Aksi Bela Tauhid yang Tidak Perlu
Oleh : Shena Faradila )*
Pada tanggal 22 Oktober 2018 di Limbangan, Garut, telah digelar acara perayaan hari Santri nasional yang diikuti hampir empat ribuan santri yang telah memenuhi lokasi acara. Sebelum acara berlangsung, seluruh perwakilan ormas di wilayah Kecamatan Limbangan meneken tanda tangan perjanjian untuk melaksanakan perayaan dengan damai. Perjanjian tersebut menegaskan bahwa adanya pelarangan untuk tidak membawa bendera ormas selain bendera Merah Putih. Namun usai menyanyikan lagu Hubbul Wathon saat sesi hiburan, tiba-tiba ada peserta yang menaikkan bendera Arroyah yang diduga kerap digunakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bendera yang dibakar tersebut memiliki latar belakang hitam dengan bertuliskan lafaz tauhid yang identik dengan milik HTI. Selain itu, bendera tersebut juga kerap berkibar dalam berbagai acara HTI. Para pengibar beralasan, bendera itu merupakan panji Rasulullah yang dikenal dengan Arrayah.
Kronologi terjadinya aksi pembakaran yang dilansir dari bbc.com menyebutkan bahwa aksi tersebut merupakan reaksi yang spontan dilakukan oleh oknum Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang merupakan anggota GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor) pada hari Santri tanggal 22 Oktober lalu di Garut. Kejadian tersebut berawal saat ada peserta yang datang dengan mengibarkan bendera yang dianggap sebagai bendera HTI. Karena tersulut emosi, akhirnya bendera tersebut kemudian dibakar oleh sejumlah okum Banser. Kejadian tersebut direkam hingga video nya Viral di media sosial. Hal inilah yang pada akhirnya memicu banyaknya reaksi dari berbagai pihak terkait video pembakaran bendera tersebut.
Kasus pembakaran bendera Tauhid oleh oknum Banser saat peringatan Hari Santri tersebut berujung panjang. Pembakaran tersebut memicu berbagai reaksi di masyarakat baik di media sosial maupun aksi turun ke jalan terkait pembakaran bendera Tauhid. Aksi turun kejalan ini semakin besar karena telah terjadi di berbagai daerah dengan massa yang menuntut kepada pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pelaku pembakaran.
Selain aksi bela Tauhid yang sudah terjadi diberbagai daerah, kini kasus pembakaran bendera Tauhid tersebut malah berujung pada seruan aksi bela Tauhid. Seruan ini dikeluarkan oleh Imam Besar FPI Rizieq Syihab. Seruan itu berisikan agar seluruh umat Islam melakukan Aksi Bela Tauhid sebagai reaksi atas pembakaran bendera panji Rasulullah oleh oknum Banser. Menurut selebaran yang ada di Media sosial, Aksi ini rencananya akan diselenggarakan di Jakarta pada hari Jumat, 26 Oktober 2018 pukul 13:00 dengan titik kumpul di Patung Kuda. Hal tersebut seolah mengingatkan ingatan publik pada peristiwa serupa yang terjadi saat kasus Ahok 2017 lalu yang menjadi awal sensitifnya kasus SARA di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengimbau agar masyarakat menenangkan diri. Dilansir dari kumparan, Lukman meminta agar semua pihak tak perlu mengerahkan massa aksi bela Tauhid, baik yang menolak peristiwa itu ataupun sebaliknya. Sebab menurutnya, pengerahan massa akan menimbulkan masalah baru . Lukman menganggap semua pihak harus melihat peristiwa itu secara menyeluruh. Sebab, ada beragam informasi yang beredar dan tak semua dapat dipastikan kebenarannya.
Beliau menjelaskan bahwa Menurutnya, pihak GP Anshor juga telah memberikan penjelasan bahwa saat Hari Santri Nasional itu terdapat penyusup yang membawa bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bendera HTI tersebut dianggap memiliki kemiripan yang kuat dengan bendera Tauhid yakni Bendera dengan latar belakang hitam dan berlafadz Tauhid.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai, masyarakat tak perlu bereaksi berlebihan atas kasus pembakaran bendera itu. Jika ada yang merasa dirugikan atas aksi oknum Banser, cukup melaporkannya kepada polisi agar diproses secara hukum. Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas ikut bersuara sekaligus memberikan klarifikasi bahwa bendera yang dibakar oknum Banser tersebut betul merupakan bendera HTI. Atribut itu kerap digunakan HTI dalam setiap kegiatan. Namun, insiden yang terjadi di Garut itu terlanjur menuai reaksi negatif dari masyarakat. Bahkan menimbulkan kegaduhan diberbagai daerah hingga Para pejabat negara pun angkat bicara. Yaqut mengatakan, GP Ansor meminta maaf atas reaksi yang ditimbulkan dari kejadian ini.
Menanggapi kejadian tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut berbicara. MUI merasa prihatin dan menyesalkan kejadian yang menimbulkan kegaduhan di kalangan umat Islam. MUI juga menghimbau masyarakat atau ormas-ormas tertentu tidak melanjutkan aksi bela bendera tauhid. MUI khawatir hal ini akan dijadikan politik adu domba yang akhirnya memecah-belah umat. Apalagi, Polisi telah mengkonfirmasi bahwa bendera tersebut merupakan bendera HTI, jadi sebetulnya, aksi bela tauhid tidak perlu dilakukan. Terlebih ini merupakan tahun politik yang dikhawatirkan akan digunakan oleh pihak tertentu untuk membuat gaduh yang pada akhirnya dapat memecah belah persatuan bangsa. Oleh karena itu, cukup serahkan dan percayakan kasus ini kepada pihak aparat yang berwajib, dan kita sebagai masyarakat cukup mengawal dan tidak ikut terprovokasi pada hal-hal yang belum jelas kebenarannya.
)*Penulis adalah Mahasiswi Universitas Malahayati Bandar Lampung