Aksi Demo Bela Palestina Rentan Memicu Cluster Baru Covid-19
Oleh : Fauzan Rahman )*
Para buruh akan berdemo pada tanggal 18 mei 2021. Mereka memprotes kekejaman Israel yang menyerang Palestina secara brutal. Akan tetapi, demo di masa pandemi tentu dilarang, karena melanggar protokol kesehatan. Batalkan saja unjuk rasa ini, karena rentan menciptakan kluster Baru Covid-19.
Serangan tentara Israel ke wilayah perbatasan Palestina membuat rakyatnya menderita dan memakan korban jiwa hingga hampir 200 orang. Rakyat Indonesia langsung bergejolak dan mengecam Israel habis-habisan, karena tega menghabisi nyawa warga sipil, yang kebanyakan wanita dan anak-anak. Apalagi serangan ini ditujukan ke kompleks Masjidi Aqsa, sehingga melanggar HAM.
Para buruh yang tergabung dalam KSPI merencanakan unjuk rasa untuk memprotes kekejaman Israel pada 18 Mei 2021. Mereka mengklaim akan menerjunkan setidaknya 25.000 buruh dari seluruh wilayah Indonesia. Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan bahwa demo akan diadakan di kantor pemerintahan, gedung DPRD, Kantor PBB, dan Kedubes AS, di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Sayang sekali niat mereka untuk berdemo akan langsung dihadang aparat. Penyebabnya bukan karena pemerintah tidak pro Palestina, melainkan unjuk rasa saat masa pandemi dilarang keras. Walau Iqbal sudah mengklaim bahwa seluruh buruh akan mematuhi protokol kesehatan, tetapi kita tidak bisa percaya begitu saja.
Pertama, demo diadakan tak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota bahkan pulau lain. sehingga akan susah sekali untuk mengontrol apakah benar unjuk rasa sesuai dengan protokol kesehatan. Tidak ada jaminan apakah semua pendemo memakai masker dengan benar, apalagi suasana demo berlangsung panas dan otomatis akan banyak yang melepaskan masker.
Kedua, seluruh pendemo tidak diseleksi dulu, dalam artian mereka tak menjalani tes rapid atau swab dulu. Bagaimana jika ada yang berstatus orang tanpa gejala? OTG akan dengan mudah menularkannya melalui droplet, saat ia berorasi, karena orang akan cenderung melepas masker agar suaranya terdengar lebih keras.
Selain itu, droplet yang mengandung virus covid-19 juga bisa terbang ketika seorang OTG bersin, atau saat sesi makan siang bersama. Droplet juga bisa berpindah saat minum dari botol yang sama. Karena saat panas otomatis banyak yang haus dan pendemo yang soliter akan saling berbagi air mineral, tetapi malah bahaya karena membuat penularan corona.
Demonstrasi juga jelas membuat kerumunan dan pendemo melanggar 2 poin protokol kesehatan 5M sekaligus, yakni menghindari keramaian dan menjaga jarak. Penyebabnya karena pendemo selalu berjalan berdempetan, saking banyaknya yang turun ke jalan, dan akan susah sekali untuk menjaga jarak minimal 1 meter.
Sedangkan menghindari keramaian juga dilanggar oleh pendemo karena justru merekalah yang membuat kerumunan. Bayangkan betapa egoisnya para pengunjuk rasa, karena pengguna jalan yang terpaksa melintas di tengah demo bisa berpotensi untuk ketularan corona. Selain itu, para penjual makanan dan minuman yang sengaja ingin mengambil keuntungan dari pendemo juga bisa kena virus covid-19.
Jika seperti ini, kapan pandemi akan berakhir? Karena pendemo rata-rata orang yang suka protes dan ketika sakit malah playing victim dan menyalahkan pemerintah. Padahal saat mereka kena corona itu karena kesalahan dan kecerobohannya sendiri, yang menuruti nafsu untuk berunjuk rasa.
Sudahi saja demo untuk menentang Israel karena saat ini masih pandemi, jadi harus menjaga diri dan tidak membuat kerumunan. Tidak membuat unjuk rasa bukan berarti tak membela Palestina, karena jika ingin bersimpati pada mereka masih ada banyak cara. Misalnya dengan berdonasi ke badan amal yang terpercaya.
Demo untuk mendukung Palestina sebaiknya tidak dilakukan di masa pandemi, karena jika pengunjuk rasa nekat, akan makin menyebarkan corona. Jangan sampai di 1 wilayah yang sudah zona hijau atau oranye berubah jadi zona merah, karena ada klaster demonstrasi. Kita ingin pandemi cepat selesai, oleh karena itu harus menaati protokol kesehatan dan menahan diri.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Depok