Bijak Bermedia Sosial Di Era Milenial
Oleh : Sulaiman Rahmat )*
Media sosial adalah sebuah wahana untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Kita tidak bisa menutup mata dari kemajuan teknologi yang tidak terbendung saat ini, tetapi harus ada rem dan batas-batas dalam penggunaannya, yang paling utama adalah peran orang tua dan guru.
Orang tua sebagai sekolah pertama anak untuk membentuk karakter anak dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai kebaikan dan lainnya, Dengan ditanamkannya nilai-nilai tersebut anak dapat memiliki karakter yang kuat dan bisa mengendalikan dirinya, pemberian contoh keteladanan oleh guru di sekolah juga bisa menjadi penguatan karakternya, tentu saja orang tua dan guru harus tetap memonitor.
Sosial media memiliki dampak negatif dan dampak positif. Dampak positif seperti seseorang yang kreatif bisa memanfaatkannya untuk mengubah hidupnya dan bisa dijadikan sumber nafkah hidupnya, seseorang yang “kecil” bisa seketika menjadi besar begitupun sebaliknya.
Media sosial sekarang ini sudah menjadi kebutuhan untuk hampir semua elemen masyarakat tak hanya di kota, desa, anak, remaja dan orang tua, karena dari kemudahannya juga untuk untuk mengaksesnya, yaitu dengan Handphone, siapa sekarang ini yang tidak memiliki handphone? Rasanya hampir tidak ada. Handphone sudah menjadi kebutuhan yang hampir sama dengan kebutuhan primer.
Kita mau makan, belanja, ke tempat tujuan semua bisa dilakukan dengan handphone. Berbagai macam sosial media seperti Fb, Twitter, Instagram dan lain-lain dengan begitu mudahnya dapat diakses. Karena kemudahan tersebut orang-orang apalagi anak era milenial anak-anak SMA sekarang seperti memiliki dunianya sendiri sebagai ajang untuk mengekspresikan dirinya, dengan begitu mudah melihat banyak tontonan dan menirunya, mengkritik apapun yang dirasa tidak sesuai dengan pendapatnya.
Semakin banyak tontonan, semakin berani lagi untuk melanggar aturan, contoh anak SMA sekarang memakai riasan yang berlebihan melibihi gurunya, berani untuk melawan dan melukai guru, contoh kasus murid yang membunuh gurunya adalah bukti nyata ironinya dampak sosial media bagi dunia pendidikan, rasa malu berkurang, penyebaran isu-isu yang salah, penyebaran fitnah, dan ungkapan ujaran kebencian, dan banyak kasus kejahatan lainnya berawal dari media sosial.
Dengan seringnya menggunakan sosial media anak-anak sekarang akan merasa lebih percaya diri, mereka akan berani dalam menampilkan apa yang mereka lakukan, apa yang dimakan, apa yang dipakai dan kemana mereka pergi.
Dengan banyaknya yang menyukai postingan dan status mereka di sosial media mereka merasa lebih percaya diri dan merasa “hits” (mengambil istilah anak zaman sekarang). Dampaknya juga hilangnya nilai-nilai keagamaan, seperti sebelum makan, alih-alih berdoa malah mereka memotret, setelah bangun tidur bukan berdoa tapi hal pertama adalah mengecek handphone apakah ada pemberitahuan sosial media mereka.
Jika dikaitkan dengan hukum dan norma keagamaan, dalam agama sebenarnya merupakan hal yang diperbolehkan hanya saja diberi batas-batas dalam penggunaannya dengan adanya hukum yang mengikat. Keadaan seperti dewasa ini, dalam Islam contohnya, merupakan hal yang mubah, sebab semua itu adalah media atau wasilah. Hukum wasilah adalah sesuai tujuannnya.
Menghukumi media atau wasilah dengan hukum haram mutlak atau halal mutlak adalah tidak benar. Akan tetapi semua akan berubah hukumnya sesuai dengan penggunannya.
Jika digunakan untuk sesuatu yang haram maka hukumnya menjadi haram dan jika digunakan untuk sesuatu yang halal maka hukumnya menjadi halal. Intinya arus informasi dan kemajuan teknologi saat ini boleh kita terima dengan terbuka asal tetap memfilternya mana yang sesuai dengan nilai-nilai kebaiakan, kebenaran dan mana yang tidak. Semoga kita semua bisa lebih bijak dalam memanfaatkan akses Sosial Media.
)* Penulis adalah Mahasiswa Lancang Kuning Pekanbaru