta, sejak dirinya masih menjabat sebagai Gubernur.
Pemerintah bersama Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) berupaya mengatasi banjir di Jakarta dengan pembangunan kedua bendungan tersebut, dimana keduanya mulai dikerjakan pada 2017 dan ditargetkan selesai pada 2019. Kedua bendungan tersebut diharapkan dapat mengurangi banjir Jakarta dengan cara menahan air lebih lama di bagian hulu.
Bendungan Ciawi memiliki kapasitas volume tampung hingga 6,45 juta kubik air atau bisa menampung 365 meter kubik per detik. Sementara Bendungan Sukamahi memiliki volume tampung 1,68 juta meter kubik atau 56 meter kubik air per detik.
Dua bendungan ini memiliki fungsi memperlambat laju air menuju Jakarta. Air akan ditampung kedua bendungan itu terlebih dahulu kemudian akan dialirkan ke bendung Katulampa.
Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa bendungan Sukamahi saja sanggup mengurangi banjir Jakarta hingga 30 %.
Sejak dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah menunjukkan kesungguhannya dalam menangani banjir dengan langsung turun ke lapangan bukan hanya dengan rapat – rapat.
Selain itu Jokowi juga menormalisasi 3 kali di Jakarta. Upaya normalisasi ini dengan melakukan pengerukan kali sehingga kali tidak mengalami pendangkalan. Selain itu Jokowi juga menyiapkan dana tanggap darurat sebesar Rp 5 triliun. Dana itu diambil dari sisa uang yang dimiliki pemerintah DKI tahun 2012. Dana tersebut digunakan untuk mengatasi banjir secara bertahap, seperti pembuatan sumur resapan dan pengerukan sungai.
Jokowi juga membangun kolam retensi di Cieunteung, Baleendah Kabupaten Bandung. Pembangunan kolam retensi ini kemudian dilanjut dengan membangun terowongan air. Menurutnya, pembangunan ini merupakan solusi atas banjir tahunan yang terjadi di Kabupaten Bandung.
Tak hanya membangun saja, Jokowi juga mengajak peran serta pemerintah provinsi untuk berupaya menangani Banjir. Potensi banjir Jakarta juga sulit dibendung saat musim penghujan seperti ini. Menurut Jokowi Pemprov DKI Jakarta harus secepatnya bekerja dan melakukan pencegahan.
Jokowi meminta pemprov DKI segera membersihkan aluran sungai – sungai yang ada di Jakarta. Kondisi waduk – waduk tempat penampung air di Ibukota juga perlu dipastikan pemeliharaannya. Kalau perlu tambah waduk – waduk di Jakarta, ujar Jokowi.
Hal ini karena keberadaan waduk – waduk di Ibukota selama ini terbukti efektif mencegah banjir di Jakarta, dan dapat mengurangi banjir selama 30%.
Himbauan Jokowi kepada pemprov DKI, tentu bukan tanpa alasan, hal ini karena Jokowi pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan telah melakukan langkah – langkah preventif.
Dalam menangani banjir di Jakarta, tentu tak bisa hanya mengandalkan perbaikan hulu-nya saja, tetapi perlu juga diikuti berbagai macam perbaikan atau normalisasi di wilayah hilir.
Dalam mengambil langkah preventif, Joko Widodo tidak hanya blusukan tetapi melakukan langkah konkrit, melakukan revitalisasi waduk, pembersihan sungai dan memperbanyak ruang terbuka hijau.
Hal ini tentu menunjukkan bahwa Jokowi sungguh – sungguh dalam menghadapi banjir. Dimana ia langsung turun ke lapangan dan melihat langsung apa yang sudah ia rencanakan.
Strategi dalam menangani banjir tentu tak bisa dilakukan seorang diri, pemerintah juga perlu melakukan koordinasi antar kementrian / lembaga. Selain itu sosialisasi pada daerah potensial beresiko banjir juga perlu digalakkan oleh instansi terkait.
Dalam kinerjanya Jokowi tidak hanya berhasil dalam memberikan tindakan preventif untuk menanggulangi banjir, tetapi juga turut menggerakkan berbagai elemen untuk bersama-sama berupaya dalam menanggulangi banjir.
Menurut Indonesia Research Centre, Jokowi dinilai paling mampu menyelesaikan persoalan lingkungan. Selain itu Jokowi juga dinilai mampu menghadapi dua isu paling penting di DKI dimana salah satunya adalah masalah banjir.
Meskipun kritik mengalir deras untuk kinerjanya, Jokowi dinilai memiliki kemampuan signifikan dalam mengatasinya. Aksi blusukan dan turun langsung Jokowi untuk atasi banjir terbilang sukses. Misalnya, relokasi warga yang berada di sekitar waduk pluit yang ternyata berjalan efektif.
Jokowi juga menunjukkan konsistensinya dalam memperjuangkan warga ibukota agar terbebas dari banjir, karena membebaskan banjir di ibukota tentu tidaklah semudah mengembalikan telapak tangan. Membebaskan banjir berarti memindahkan warga dari daerah rawan banjir menuju tempat yang lebih aman. Misal dengan menyediakan rumah susun, sehingga masyarakat yang tinggal di bantaran kali tidak usah takut rumahnya kebanjiran.
Dalam menangani bencana seperti Banjir, Jokowi terbilang manusia yang tidak bisa diam, dirinya selalu berada di tempat bencana untuk meninjau langsung keadaan pasca bencana. Kepedulian Jokowi dalam menangani bencana tentu semakin meningkatkan elektabilitas bagi masyarakat yang merasakan masa kepemimpinannya.
)* Penulis adalah pemerhati tata kota