Warta Strategis

Berantas KKN, Kominfo dan KPK Gelar Literasi Hukum dan HAM Digital: Ini yang Dibahas!

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) adalah masalah yang telah mengakar di Indonesia. Pemberantasan KKN dari hulu ke hilir masih menjadi perjuangan panjang yang tidak mudah. Pemerintah Indonesia secara tegas telah menyatakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Bertolak dari itu, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar forum Literasi Hukum dan HAM Digital.

Tema yang diusung dalam diskusi tersebut yaitu Cegah Korupsi, Sukseskan SPI. Acara tersebut berlangsung di Aston Hotel Jayapura, Selasa (23/8/2022). Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bambang Gunawan mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) harus paham soal pentingnya menumbuhkan budaya antikorupsi. “Sepanjang 2021, KPK bersama Pemerintah Pusat dan daerah telah berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara senilai Rp 46,5 triliun,” kata Bambang mengawali diskusi.

Dikatakan, KPK juga telah menyelamatkan dan pengembalian keuangan negara Rp 2,6 triliun di tahun yang sama. KPK juga mencatat telah menerima 2.029 laporan gratifikasi sepanjang 2021 dengan nilai total Rp 7,9 miliar.

“Laporan itu berasal dari kementerian, lembaga negara, provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, serta BUMN. Korupsi bakal selalu ada di tengah kehidupan masyarakat,” ujarnya. Untuk itu, kata Bambang, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), mengembangkan budaya anti korupsi dan menumbuhkan rasa malu menikmati hasil korupsi merupakan hulu yang penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

“Pendidikan antikorupsi harus diperluas untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi,” tukasnya. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kata Bambang, menjadi modal utama dalam pembangunan bangsa dan negara. Dikatakan, pemerintah terus melakukan pembenahan dengan melakukan Reformasi Birokrasi (RB), satu diantaranya adalah dengan membangun Zona Integritas (ZI). Dalam upaya membangun ZI, kata Bambang, pemerintah terus membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan sederhana.

“KPK tahun ini kembali mengadakan Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diikuti oleh pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga di seluruh Indonesia. Selain sebagai satu di antara indikator keberhasilan pemberantasan korupsi, SPI juga menjadi motor penggerak perubahan di berbagai instansi tanah air,” beberanya Spesialis Monitoring KPK, Wahyu Dewantara Susilo, mengatakan SPI menjadi satu di antara alat penting dalam mengukur keberhasilan pemberantasan korupsi. “SPI bertujuan untuk memetakan risiko korupsi, menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektivitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing instansi. Semakin rendah nilai SPI, menunjukkan semakin tinggi risiko korupsinya,” kata Wahyu.

Dikatakan, SPI sangat penting guna menciptakan kesadaran adanya risiko korupsi di pemerintahan, kementerian, atau lembaga. “Jika nilai SPI jelek, maka di mata publik bakal kurang bagus. Naming and shaming ini bakal menciptakan tekanan untuk memperbaiki diri hingga kepada tingkatan yang dapat diterima oleh publikm,” ujarnya. Survei tahun 2022, kata Wahyu, dilakukan secara self-administered dengan kombinasi antara survei online dan computer assisted personal interview.

“Namun, ada perbedaan di tahun ini, yaitu responden terpilih akan menerima WhatsApp (WA) blast dari akun bercentang hijau dan email resmi yang mengarahkan ke laman spi.kpk.go.id. Responden SPI terdiri dari internal, yaitu pegawai di lembaga, eksternal yaitu publik penerima layanan, dan eksper yaitu kalangan ahli,” bebernya. Untuk itu, KPK pun mengajak partisipasi seluruh masyarakat untuk mencegah korupsi pada SPI 2022 yang disebut dengan responden partisipatif bila orang tersebut menggunakan layanan di lembaga terkait dalam 12 bulan terakhir.

KPK mengajak seluruh stakeholder di daerah, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk bekerja sama meningkatkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI). Dalam SPI tahun 2021, Papua mendapat skor 58,04 dan Papua Barat 66,74, di mana perolehan tersebut masih di bawahrata-rata indeks nasional sebesar 72,4 persen. “Nilai ini harus diperbaiki agar semakin banyak masyarakat yang peduli dengan pemberantasan korupsi di Tanah Papua,” harapnya. (*)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih