Asian Games dan Dampak Ekonomi Bagi Indonesia
Oleh : Alfonsius Ladi Ola )*
Asian Games akan berlangsung sebentar lagi namun masih banyak masyarakat yang ragu dengan manfaat sebagai tuan rumah bagi Indonesia. Keraguan tersebut memang tidak dapat dihindari mengingat saat ini perekonomian Indonesia masih belum benar-benar stabil. Dolar juga masih bertahan dikisaran Rp 14.000, yang tentu membuat berbagai peralatan dan perlengkapan Asian Games yang kebanyakan diimpor dari luar negeri menjadi mahal harganya.
Selain itu pengalaman Yunani yang menjadi tuan rumah Olimpiade 2004 serta Brasil yang menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan Olimpiade Rio 2016 membuat sebagian orang khawatir Indonesia akan mengalami nasib yang serupa dengan dua negara tersebut. Pasalnya kedua negara tersebut mengalami resesi ekonomi setelah menjadi tuan event terbesar sejagat.
Yunani mengalami krisis ekonomi pada tahun 2008 karena tidak mampu membayar hutang. Produk Domestik Bruto mereka mengalami difisit sampai 7,5 persen. Begitu pula dengan Brasil yang mengalami kesulitan ekonomi dan skandal korupsi yang melibatkan begitu banyak petinggi negara tersebut setelah menggelar Piala Dunia dan Olimpiade.
Tentu pengalaman dua negara tersebut harus menjadi pembelajaran bagi Indonesia dalam menyelenggarakan Asian Games. Pemerintah dalam hal ini Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (Inasgoc) harus berhati-hati dalam menggunakan dana negara untuk menyelenggarakan perhelatan ajang olahraga multievent terbesar di Asia ini.
Namun Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang jauh lebih kokoh daripada Yunani dan Brasil. Indonesia tidak hanya mampu menghindari bencana ekonomi paska penyelenggaraan Asian Games. Tapi Indonesia juga bisa mendapatkan keuntungan sebagai tuan rumah.
Berkaca dari Thailand yang menjadi tuan rumah Asian Games tahun 1998. Saat itu Thailand menggelontorkan dana sebesar Rp 6,7 triliyun. Mereka mendapatkan keuntungan sebesar Rp 300 miliar dari penyelenggaraan Asian Games. Begitu pula Korea Selatan.
Korea Selatan yang menjadi tuan rumah Asian Games 2002 mengeluarkan dana sebesar Rp 34,65 triliyun. Negeri Gingseng tersebut mendapatkan keuntungan sebesar Rp 670 miliar. Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro pun menyebutkan Indonesia harus bercermin kepada Korea Selatan dalam menyelenggarankan event olahraga internasional.
Pada tahun 1986 Korea Selatan menjadi tuan rumah Asian Games ke-10 di Seoul. Dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 1988 Korea Selatan menjadi penyelenggara Olimpiade Musim Panas ke-24 di kota yang sama.
Korea Selatan menunjukkan diri kembali sebagai tuan rumah Asian Games ke-14 tahun 2002 di Busan, dan secara bersamaan tahun 2002 menjadi tuan rumah Piala Dunia bersama Jepang. Selanjutnya, negeri Ginseng itu menjadi tuan rumah Asian Games ke-17 kembali pada 2014 di Incheon.
Korea Selatan menyadari menjadi tuan rumah event keolahragaan internasional menjadi sarana yang efektif untuk menaikkan citra negara. Sejak itu perekonomian Korea Selatan tumbuh pesat dan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Karena itu tidak mengherankan banyak negara yang berlomba menjadi tuan rumah Asian Games. Beruntung Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Asian Games 2018 ini. Sempat ditawarkan kepada Vietnam yang akhirnya menolak Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah pada tahun 2014.
Australia juga menjadi contoh negara yang paling berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya setelah menjadi tuan rumah event olahraga internasional. Setelah Australia menggelar Olimpiade Sydney tahun 2000 pertumbuhan ekonomi Australia meningkat sampai USD 490 juta per tahun selama 12 tahun sejak masa persiapan dan sesudah event.
Dilihat dari present value dampak Olimpiade terhadap ekonomi Australia mencapai USD 6,5 miliar dan lapangan pekerjaan meningkat 5.300 di New South Wales dan di Australia Kota dengan rata-rata 7.500 per tahun selama 12 tahun.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) mengestimasi total dampak langsung penyelenggaraan Asian Games 2018 terhadap ekonomi di Indonesia mencapai Rp 45 triliun. Kementerian PPN pun sudah memprediksi Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan Thailand pada tahun 1998 dan Korea Selatan tahun 2002.
Rakyat Indonesia akan mendapatkan keuntungan ekonomi dari belanja dan pengeluaran atlet, ofisial, dan penonton selama Asian Games berlangsung. Kementerian PPN memperkirakan dampak langsung pengeluaran peserta dan pengunjung Asian Games 2018 mencapai Rp 3,6 triliun. Artinya Rp 3 triliyun lebih banyak dibandingkan Korsel pada tahun 2002.
Diprediksi peserta dan pengunjung Asian Games akan memberikan dampak ekonomi langsung sebesar Rp 2,5 triliun di Jakarta dengan konsentrasi persebaran peserta dan pengunjung sebanyak 70 persen, dan Rp 1,1 triliun di Palembang dengan konsentrasi persebaran peserta dan pengunjung sebanyak 30 persen.
Angka ini tidak sekedar perkiraan semata karena sudah 45 negara yang mendaftar untuk ikut serta dalam kompetisi olahraga internasional ini. Artinya ada sekitar hampir 15 ribu atlet dan tujuh ribu official yang akan datang ke Indonesia.
Selain dampak ekonomi langsung Asian Games juga akan memberikan dampak ekonomoi tidak langsung. Seperti promosi pariwisata. Asian Games dinilai akan meningkatkan awareness wisatawan mancanegara tentang destinasi wisata, termasuk wisata kuliner dan budaya Indonesia.
Dalam rangka Asian Games ini pemerintah juga membangun banyak infrastuktur seperti MRT dan LRT. Tapi tidak hanya infrastuktur transportasi pemerintah juga membangun berbagai infrasturktur pendukung lainnya. Pemerintah juga membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kompleks Olahraga Jakabaring, Palembang.
Tentu PLTS ini tidak hanya akan menerangi Kompleks Olahraga Jakabaring tapi juga seluruh Kota Palembang dan sekitarnya. Tidak hanya sebagai dukungan terhadap energi terbarukan pembangunan infrastruktur PLTS ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Palembang.
Dengan proses persiapan yang apik maka Asian Games Jakarta-Palembang jelas memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. Tidak hanya pemerintah tapi juga seluruh rakyat Indonesia.
)* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Flores