Berasal dari Aspirasi Masyarakat Serta Rumusan Akdemisi, KUHP Baru Sangat Demokratis dan Junjung Kemanusiaan
Jakarta — Karena berasal dari aspirasi seluruh elemen masyarakat serta rumusan dari para akademisi yang kredibel, maka KUHP baru memang bersifat sangat demokratis dan juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Mufti Makarim menjelaskan bahwa memang sejauh ini, secara politik, perancangan dan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang baru saja disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu telah melalui proses panjang.
Dirinya menambahkan bahwa produk hukum asli buatan anak bangsa itu adalah hasil manifestasi dari aspirasi publik yang menginginkan segera terjadi kontekstualisasi sistem hukum di Indonesia mengikuti jaman saat ini, sehingga menilai sangat penting adanya KUHP nasional.
Maka dari itu, memang seluruh proses pembentukan hingga penyesuaian pasal-pasal dalam KUHP baru itu selalu mengutamakan prinsip demokrasi dan kemanusiaan.
Dengan tegas, dirinya mengungkapkan bahwa KUHP nasional sama sekali tidak bertentangan dengan demokrasi.
Justru, menurutnya, keberlakuan UU buatan kolonial Belanda yang dulu pernah diterapkan jauh lebih berpotensi untuk bertentangan dengan demokrasi, karena buktinya memang berhasil menjadi alat represi pada jaman Orde Baru.
“Justru di masa berlakunya UU yang ada sebelum adanya KUHP baru lebih berpotensi bertentangan dengan demokrasi dan keselamatan masyarakat tinggi. Di masa Orde Lama dan Orde Baru, KUHP telah banyak digunakan sebagai alat represi. Karena itu, pengesahan KUHP yang baru merupakan babak baru bagi Indonesia yang menandai lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual,” ucap Mufti Makarim.
Sejauh ini, KUHP nasional yang baru disahkan pada 6 Desember 2022 lalu, terus mewadahi banyak aspirasi dari berbagai elemen masyarakat.
“Ada berbagai elemen masyarakat dan aspirasi yang telah disampaikan. Tentu proses penetapan berbagai aspirasi tersebut dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam KUHP. Sehingga tidak relevan mengaitkan narasi pasal-pasal KUHP dan akomodasi ruang lingkup pembahasannya dengan isu politik yang konspiratif,” ungkap Tenaga Ahli Utama KSP tersebut.
Bukan hanya sekedar mewadahi aspirasi masyarakat saja, melainkan sejauh ini seluruh proses perancangan KUHP baru juga telah melibatkan banyak sekali kalangan akademisi yang kredibel.
Karena itu, maka tak heran, dalam KUHP nasional ini banyak sekali prespektif dari para akademisi tersebut, yang mana terus berpegang teguh pada kemanusiaan.
“Saya rasa unsur akademisi yang dilibatkan pada pembentukan KUHP memiliki kredibilitas yang tidak diragukan. Sehingga ketentuan yang dirumuskan pada KUHP baru mengandung banyak perspektif dari unsur akademisi yang seyogyanya berpegang teguh bagi kepentingan kemanusiaan,” pungkas Mufti.