Alasan 5 Wilayah Adat di Papua Sepakat Mendukung Pemekaran
Seluruh perwakilan lima wilayah adat di Papua, secara bulat mendukung rencana pemerintah yang akan melakukan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) dan pelaksanaan Otonomi khusus (Otsus) di Bumi Cenderawasih.
Adapun lima wilayah adat tersebut antara lain, wilayah Adat Tabi, wilayah Adat Saireri, wilayah Adat Animha, wilayah Adat Mepago, dan wilayah Adat Lapago.
Kepastian dukungan itu disampaikan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), usai mengikuti rapat khusus percepatan pembangunan, kesejahteraan sesuai wilayah adat Papua, di Suni Garden Lake Hotel & Resort Sentani, Jumat (10/06/2022) malam.
“Hasil pertemuan tadi, dari 5 wilayah adat, baik pimpinan daerahnya, tokoh adat, perempuan, agama dan masyarakat telah sepakat untuk mendukung penuh revisi UU Otsus nomor 2 tahun 2021 dan DOB berbasis wilayah adat,” jelas Toni. Toni mengatakan, dukungan tersebut juga telah disepakati berdasarkan hasil perumusan bersama. Inti dari dukungan tersebut untuk percepatan pembangunan masyarakat Papua berbasis ada wilayah adat.
“Pemekaran berbasis wilayah adat, dapat mempercepat pembangunan dan membuka akses pekerjaan bagi Orang Asli Papua, baik di organisasi politik, pemerintahan dan berbagai sektor lainnya,” ujarnya.
Selain itu, dikatakannya, dengan berbasis adat juga akan lebih membuka jalur konektivitas jarak di Papua yang begitu luas lebih 3 kali dari Pulau Jawa. “Jadi saya pikir ini Rahmat yang perlu harus disyukuri bahwa DOB ini harus segera disahkan sehingga masing-masing wilayah adat berpikir keras untuk membangun masyarakat adatnya mulai dari kampung,” ujarnya.
Dia juga mengusulkan, untuk terus mengawal aspirasi yang telah disepakati, maka perlu dibentuk lagi sebuah forum antara pimpinan daerah dan masyarakat berbasis wilayah adat. Hal tersebut perlu dilakukan lantaran menurutnya agar kedepan tidak terjadi gejolak lagi di Tanah Papua ini. “Karena Otsus selama ini kan banyak terjadi tumpang tindih dengan aturan dan undang-undang lain. Artinya adanya DOB harus ada kewenangan yang lebih luas terhadap afirmasi, agar benar-benar dapat dirasakan Orang Asli Papua,” pungkasnya. (*)