Benny Wenda dan ULMWP Bukan Wakil Masyarakat Papua di KTT MSG, Papua Bagian Integral NKRI
Jakarta – Pemerhati Isu-Isu Strategis dan Global, Prof. Imron Cotan menilai capaian yang dilakukan Indonesia di KTT MSG sangat baik. Hal itu diutarakannya dalam Webinar Nasional Moya Institute bertema “Upaya Benny Wenda Kandas di KTT Melanesian Spearhead Group (MSG), Jumat (22/09) sore.
Menurutnya, sebagian besar kasus pelanggaran HAM dilakukan oleh Kelompok Separatis dan Teroris Papua (KSTP), bukan oleh aparat keamanan dan juga konflik sosial sesama orang Papua.
“Jadi mitos jika pelanggaran HAM berat dilakukan oleh aparat keamanan. Kebanyakan pemberitaan di media sosial tentang Papua tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” terangnya.
Benny Wenda dan Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), lanjutnya, tidak mewakili sebagian besar masyarakat di Papua, karena ketujuh suku besar di sana sama sekali tidak terwakili oleh Benny.
Prof Imron mengatakan pihaknya mengetahui persis perkembangan isu Papua di kelompok negara MSG, dan dengan tegas menyatakan bahwa telah terjadi pergantian paradigma negara-negara itu ketika melihat isu Papua dari hal lain.
Narasumber lain, Prof. Dr. Teuku Rezasyah selaku Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung, menilai Indonesia perlu tegas terhadap pihak asing agar Tanah Air bisa bebas dari berbagai kejahatan, termasuk bebas dari kejahatan peradaban Papua, kejahatan sibel, perdagangan manusia dan sebagainya.
Menurutnya, pembangunan di Papua harus bisa dilakukan oleh pemerintah secara berkelanjutan.
“Harus ada fokus yang kuat untuk bisa benar-benar mempertahankan kedaulatan Indonesia dan hal itu merupakan sesuatu yang penting serta terus bisa didukung oleh semua pihak. Maka dari itu pembangunan harus secara sistematis dan termasuk mengajak masyarakat Papua sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanai selaku putra daerah Papua menilai kedaulatan NKRI akan tetap utuh meskipun Benny Wenda masih terus mengupayakan kemerdekaan Papua.
“Setelah DOB direspon oleh Presiden Jokowi dan saat ini terlaksana dengan baik, masyarakat Papua sangat semangat dalam pembangunan itu. Bahkan KTT MSG lalu tidak terlalu muncul di masyarakat Papua sendiri,” tuturnya.
Willem menilai bahwa upaya yang dibangun Benny Wenda dengan kelompoknya di dunia internasional sangat mengganggu bagi NKRI. Namun, dirinya melihat kerja Benny Wenda tidak akan berdampak pada Papua.
“Saya mempunyai keyakinan kuat bahwa penyelesaian Papua sudah clear, dari segi historis hingga sisi pembenahan Papua, negara kita sangat concern dan pelaksanaannya mengalami progress baik,” jelasnya.
Dirinya juga menilai pelaksanaan KTT MSG merupakan prestasi luar biasa dari diplomasi Indonesia.
“Saya sangat optimis ada seruan dari kelompok separatis, dan saya menyatakan Papua adalah bagian NKRI, akan ada penolakan negara-negara MSG. Catatan saya bagi Papua, selain kita harus menghadapi kelompok ini, kita harus tahu bahwa Benny Wenda adalah narapidana dan melakukan upayanya dengan membangun semangat gerakan Papua Merdeka,” lanjutnya.
Pada kesempatan sama, Politikus Reformasi, Mahfuz Sidik mengungkapkan bahwa semua pihak perlu memberi apresiasi kepada delegasi Indonesia di forum MSG yang mengambil langkah tegas dan tepat dengan walk out ketika Benny Wenda menyampaikan pidatonya.
“Sikap itu yang mempengaruhi keputusan akhir dari KTT MSG. Karena dari MSG ada beberapa pihak yang terus mendorong dan mencari celah untuk mendukung ULMWP,” tuturnya.
Menurutnya, semua sudah sepakat bahwa jika berbicara tentang isu ini, hanyalah kelompok kecil yang sebagiannya tidak berdomisili di Papua, serta terus mengeluarkan ide tentang separatisme dan mencari jalan, bukan hanya manuver secara domestik namun diplomasi internasional agar mendapat banyak dukungan.
Indonesia dan Papua, tambahnya, menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Seluruh pihak harus bekerja sama memajukan pembangunan serta mengakselerasi peningkatan kemajuan di Papua.
Senada, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto mengatakan bagaimanapun Papua tidak terpisahkan dari NKRI.
“Karena itu menjadi kewajiban dan hak kita semua untuk mempertahankan dari segala rongrongan ataupun upaya untuk memisahkan diri,” pungkasnya. (*)