Banyak Pihak Awasi Penggunaan Dana Covid-19
Oleh : Deka Prawira )*
Pemerintah telah menggelontorkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun. Anggaran tersebut tentu diharapkan dapat dipergunakan sebaik-baiknya demi kemaslahatan masyarakat bangsa dan negara untuk melawan wabah yang telah melumpuhkan berbagai sektor publik di tanah air.Pemerintah pun melibatkan banyak pihak untuk mengawasi anggaran tersebut.
Ferdiansyah selaku anggota DPR RI Komisi X mengatakan, terdapat 4 titik rawan korupsi dalam pemanfaatan dana Covid-19 tersebut. Pertama pada program pengadaan barang dan jasa yang dinilai rawan adanya tindak kolusi, mark-up harga, kick back dan potensi konflik kepentingan.
Kedua, alokasi sumber pendanaan yang memungkinkan adanya distorsi kesepakatan antara pembelian dan pengadaan yang semestinya dengan realisasi yang dilakukan.
Ketiga, filantropi atau sumbangan pihak ketiga karena rawan terjadi tumpang tindih pemberian bantuan. Bisa terjadi satu orang dapat menerima dua sampai tiga kali bantuan. Sementara ada masyarakat yang masih belum mendapatkan bantuan sama sekali.
Keempat, masalah pendataan. Pengawasan ketat dapat meminimalkan data-dara yang salah atau tidak tepat sasaran.
Pihaknya membuka diri bersama BPKP, BPK, Inspektorat kementerian atau lembaga penegak hukum, masyarakat, ormas dan LSM, serta para akademisi untuk dilibatkan dalam konteks pengawasan yang mencakup pendataan sasaran bantuan, penyaluran bantuan sosial atau bansos dan lain-lainnya.
Bagi yang diketahui melakukan tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan anggaran, tentu saja hukumannya tidaklah main-main. Jika merujuk pada Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang menyebutkan tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk pandemi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman mati.
Stimulus sebesar Rp 405,1 triliun tentu telah dialokasikan untuk sejumlah peruntukan, hal tersebut sesuai dengan yang terterap dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Antara lain untuk sektor ksehatan, pemerintah menganggarkan Rp 75 triliun, pemulihan ekonomi Rp 150 triliun, perlindungan sosial Rp 110 triliun dan dukungan untuk industri berbasis usaha kecil sebesar Rp 70,1 triliun.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga tidak tinggal diam dalam pengawasan penyaluran dana bantuan sosial (bansos). KPK juga mendorong peran serta masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan.
Agar penyaluran bansos tersebut tepat sasaran, KPK telah menerbitkan Surat Edaran (SE) No, 11 tahun 2020 tentang Penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS tertanggal 21 April 2020.
SE No. 11 tahun 2020 itu, diterbitkan KPK untuk pengawasan terkait pemberian bantuan sosial kepada masyarakat dalam upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19.
SE KPK tersebut ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah provinsi kabupaten/kota se-Indonesia.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, DTKS dipadankan dengan data kependudukan di Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sebab, dirinya menyadari keterandalan data amatlah penting sebagai dasar dalam memberikan bantuan sosial kepada masyarakat.
KPK pun menyadari di tengah upaya peningkatan pemberian bantuan sosial baik yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui kementerian / lembaga dan pemerintah daerah, penting kiranya untuk menggunakan data sebagai dasar pemberian bantuan.
KPK juga mendorong pelibatan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengawasi. Untuk itu, kementerian/lembaga dan Pemda perlu menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat yang mudah, murah dan dapat ditindaklanjuti segera.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Bengkulu, melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu terkait Pendampingan dan Pengawalan Akuntabilitas Dana Penanggulangan dan Pencegahan Covid-19.
Hal tersebut tentu penting dilakukan untuk memperlancar pencegahan agar tidak ada lagi keraguan dalam penggunaan dana penanganan Covid-19.
Penandatanganan MoU tentu diharapkan agar penanangan Covid-19 di wilayah Bengkulu dapat diselenggarakan secara akuntabel dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Stimulus dana bantuan sosial yang begitu besar tentu saja membutuhkan pengawasan dari banyak pihak, baik dari pusat hingga ke daerah-daerah. Pengawasan ini tentu menjadi hal yang sangat penting, mengingat tidak sedikit masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk menyambung hidup di tengah pandemi Covid-19.
)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers Mahasiswa Cikini