Bagai Pisau Bermata Dua, Buah dari Politik 2 Kaki
Oleh: Sultan Fathoni *)
Belakangan kita mendengar koalisi antara partai Gerindra dengan partai Demokrat semakin memanas. Kita sama-sama tahu bahwa kedua partai tersebut dipimpin oleh dua jenderal besar yang memiliki prestasi masing-masing ketika masih menjabat di lembaga TNI. Dengan menyandang gelar jenderal besar ini kita bisa menilai bahwa keduanya memiliki power yang cukup besar untuk menggerakkan masyarakat. Kebetulan dinamika politik saat ini mengharuskan kedua jenderal tersebut bersama masing-masing partai yang dipimpinnya menjalin sebuah koalisi untuk berhadapan dengan kubu Jokowi sebagai petahana memperebutkan kursi RI 1 pada Pilpres 2019 mendatang.
Melihat besarnya partai Demokrat membuat kita beranggapan siapapun yang berkoalisi dengan Demokrat pasti akan berhasil memenangkan Pilpres 2019, ditambah Ketua Umum Demokrat SBY sebelumnya telah berhasil menjabat sebagai Presiden selama 2 periode. Namun tampaknya zaman telah mengalami perubahan yang sangat cepat. Setelah Indonesia merasakan rasa kepemimpinan Jokowi, sepertinya Indonesia baru tersadar bahwa selama kepemimpinan SBY banyak sekali pembangunan yang tidak berjalan, praktek korupsi merajalela, serta keadilan kesejateraan yang tidak merata. Semua baru tersadar ketika Jokowi memimpin Indonesia dengan penuh kejujuran, transparansi, dan kerja keras sesungguhnya Indonesia itu negara hebat, dan kenapa tidak dari dahulu kita bisa berkembang pesat seperti ini.
Berita terhangat saat ini kabarnya koalisi antara kedua jenderal itu semakin rapuh. Pasalnya kubu Prabowo bersama partainya tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah disampaikan untuk kubu SBY bersama partai Demokratnya. Sehingga SBY pun setengah hati untuk ikut membantu mengampanyekan Prabowo-Sandi sebagai presiden. Bahkan kekeluargaan TNI tetap tidak bisa berlaku apabila sudah berkenaan dengan politik dan kekuasaan.
Salah satu keunggulan yang diberikan oleh Jokowi adalah pembangunan yang merata sampai ke pulau terluar. Tentu saja masyarakat Indonesia tidak buta soal ini. Masyarakat tahu bagaimana kerja keras Jokowi dalam memimpin bangsa. Akhirnya selain masyarakat, para elit politik lainnya melihat kesungguhan Jokowi dalam memimpin dan yakin bahwa pada Pilpres 2019 Jokowi akan berhasil mempertahankan kursi RI 1. Termasuk juga para elit politik yang berasal dari partai Demokrat. Dari sinilah cikal bakal partai Demokrat dikatakan bermain di dua kaki karena dalam persaingan politik saat ini, Demokrat berada dalam posisi kebimbangan. Di sisin lain memiliki kedekatan khusus dengan kubu Prabowo karena sama-sama berasal dari angkatan bersenjata. Namun di sisi lainnya, kubu Jokowi sangat meyakinkan nantinya akan berhasil memenangkan pertarungan.
Edhie Baskara Yudhoyono atau Ibas, anak ke-2 dari SBY menyampaikan bahwa Demokrat memang bermain di dua kaki. Jadi pada level kepala, Demokrat menonjolkan dukungannya kepada kubu Prabowo. Namun pada level daerah, Demokrat membebaskan anggotanya termasuk kepala daerah yang berasal dari Demokrat untuk mendukung Jokowi. Akhirnya di sini terlihat sangat jelas ketidakseriusan partai Demokrat membantu kubu Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2019.
Saya rasa untuk kubu Prabowo saat ini mengalami permasalahan yang cukup serius dalam hal soliditas antar partai yang berkoalisi. Pasalnya setiap partai menuntut janji-janji yang harus dipenuhi apabila ingin memberikan bantuan. Namun kubu Prabowo sendiri tampaknya kesulitan untuk menepati janjinya sehingga partai yang berkoalisi ragu untuk melanjutkan koalisi bersama partai Gerindra. Sebagai contoh, hingga saat ini partai Demokrat belum pernah membantu mengampanyekan kubu Prabowo. Komentar yang diberikan oleh Wakil Sekjen partai Demokrat yaitu Andi Arief terkait alasan kenapa SBY belum pernah mengampanyekan Prabowo adalah pihaknya justru dipersilakan untuk bertanya kepada kubu Prabowo janji apa saja yang belum direalisasikan oleh Prabowo.
)* Mahasiswa Ilmu Politik, Pengamat Politik Indonesia