Ancaman Nyata OPM Rusak Harmoni dan Keamanan Papua
Oleh: Abisai Wamang
Situasi di Papua kembali memanas dengan terjadinya baku tembak antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) dan aparat keamanan TNI/Polri di Kampung Pogapa, Distrik Homeo, Kabupaten Intan Jaya.
Konflik yang terjadi pada Jumat, 30 Agustus 2024 ini menunjukkan betapa ancaman dari OPM semakin nyata dan merusak harmoni serta keamanan di wilayah Papua. Insiden ini juga mencerminkan tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menjaga keutuhan wilayah serta melindungi masyarakat sipil di tengah eskalasi konflik yang berkepanjangan.
Peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh OPM ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Papua. Namun, semakin seringnya kekerasan ini terjadi, semakin nyata pula dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.
Keberadaan OPM di wilayah tersebut tidak hanya mengancam stabilitas keamanan, tetapi juga menciptakan ketakutan dan ketidakpastian di kalangan warga sipil. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OPM kian memperburuk situasi, di mana masyarakat yang seharusnya dapat hidup dengan aman dan damai, kini terjebak dalam lingkaran kekerasan yang tampaknya tak kunjung usai.
Dalam insiden terbaru ini, TPNPB-OPM, di bawah pimpinan Mayor Keny Tipagau, melancarkan serangan terhadap aparat TNI/Polri yang sedang bertugas di sekitar Bandara Pogapa. Sebby Sambom, juru bicara OPM, mengklaim bahwa serangan ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kehadiran militer Indonesia di Papua.
Ia juga menyatakan bahwa OPM siap menembak pesawat sipil yang akan mendarat di bandara tersebut jika digunakan untuk menurunkan pasukan militer. Tindakan ini jelas menunjukkan bahwa OPM tidak hanya menargetkan aparat keamanan, tetapi juga mengancam keselamatan warga sipil yang tidak bersalah.
Ancaman terhadap keselamatan penerbangan sipil ini merupakan salah satu bentuk teror yang sangat berbahaya. Bandara Pogapa, yang seharusnya menjadi sarana vital bagi mobilitas masyarakat dan ekonomi setempat, kini menjadi titik rawan yang dikhawatirkan oleh banyak pihak.
Serangan terhadap fasilitas publik seperti ini tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga merusak infrastruktur yang sangat penting bagi pembangunan di daerah tersebut.
Kekerasan yang dilakukan oleh OPM juga berdampak pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan datang. Dengan tegas, Sebby Sambom menyatakan bahwa OPM akan melakukan segala cara untuk menggagalkan Pilkada di Kabupaten Intan Jaya.
Ancaman ini menimbulkan kekhawatiran bahwa proses demokrasi yang seharusnya berjalan dengan lancar dan damai, kini berada di bawah bayang-bayang kekerasan dan intimidasi. Masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pemilihan terancam oleh kemungkinan serangan dari OPM, yang dapat menghambat pelaksanaan Pilkada dan mencederai proses demokrasi di Papua.
Pemerintah Indonesia, melalui aparat keamanan, terus berupaya menjaga stabilitas di wilayah Papua. Langkah-langkah pengamanan ditingkatkan, khususnya di wilayah-wilayah yang dianggap rawan seperti Distrik Homeyo.
Panglima Koops Habema, Brigjen TNI Lucky Avianto, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan keamanan dan kelancaran aktivitas masyarakat, termasuk penerbangan di Bandara Pogapa. Namun, upaya ini tidak selalu berjalan mulus. Ketidakpuasan OPM terhadap respons aparat keamanan kerap memicu bentrokan yang merugikan semua pihak.
Kejadian pada 30 Agustus lalu juga memicu perlawanan dari masyarakat setempat di Distrik Homeyo. Warga yang merasa terancam oleh keberadaan OPM berusaha untuk mengusir mereka dari wilayah tersebut.
Perlawanan ini menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat Papua mendukung tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OPM. Banyak di antara mereka yang justru menginginkan perdamaian dan stabilitas, serta kehidupan yang lebih baik tanpa adanya ancaman dari kelompok bersenjata.
Namun, di sisi lain, keberadaan OPM juga menjadi cerminan dari masalah yang lebih dalam di Papua. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat, kesenjangan ekonomi, serta isu-isu sosial dan politik yang kompleks turut menjadi faktor yang mendorong sebagian orang untuk bergabung dengan OPM.
Meskipun demikian, penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik hanya akan membawa penderitaan bagi masyarakat dan merusak tatanan sosial yang ada.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah Indonesia untuk tidak hanya mengandalkan pendekatan keamanan dalam menangani konflik di Papua. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, yang mencakup dialog dengan berbagai pihak, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dengan demikian, upaya untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Papua dapat lebih efektif dan dapat diterima oleh semua pihak.
Penting juga bagi masyarakat internasional, khususnya negara-negara anggota Melanesian Spearhead Group (MSG), untuk turut serta dalam mencari solusi bagi konflik di Papua. Desakan dari OPM agar negara-negara MSG melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Papua menunjukkan bahwa isu ini sudah menjadi perhatian internasional.
Dukungan dari komunitas internasional dapat membantu mendorong terwujudnya dialog dan penyelesaian yang damai bagi konflik ini.
Situasi di Papua yang semakin kompleks memerlukan perhatian dan tindakan yang serius dari semua pihak. Ancaman dari OPM yang terus mengganggu keamanan dan harmoni di wilayah tersebut harus ditangani dengan bijak.
Masyarakat Papua berhak untuk hidup dalam damai dan mendapatkan kesempatan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mendukung upaya-upaya yang dapat membawa perdamaian dan keadilan di Papua, serta memastikan bahwa hak-hak masyarakat setempat dihormati dan dilindungi.
*) Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Cenderawasih (Uncen)