Berhentilah Menjadi Provokator
Oleh : Irdhan Yusa )*
Profesor Daniel Lev, Indonesianis asal Amerika Serikat, pernah mengatakan, dari segi politik-sosial-budaya Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat paling kompleks di dunia. Dalam konteks perkembangan mutakhir, terkait dengan pemilihan umum presiden dan legislatif, hiruk-pikuk dan konflik horizontal yang merebak di masyarakat dan berpuncak pada sengketa hasil pemilu adalah bukti betapa kompleksitas itu tak terbantahkan. Pasca pemungutan suara 17 April 2019, sebenarnya konflik di akar rumput sudah selesai, tetapi suasana terasa panas lagi akibat provokasi elit politik.
Konflik antar elit politik ternyata jauh lebih langgeng daripada pertentangan massa di tingkat bawah. Proses rekonsiliasi pada level struktural tampaknya lebih sulit dibandingkan dengan level akar rumput. Khalayak ramai hanya dimanfaatkan oleh elit politik demi memenuhi syahwat politiknya. Dengan demikian pertarungan politik yang terjadi sebetulnya lebih merupakan pertarungan para elit politik dengan mengusung massa, membenturkan mereka satu sama lain demi kepentingan golongan mereka. Padahal masyarakat kebanyakan pada dasarnya mendambakan kerukunan dan harmoni sosial.
Di kawasan pedesaan, menjelang bulan puasa lalu masyarakat sudah guyub-rukun kembali. Upacara adat semacam bersih desa, padusan, nyadran dan kenduri dalam rangka persiapan menyambut bulan suci Ramadhan berlangsung dengan lancar, aman dan damai. Sekat-sekat sosial akibat beda pilihan politik dalam pemilu nyaris tak bersisa. Tetapi kebersamaan seperti di pedesaan itu tak terjadi pada para politisi di tingkat nasional.
Jelaslah bahwa masyarakat bawah yang berteriak paling lantang dan berdiri di barisan paling depan, dalam keributan berbau politik kemarin, menjadi pihak yang paling dirugikan. Sedangkan pihak yang paling diuntungkan adalah para provokator alias orang-orang yang menggerakkan massa tersebut secara masif dan sistematis. Oleh karena itu, patutlah jika kita menyerukan kepada para elit untuk berhenti menjadi provokator perpecahan bangsa. Mari bersama-sama menjaga dan merajut kembali tali silaturahmi di antara kita, tanpa memperdebatkan perbedaan pilihan politik.
)* Penulis adalah Pegiat Media Sosial