Bagi-Bagi Jatah Menteri Ala Hasyim Djoyohadikusumo
Oleh : Ratna Subariah )*
Dalam pemilu atau pilpres umunya para pemimpin partai atau para caleg menarik simpati rakyat dengan pgoram-program yang bombastis, seperti menaikkan gaji ASN, mempermudah perizinan sekolah dan berobat gratis, mengurangi pajak, dll. Namun adik capres Prabowo, yaitu Hasyim Djojohadikusumo membuat “terobosan baru” dengan mengemukakan akan mambagi jatah menteri kepada partai pendukungnya jika menang dalam pilpres. Ini hal baru dalam pileg maupun pilpres.
Statement itu jelas sesuatu yang over optimis atau dalam Bahasa Jawa “nggege mongso”. Hal ini termasuk “pamali” dikemukakan. Bukannya bicara bagaimana cara perjuangan atau strategi pemenangan, namun sudah bicara hasil, diprediksi masalah akan timbul jika ternyata partai pendukung tidak sepakat dengan pembagian jatah tersebut. Hal ini tentu akan menimbulkan konflik diantara mereka karena pembagian tersebut tidak sesuai keinginan mereka yang merasa memiliki andil besar, belum lagi jika setelah dalam pileg ini diberi jatah besar ternyata keterwakilan di legislatif sedikit atau sebaliknya, banyak sekali potensi konflik dari pernyataan Hasyim tersebut.
Muncul konflik lagi jika jumlah menteri yang dijatah tersebut tidak seuai dengan ruang lingkup kementerian yang akan diduduki. Sudah menjadi pengetahuan umum ada kementerian yang strategis dan “basah” serta ada kementerian yang kurang strategis dan “kering”. Kalaupun dapat jatah menteri di tempat yang kering dan tidak strategis tentu lain gengsinya dengan kementerian yang basah dan strategis. Masih banyak lagi potensi konflik yang akan muncul dari penjatahan versi Hasyim.
Konflik itu tidak hanya jika menang. Jika kalahpun juga akan muncul pemikiran yang akan menimbulkan konflik, yaitu mereka akan saling menyalahkan. Yang sekarang dijatah banyak akan menyalahkan yang dijatah sedikit dengan mengatakan pantas kalah karena kurang berjuang dan kurang usaha dalam pemilu. Jadi menang maupun kalah dalam pemilu nanti, statement Hasyim akan menimbulkan konflik. Hal ini kurang edukatif dalam perkembangan demokrasi serta juga kurang elok dipandang rakyat. Mereka akan memandang ternyata koalisi tersebut hanya untuk bagi-bagi kursi Menteri, bukan untuk memeperjuangkan nasib rakyat atau memajukan negara Indonesia.
)* Penulis adalah Pegiat Media Sosial