Berbagai Elemen Masyarakat Menolak KAMI
Oleh : Zakaria )*
Keberadaan KAMI mendapat reaksi keras dari masyarakat. Dari berbagai daerah muncul aksi demo yang menolak ketika organisasi ini akan mengadakan deklarasi tambahan. Mereka merasa KAMI hanya mengacaukan kedamaian di Indonesia dan tidak benar-benar ingin menyelamatkan Indonesia.
Ketika KAMI ingin mencari mangsa dan mempengaruh rakyat agar ikut membenci pemerintah, maka ia mengadakan deklarasi, dengan alasan ingin menyelamatkan Indonesia. Karena deklarasi ini bisa menarik banyak orang, maka diuruslah izin kepada pihak berwajib. Sayangnya langsung ditolak karena masih masa pandemi, sehingga dikhawatirkan ada klaster baru.
Selain izinnya ditolak, maka KAMI juga diprotes oleh berbagai kalangan masyarakat di daerah. Di Pemalang, puluhan aktivis berunjuk rasa di Taman Patih Sampun. Mereka bersatu dalam ASLUN (Aliansi Satukan Langkah untuk Negri). Puluhan aktivis menolak KAMI masuk ke Pemalang, karena tokoh-tokoh koalisi itu terindikasi punya muatan politis.
Andi Rustono, koordinator unjuk rasa menyatakan bahwa KAMI seharusnya mendinginkan suasana, karena kita masih dalam masa pandemi covid-19. Namun sayangnya mereka malah membuat masyarakat panas dan mendeklarasikan gerakan yang bisa memecah NKRI. KAMI juga hanya berisi orang-orang yang haus akan kekuasaan dan punya motif politis.
Di Kendal, ada aksi teaterikal yang dilakukan oleh Alansi Pemuda Kendal. Mereka mengadakan acara di halaman hutan klorofil. Menurut ketua pelaksana aksi, Kelana Siwi, acara ini diadakan karena KAMI merongrong persatuan bangsa. Jawa Tengah sudah damai, jangan ada kekisruhan akibat deklarasi oleh koalisi aksi menyelamatkan Indonesia.
Para mahasiswa di Pati juga menolak KAMI. Mereka beranggapan bahwa organsasi itu merusak kedamaian di Indonesia. Mereka yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pati berunjuk rasa di depan gedung DPRD Pati. KAMI dilarang masuk ke bumi mina tani dan jangan sampai mengadakan deklarasi tambahan di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Tak hanya mahasiswa, wakil ketua DPR Azis Syamsudin juga menolak salah satu pasal dalam tuntutan KAMI, yang berisi tentang desakan kepada DPR menolak komunisme. Menurutnya, selama ini DPR sudah menolak bangkitnya komunisme di Indonesia. Dalam artian, pada tuntutan itu seolah-olah ada tuduhan bahwa wakil rakyat tidak mencegah marxisme dan komunisme.
Banyaknya penolakan terhadap KAMI mulai dari pejabat, mahasiswa, hingga rakyat biasa, menunjukkan bahwa organisasi ini gagal mendapat simpati masyarakat. Penyebabnya adalah KAMI hanya menunjukkan banyak kegagalan pemerintah (menurut tuduhan mereka) namun tidak memberi tahu bagaimana cara mengatasi efek pandemi covid-19 di Indonesia.
KAMI juga dianggap tambeng, karena sudah tahu saat deklarasi 18 agustus lalu diprotes banyak orang, malah mengadakan acara serupa di banyak kota. Selain dikhawatirkan akan membuat klaster corona baru (saat tak ada physical distancing), deklarasi tambahan dinilai tak ada manfaatnya. Karena mereka hanya bisa pidato dan memberi janji dan harapan palsu kepada masyarakat.
Cara menyelamatkan Indonesia bukan dengan deklarasi dan caci-maki, melainkan dengan bukti nyata. Jika para tokoh ingin negara ini tidak dalam kondisi krisis ekonomi, maka bantulah rakyat kecil. Bisa dengan cara pemberian sembako atau memberi mereka pekerjaan, agar memperoleh pendapatan tetap.
Para anggota KAMI menuntut agar pemerintah mengatasi pasien corona. Seharusnya mereka juga bisa menolong dengan memberi donasi baju APD dan kotak makan siang untuk tenaga kesehatan. Tokoh-tokoh KAMI dapat menyumbangkan tenaga untuk jadi relawan di Rumah Sakit, karena para nakes kewalahan.
Aksi nyata lebih berarti daripada pidato penuh hasutan. KAMI seharusnya sadar diri, jangan hanya pandai memaki. Jika ketika diwawancarai, anggotanya cuma bisa jual omongan dan memprovokasi, maka tidak akan mendapat simpati masyarakat. Penolakan terhadap KAMI akan terus ada.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor