Batalnya Kenaikan Premium Agar Ekonomi Tetap Stabil
Oleh : Rahmat Effendi )*
Kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat luas tentu akan mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat itu sendiri apalagi kebijakan yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang baru-baru ini menjadi pembicaraan secara nasional. Pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM jenis Premium merupakan kabar gembira untuk sebagian besar masyarakat yang selama ini menggunakan BBM jenis Premium. Namun kebaikan pemerintah tersebut justru menjadi boomerang terhadap pemerintah itu sendiri. Pembatalan kenaikan Premium justru menyebabkan banyak isu miring yang menyerang pemerintah. Pemerintah dinilai kurang koordinasi dan labil dalam menentukan kebijakan nasional.
Pemerintah memiliki hak untuk menentukan harga BBM di Indonesia, termasuk yang mensubsidi dan mengatur penjualan bahan bakar bensin, solar (diesel), dan minyak tanah secara eceran melalui pihak Pertamina. BBM merupakan komoditas penting yang digunakan hampir setiap orang dan harganya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah dunia terus menguat dalam beberapa waktu terakhir. Brent telah menembus level US$ 80 per barel, sementara produksi BBM rata-rata di setiap bulan hanya sebesar 778.505 barrels oil per day (BOPD). Kemudian di sisi lain, kebutuhan BBM sudah mencapai sekitar 1.600 BOPD. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, Pertamina harus mengimpor lebih dari 800.000 BOPD.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mendukung kenaikan harga BBM karena kondisi perekonomian Indonesia saat ini kurang bagus. Seperti hal yang diunggah oleh Didu di akun Facebook-nya dengan nama Muhammad Said Didu. Dalam akunnya, ia mengatakan ada tujuh alasan mengapa BBM harus naik yaitu harga minyak dunia naik, kurs rupiah melemah, keuangan pertamina sedang menurun, dana APBN bagian subsidi kurang, hutang dollar Pertamina semakin besar, Pertamina harus diselamatkan dan harga BBM saat ini sudah dibawah harga perekonomian sehingga kalau tidak dinaikkan maka Pertamina yang akan subsidi BBM. Sehingga, Said memaklumi jika pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM karena kondisi harga minyak dunia saat ini sudah naik.
Untuk memenuhi kebutuhan modal dan menekan jumlah pemakaian BBM, PT Pertamina akan menaikkan harga BBM untuk jenis Pertamax Turbo, Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Dex, Pertamax Dex lite dan Premium. Kenaikan harga BBM yang disampaikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan akan dilakukan di semua wilayah sesuai kondisi terkecuali daerah yang sedang terkena bencana alam seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah sementara tidak dinaikkan. Seperti contoh untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya harga Pertamax Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/liter, Pertamax Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter dan Premium Rp 7.000/liter. Kebijakan tersebut tentunya sudah mempertimbangkan kondisi di daerah.
Namun ada hal yang tidak normal kali ini terjadi setelah pengumuman harga BBM, khususnya pada jenis Premium. Presiden memerintahkan supaya kenaikan harga Premium harus ditunda dulu. Presiden memiliki beberapa alasan terhadap penundaan tersebut hingga akhirnya Ignasius Jonan menunda kenaikan BBM jenis Premium. Pertama, Presiden meminta Kementerian ESDM menghitung secara cermat dinamika harga minyak internasional, termasuk neraca migas secara keseluruhan. Kedua, Presiden meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) supaya menganalisis kondisi fiskal secara keseluruhan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, termasuk harga BBM, tetap sesuai dengan koridor untuk menjaga stabilitas fiskal. Ketiga, memastikan daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas utama dari setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Demikian juga dengan fundamental ekonomi tetap dijaga agar ekonomi tetap stabil. Sesuai dengan permintaan Presiden tersebut, kenaikan harga Premium Rp 7.000/liter hanya bertahan sekitar 44 menit dan kembali ke harga sebelum dinaikkan yaitu Rp 6.550/liter.
Selain itu, Presiden mengetahui bahwa pada umumnya yang menggunakan Premium adalah masyarakat menengah kebawah. Sehingga apabila pemerintah ingin menaikkan harga Premium, pasti yang terkena imbasnya terlebih dahulu adalah masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi demo di berbagai daerah. Di sisi lain kemungkinan terburuknya adalah akan menyebabkan kenaikan harga bahan pokok. Kita patut bersyukur dengan penundaan kenaikan Premium, bukan menyerang Pemerintah dengan isu-isu yang provokatif dan mendiskreditkan dengan beberapa istilah salah satunya adalah dengan menyebut Presiden sebagai Bapak Hoax Nasional. Setiap kebijakan dari pemerintah pasti sudah dipertimbangkan secara detail dan memperhatikan kondisi masyarakat Indonesia.
)* Penulis adalah pemerhati Politik