Polemik Politik

Bekerja Sesuai Prosedur, TNI-Polri Patut Diapresiasi

Oleh : Dodik Prasetyo )*

22 Mei 2019 lalu, Polisi berhasil mengamankan perempatan di sekitar Gedung Bawaslu yang terletak di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat. Pada Pukul 22.10 WIB, massa yang semula melakukan tindakan anarkis berhasil dipukul mundur oleh aparat keamanan.

            Pihak kepolisian berhasil mengepung dari berbagai sudut, mulai dari arah patung kuda, lalu Jalan Wahid Hasyim, sehingga massa berlari ke Jalan Sabang.

            Dalam pengamanan tersebut, Polisi berhasil meringkus seorang provokator yang melakukan tindakan anarkis. Orang tersebut pun lalu berhasil diamankan ke dalam gedung Bawaslu.

            Namun massa yang masih bertahan di Jalan Sabang, tampaknya belum puas memberikan perlawanan kepada Polisi, mereka tetap melempari petugas dengan bom molotov. Sehingga suasana mencekam masih terasa di kawasan Gedung Bawaslu.

            Kerusuhan ternyata tersebar di tiga titik. Titik pertama berada di kawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kawasan lainnya adalah kawasan Petamburan yang berdampak hingga Flyover Slipi dan kawasan Tanah Abang, lalu kawasanan sabang, Jakarta Pusat.

            Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjadi sasaran utama massa aksi, yang mengaku bahwa aksi tersebut disebabkan lantaran tidak terima dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU yang telah resmi mengumumkan kemenangan bagi Jokowi – Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

            Dalam kerusuhan tersebut, Massa aksi yang semula berada di kawasan Thamrin, kemudian bertindak anarkis dan membakar sebuah toko yang berada di perempatan jalan. Massa terus melawan gas air mata yang ditembakkan polisi dengan melempari batu dan bom molotov ke arah Brimob yang membuat barikade.

            Ironisnya, kerusuhan yang terjadi di Kantor Bawaslu tersebut ternyata melibatkan sejumlah anak yang berusia dibawah 17 tahun.

            Sejauh ini, Polda Metro Jaya telah berhasil meringkus 257 orang yang terlibat dalam kerusuhan yang terjadi sepanjang 21 – 22 Mei 2019. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya mengakatan bahwa 72 tersangka ditangkap ketika melakukan aksi di Bawaslu. Sedangkan 156 tersangka ditangkap saat melakukan aksi di Petambunan, Jakarta Pusat, dan 29 tersangka lainmnya melakukan aksi di wilayah Gambir.

            Tersangka yang berhasil diamankan oleh Polda Metro Jaya ternyata bukanlah warga jakarta, melainkan berasal dari luar Jakarta yang tiba di Masjid Sunda Kelapa untuk merencanakan kerusuhan dalam aksi demonstrasi penolakan hasil pemilu 2019.

            Aparat Kepolisian juga berhasil mengamankan seorang pria yang mengenakan cadar atau penutup wajah di depan kantor Bawaslu. Penangkapan tersebut dilakukan sekitar pukul 03.30 WIB. Sejumlah barang bukti juga diamankan, seperti gunting, buku, kacamata, baju dan kopiah. Barang – barang tersebut lantas disimpan dalam tas yang disembunyikan di balik pakaian.

            Saat penangkapan terjadi, Polisi masih bentrok dengan massa di sekitar pasar tanah abang, hingga polisi terpaksa menembakkan gas air mata.

            Karena sudah larut malam dan sudah melampaui batas penyampaian pendapat, aparat pun kemudian mencoba membubarkan massa. Hal tersebut sesuai dengan SOP, bahwa tidak boleh ada massa aksi hingga larut malam. Namun mereka nekat melempari petugas dengan batu dan bom molotov.

            Sekitar pukul 02.45, petugas telah berhasi melerai massa, namun pukul 03.00 WIB, datang lagi segerombolan massa dari arah Jl KS Tubun dan berjumlah sekitar 200 orang.

            Massa tersebut terpaksa dipukul mundur oleh aparat keamanan. Saat itu mereka malah melakukan pengerusakan di sekitar wilayah asrama Brimob. Alhasil sejumlah mobil yang terparkir, dirusak dan dibakar oleh Massa.

            Setelah dilakukan tindakan tegas, aparat kepolisian akhirnya berhasil mengamankan 11 orang dari kerusuhan yang terjadi di Jl KS Tubun, selan itu pihak kepolisian juga menemukan amplop – amplop berisi uang dan ambulans berisi batu. Pihak kepolisian menduga bahwa kerusuhan tersebut terjadi secara terencana.

            Kita tentu patut mengapresiasi langkah pengamanan Kepolisian dalam mengamankan situasi tersebut, selain itu masyarakat juga dihimbau agar tidak mudah terprovokasi oleh seruan akan gerakan yang tidak sesuai dengan jalur konstitusional.

            Pemilu merupakan sarana untuk mewujudkan dan memajukan kehidupan bangsa dan negara, bukan lantas membuat kemunduran kehidupan bernegara, Karena itu tindakan unjuk rasa yang menimbulkan kericuhan dan kerusakan, sesungguhnya merupakan tindakan yang bertentangan dengan tujuan demokrasi.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih