Alasan Pemerintah Mengimpor Beras
Oleh : Mochtar Hidayat )*
Mungkin kalian heran dengan memakan informasi bahwa pemerintah menginginkan impor beras dari luar negeri, padahal di dalam negeri terdapat banyak pasokan beras yang bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan meskipun Kementerian Pertanian sudah memastikan pasokan beras hingga masa panen pada Maret 2018 masih dalam batas aman, Kementerian Perdagangan tetap membuka keran impor beras bagi sekitar 500 ribu ton beras dari Vietnam dan Thailand, yang akan tiba pada akhir Januari ini. Kebijakan impor beras ini adalah yang pertama kali dalam dua tahun terakhir. Informasi yang setengah – tengah inilah yang akan menjadi kekacuan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan informasi bahwa harga rata-rata beras medium di tingkat penggilingan pada Desember 2017 naik sebesar 2,66 persen menjadi Rp9.526 per kilogram jika dibandingkan dengan November. Kenaikan harga beras, khususnya kualitas medium pada Desember 2017, tersebut akibat ada kenaikan permintaan dari masyarakat. Masih menurut BPS, kenaikan rata-rata harga beras bukan hanya terjadi pada beras kualitas medium saja, namun, untuk beras kualitas premium tercatat juga mengalami kenaikan menjadi Rp9.860 per kilogram atau naik 3,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Harga beras yang naik dinilai menjadi salah satu kontributor kemiskinan mereka, serta penerapan harga eceran tertinggi (HET) merupakan cara instan dan bukannya solusi stabilitas harga beras jangka panjang. Saat ini pun banyak tempat penggilingan padi tutup karena harga gabah sudah lebih tinggi daripada HET. Untuk itu, CIPS mendorong pemerintah untuk membuka keran impor untuk menstabilkan pasokan dan harga beras. Pemerintah bisa memanfaatkan kerja sama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan mengimpor beras dari Thailand atau Vietnam yang harga berasnya lebih murah dari Indonesia.
Pemerintah biasanya melakukan proses negosiasi dahulu terkait dengan rencana dan juga besaran impor beras dari luar negeri pemasok seperti Vietnam dan Thailand, yang nantinya akan dijadikan penguatan stok agar tidak terjadi kelangkaan bahan kebutuhan pokok. Pemerintah sedang menyiapkan stok beras dari Vietnam dan Thailand sebagai antisipasi terhadap keterbatasan pasokan akibat fenomena El Nino. Pemerintah menyiapkan impor beras itu adalah untuk pembangunan stok, karna pemerintah tidak ingin mengambil risiko untuk kelangkaan beras. Yang artinya Impor beras hanya untuk penguatan stok di Bulog. Rencana pemerintah untuk impor beras tersebut tidak akan merugikan petani kita, dikarenakan beras yang nantinya akan diimpor oleh Perum Bulog tersebut tidak akan dilepaskan ke pasar, hanya untuk penguatan stok dan dilepas jika ada kelangkaan. BMKG sendiri memprediksi tingkat kekeringan saat ini lebih tinggi dibandingkan El Nino pada 1997-1998, yang pada waktu itu sempat membuat pemerintah harus mengimpor berton-ton beras. Dampak fenomena El Nino mulai terasa karena stok beras sedang mengalami penurunan, sehingga pasokan komoditas tersebut terbatas di beberapa daerah dan menyebabkan kenaikan harga.
Dan sekarang ini pemerintah memutuskan mengubah kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal impor beras yang akan dilakukan pada awal 2018. Semula Kemendag memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras, yang akan didatangkan dari Vietnam dan Thailand, pada akhir Januari 2018. Kemendag menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI melakukan impor beras dan mendistribusikannya dengan harga sesuai HET beras medium, yakni Rp9.450 per kilogram. Akan tetapi, pada hari ini, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan kegiatan impor beras pada awal 2018 itu akan dilakukan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
Sebenarnya Kementerian Pertanian sendiri menyatakan bahwa stok beras aman hingga masa panen pada Maret 2018. Bahkan Menteri Pertanian (Mentan) pihaknya tidak khawatir terkait stok beras, sebab saat ini stok beras nasional mencapai kurang lebih yaitu 1 juta ton, bisa dibilang lebih dari cukup untuk stok. Namun Menteri Perdagangan (Mendag) justru berkata terbalik bahwa stok beras semakin menurun sehingga menyebabkan harga beras melonjak tinggi. Dengan alasan tersebut, Mendag tidak punya pilihan lain untuk membuka keran impor beras. Hingga pada Jumat (12/1/2018) stok beras mencapai 900.000 ton. Dengan, jumlah stok tersebut Kemendag Klaim tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Sehingga Kemenag tidak ingin khawatir untuk mengamil risiko kekurangan pasokan berasm dengan mengimpor beras khusus tentnunya yang tidak ditanam dalam negeri sendiri. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mendukung pernyataan Mendag bahwa Indonesia saat ini kekurangan stok beras. Jusuf Kalla atau Wakil Presiden memberi keputusan pemerintah mengimpor 500.000 ton beras dari Vietnam dan Thailand dilakukan karena kebutuhan.
Keputusan impor tersebut langsung banyak disambut pro kontra dari berbagai pihak. Menilai beras yang akan didatangkan dari Vietnam dan Thailand berpotensi membuat harga gabah jatuh karena sudah dekat dengan masa panen raya padi di Indonesia pada Maret 2018. Impor akan memakan waktu hampir dua bulan. Dan ketika beras ini masuk ke Indonesia dan terdistribusi ke konsumen, yang nyatanya petani sudah panen raya pada Maret. Akan menghancurkan harga gabah ditingkat usaha tani. Namun menurut Mendag Enggartiasto, stok beras dari impor tersebut akan masuk pada akhir Januari ini. Dan impor beras ini tidak akan memakai uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Akan tetapi, sepenuhnya menggunakan uang dari importir yakni PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) (PPI). Bahkan impor kali ini juga pertama kali dilakukan oleh importir selain Bulog. Dipilihnya PPI kerena saat ini Bulog tengah menghadapi sejumlah persoalan pengoplosan beras jenis medium dari Vietnam dengan beras lokal. Seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan. Sehingga nanti tidak akan timbul lagi persoalan, kalau Bulog dioplos dan sebagainya.
Menteri Perdagangan ( Mendag) Enggartiasto Lukita meminta, seluruh pelaku usaha perberasan di Indonesia agar menyalurkan stok beras kepada pasar dan jangan menahan atau menimbun yang akan berakibat kenaikan harga beras. Hal ini dilakukan agar harga beras yang ada di pasaran segera pulih seperti yang diatur dalam Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. Pemerintah telah memiliki aturan berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Barang Kebutuhan Pokok. Dengan demikian, para distributor dan pedagang wajib melaporkan badan usahanya, kepemilikan gudang hingga stok barang yang dimiliki kepada pemerintah. Sebab jika kenaikan harga pangan tidak dikendalikan, maka memiliki dampak yang luas, mulai dari inflasi hingga daya beli masyarakat. Selain itu, saat ini pemerintah juga mengimbau agar para pedagang beras menjual beras operasi pasar yanh digelontorkan oleh pemerintah. Mendag menilai, jika ada pedagang atau pengusaha yang tidak berkenan menjual beras operasi pasar, maka diduga tengah memanfaatkan momentum kenaikan harga beras yang saat ini terjadi. Dan kalau ada pedagang pasar atau pedagang beras di pasar yang tidak mau menjual, maka patut diduga menikmati keuntungan yang berlebihan dengan memainkan harga itu sehingga akan merugikan banyak orang bahkan seluruh Indonesia yang terkena dampak.
)* Penulis adalah mahasiswa STISIP Mbojo, Bima, NTB