Aksi KAMI Tidak Mendapat Simpati Warga
Oleh : Muhammad Risfan )*
KAMI gagal total dalam merebut simpati masyarakat, karena mereka terbukti hanya bisa menghina pemerintah. Mereka juga numpang tenar dalam demo omnibus law. Masyarakat jadi jengah dan tidak merasa ada korelasi antara misi mereka untuk selamatkan Indonesia dengan caci-maki yang dikeluarkan.
Din Syamsudin cs tak ada habisnya jadi bahan pemberitaan. Namun sayangnya, ia dan organisasinya (KAMI) tidak masuk headline karena prestasi. KAMI jadi sorotan publik karena terlihat sebagai kumpulan kaum tua yang selalu memprotes setiap kebijakan pemerintah. Alasan penolakan juga tidak logis, karena yang diperdebatkan oleh mereka adalah hoax.
Masyarakat makin antipati terhadap KAMI. Pertama, mereka tidak bisa dipegang omongannya. Karena menyatakan dukungan terhadap aksi demo buruh tanggal 8 oktober lalu. Padahal kita tahu sendiri bahwa kumpulan massa pada saat pandemi sangat berbahaya karena bisa menimbulkan klaster corona baru. Namun KAMI beralasan hanya melindungi rakyat.
Padahal bulan lalu saat ada persiapan pemilihan calon kepala daerah, KAMI menolak keras acara itu. Dengan alasan jika ada pilkada maka bisa membuat banyak penularan corona, karena saat acara kampaye calon kepala daerah dan coblosan ada kerumunan. Di sini bisa terlihat mereka itu isuk dele sore tempe alias plinplan.
Politisi Ruhut Sitompul menyatakan bahwa saat ini masyarakat sudah cerdas dan tahu, mana pihak yang bekerja, mana yang tidak. KAMI hanya bisa berkumpul tapi untuk ngerumpi asal bunyi. Pria yang juga berprofesi sebagai aktor ini juga berkata bahwa masyarakat sudah jenuh akan ocehan KAMI dan yakin bahwa mereka gagal meraih simpati rakyat.
KAMI juga pernah melanggar beberapa aturan sekaligus. Mereka mengumpulkan massa dengan alasan ziarah di TMP Kalibata, padahal sudah dibatasi jumlah orangnya agar menaati aturan physical distancing. Mirisnya, dalam acara tersebut, bukannya berdoa dan merenungi jasa pahlawan. Namun malah ada provokasi untuk ikut mendukung KAMI.
Masyarakat tentu heran karena KAMI melanggar etika. Bagaimana bisa kampanye dilakukan di dekat kompleks pemakaman? Jika mereka ingin mencari dukungan publik, carilah tempat lain yang lebih representatif. Jangan ada modus mengajak ziarah malah ditodong untuk ikut mendukung organisasi tersebut. Padahal mereka adalah tokoh senior, seharusnya tahu unggah-ungguh.
KAMI yang ingin mencari simpati masyarakat juga menggunakan black campaign di sosial media. Para anggotanya sibuk membuat status di Facebook maupun Twitter yang bernada keras terhadap pemerintah. Juga menyebar hoax tetang omnibus law. Banyak yang jengah karena mereka hanya bisa hate speech tapi tidak ada usaha untuk selamatkan Indonesia.
Ketika mereka ditegur keras dan dikenai UU ITE oleh aparat, yang ada bukannya permintaan maaf. Namun mendesak untuk segera dilepaskan. Padahal tiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anggota KAMI sudah terbukti meresahkan masyarakat dan membuat status tentang berita palsu, tanpa mengecek kebenarannya.
Sebaris status terlihat biasa namun memiliki efek dahsyat pada pengikut mereka. Jika masyarakat sudah terlanjur percaya tentang berita yang di-share oleh anggota KAMI, padahal ternyata palsu, bisa ada keresahan. Rakyat akan merasa dicederai pemerintah, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Hoax yang disebar sudah mengarah ke arah fitnah.
Masyarakat sudah cukup melihat aksi para anggota KAMI dan manuvernya. Juga segala tindakan dan ucapannya yang terekam di sosial media dan portal online. Mereka sudah mengambil keputusan bahwa tak usah mempercayai setiap omongan anggota KAMI, karena mereka bicara tidak berdasarkan fakta. Penolakan terhadap UU hanya karena alasan subjektif.
Hentikan segera hasutan KAMI karena masyarakat saat ini sudah melek politik. KAMI lupa bahwa makin banyak kaum terpelajar yang tidak mudah terkena hoax. Jangan pengaruhi mereka yang masih awam dan mencuci otak dengan kebencian.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Tangerang