Warta Strategis

Alih Status Pegawai KPK Sudah On The Right Track

Oleh :  Putu Prawira )*

Polemik terkait peralihan status pegawai KPK untuk menjadi ASN tidak perlu berlarut-larut, apalagi perpindahan status tersebut telah sesuai dengan amanat Undang-undang (UU) nomor 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK.

Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai proses asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) terkait pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) sudah on the right track. Dari aspek regulasi, dirinya menyatakan, proses TWK telah sesuai dengan amanat undang-undang.

Kita tentu perlu menengok Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN, serta peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.

Dirinya menerangkan, secara prinsip dan substansi proses asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai KPK menjadi ASN, sudah On the right track.

Peneliti senior Indo Survey and Strategy  (ISS) tersebut menyatakan berdasarkan acuan hukum TWK, setidaknya tiga hal penting telah menjadi persyaratan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN. Pertama, setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah. Kedua, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan. Ketiga memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Mengenai aturan pelaksanaan tata cara alih status pegawai KPK, Karyono menjelaskan, hal itu diatur dalam pasal 5 ayat (4) Peraturan KPK 1/2021. Karenanya, dilaksanakan asesmen TWK oleh KPK bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dalam keterangan resminya BKN menyatakan bahwa TWK bagi pegawai KPK berbeda dengan tes serupa untuk calon pegawai negeri sipil CPNS. BKN melansir, CPNS merupakan entry level, sehingga soal-soal TWK yang diberikan berupa pertanyaan terhadap pemahaman akan wawasan kebangsaan.

Sementara itu, TWK bagi pegawai KPK dilakukan terhadap orang-orang yang sudah menduduki jabatan senior seperti deputi, direktur/kepala biro, kepala bagian, penyidik utama, dan lain-lain. Dengan begitu, diperlukan jenis tes yang berbeda untuk mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan para pegawai KPK dalam proses berbangsa dan bernegara.

Selain itu, untuk menjaga independensi, maka pelaksanaan asesmen TWK telah digunakan metode assesment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor. Dalam multi-metode, dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur yaitu tes tertulis indeks moderasi bernegara dan integritas (IMB 68), penilaian rekam jejak dan wawancara.

Sementara dalam multi-asesor, pihak yang dilibatkan tidak hanya berasal dari BKN, tetapi dari instansi lain seperti Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (AD), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS dan pusat Intelijen TNI AD.

Menanggapi hal tersebut, Karyono menilai arah dari asesmen ini sebenarnya sudah diarahkan demi menjaga agar objektivitas hasil penilaian dan mencegah adanya intervensi.

Berkaitan dengan perdebatan terkait proses TWK di mana oleh sebagian golongan dianggap ada unsur kesengajaan untuk menjegal orang tertentu, Karyono menduga bahwa persepsi tersebut terbangun karena dipengaruhi oleh sentimen politis yang sudah terjadi sebelumnya.

Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono menegaskan, bahwa penetapan status pegawai KPK sebagai ASN atau PNS bukanlah upaya pemerintah untuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Sama sekali tidak ada niat Pemerintah untuk melemahkan kembaga sejekasKPK dalam hal ini, sebaliknya ini merupakan bagian dari memperkuat institusi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Jika ada 1.351 pegawai yang ikut tes dan 75 orang tidak lolos, Johanes menganggap bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Tidak perlu dipersoalkan. Kalau 90 persen peserta tes tidak lolos, mungkin perlu dipertanyakan.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Eva Yuliana meminta agar semua pihak untuk segera mengakhiri isu yang seolah-olah menempatkan tarik ulur masalah 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK sebagai persoalan perbedaan sikap antara Presiden Jokowi dengan Ketua KPK Firli Bahuri.

Jika pelaksanaan TWK sudah sesuai dengan undang-undang, tentu saja pelaksanaan TWK tersebut patut didukung dan berguna untuk menyeleksi pegawai demi mewujudkan KPK sebagai lembaga antirasuah yang independen.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih