Aksi Demo Berpotensi menimbulkan Kluster Covid-19
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Demonstrasi merupakan hak warga negara yang dijamin konstitusi. Namun demikian, demonstrasi di masa pandemi patut disesalkan karena berpotensi menimbulkan kluster covid-19.
Demonstrasi buruh di berbagai wilayah setelah pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja. Menanggapi hal tersebut, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan menggunakan UU kekarantinaan untuk membubarkan massa aksi.
Aksi demonstrasi ini diikuti oleh beragam buruh dari sejumlah sektor industri mulai dari energi, kimia, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, elektronik hingga otomotif. Sebaran buruh yang melakukan aksi tersebut antara lain di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Serang dan Cilegon.
Di Bandung, mahasiswa justru menggelar aksi unjuk rasa mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja yang telah disahkan. Aksi ini terpusat di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Masa juga menggelar aksi teatrikal hingga membakar ban.
Aksi yang sama juga dilakukan oleh ribuan buruh di depan Balai Kota Bandung. Jalan Wastukencana. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP TSK) SPSI Roy Jinto juga meminta pemerintah agar membatalkan pengesahan UU Cipta Kerja.
Aksi buruh juga dilakukan sampai melakukan blokade, seperti yang terlihat di jalur utama Garut-Bandung. Mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan salah satu pabrik di Jalan Raya Garut-Bandung, Kecamatan Leles. Ribuan Buruh tersebut turun ke jalan. Mereka mogok bekerja dan melakukan aksi unjuk rasa di sama.
Juru bicara satgas penanganan corona Wiku Adisasmito, memberikan arahan agar para peserta unjuk rasa tetap menjaga dan mengikuti protokol kesehatan. Hal tersebut bertujuan agar tidak memunculkan klaster baru.
Aksi massa di tengah pandemi Covid-19 yang ditakutkan dapat menjadi klaster baru ternyata terbukti. Kerumunan yang dilakukan sekelompok orang karena aksi demo dapat menambah jumlah kasus baru.
Di Tangerang telah ditemukan sebanyak 13 buruh reaktif usai menjalani rapid test Covid-19. Tes tersebut dilakukan saat buruh melakukan aksi demo. Selain itu, di Jakarta juga ditemukan 12 orang reaktif rapid test covid-19 di DKI Jakarta. Mereka ditemukan dari 200 orang diduga kelompok anarki yang hendak melakukan aksi di DPR, Jakarta Pusat, Rabu kemarin. Dari 200 orang yang diamankan, 90 orang telah dilakukan rapid test dan 12 diantaranya menunjukkan hasil reaktif.
Aksi demo yang terjadi seakan kontras dengan kondisi pandemi yang tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Dalam kondisi saat ini, jaga jarak tentu hal yang harus dilakukan.
Demo massif ini dikhawatirkan akan banyak pihak yang akan menjadi ruang penularan virus corona (Covid-19). Munculnya klaster demonstrasi akan menjadi risiko besar, dalam penyampaian pendapat tanpa mematuhi protokol kesehatan.
Wiku mengatakan, klaster industri sudah banyak bermunculan dan hal ini tentu akan berpotensi mengganggu kinerja pabrik dan industri lainnya, potensi serupa akan muncul dalam kegiatan berkerumun.
Alih-alih menuntut hak, klaster demonstrasi justru berpotensi membuat para buruh tertular covid-19 yang dapat berakibat fatal.
Wiku juga pernah mengingatkan bahwa menjaga jarak minimal 1 meter akan mengurangi risiko penularan Covid-19 sampai 85%. Sementara itu, dengan memakai masker bedah hal tersebut akan mengurangi risiko penularan sebanyak 70%.
Ia menambahkan bahwa setiap usaha yang dilakukan saat ini dalam berperang melawan Covid-19 akan membuahkan hasil. Asalkan kita betul-betul konsisten untuk melakukan perubahan perilaku, yakni dengan menjalankan protokol kesehatan dan seluruhnya dilakukan secara sungguh-sungguh.
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengkhawatirkan demonstrasi terkait undang-undang Cipta Kerja di berbagai daerah di Indonesia akan memunculkan klaster baru Covid-19.
Berkaca dari kasus kematian seorang warga Amerika Serikat George Floyd pria kulit hitam yang dibunuh oleh polisi mengakibatkan warga di negara itu melakukan unjuk rasa besar-besaran di tengah situasi pandemi covid-19.
Jika klaster demonstrasi bertambah, tentu hal ini dapat membuat RS kembali penuh dan risiko penularan ke masyarakat tentu besar. Tentu saja dalam keadaan pandemi seperti pengendalian covid-19 haruslah menjadi prioritas.
Jika aksi ini dibiarkan berjalan tanpa adanya protokol kesehatan, tentu saja hal ini dapat mengganggu penanganan covid-19 di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini