Bijak Memaknai Iklan Pemerintah
Oleh : Herlina Teturan )*
Beberapa pekan yang lalu, masyarakat diramaikan oleh pro kontra “Iklan pemerintah”. Iklan yang dimaksud adalah sosialisasi kesuksesan program-program pemerintah yang muncul saat sebelum penayangan film di seluruh bioskop di Indonesia. Padahal, kemunculan iklan tersebut bersamaan dengan iklan-iklan lainnya. Secara resminya, iklan dimaksud berjudul “2 Musim, 65 Bendungan” dan Kementerian Kominfo menjadi pihak pengiklan. Jelas, iklan ini merupakan bagian dari layanan masyarakat dan resmi dari pemerintah. Lewat iklan itu, pemerintah menampilkan keberhasilan membangun 16 bendungan lanjutan dan 49 bendungan baru sebagai upaya nyata mewujudkan ketahanan air dan pangan nasional.
Awal mula polemik iklan sosialisasi program pemerintah dimulai, ketika ada seorang netizen yang meributkan iklan tersebut di media sosial sehingga menimbulkan pro dan kontra didalamnya. Netizen tersebut, kemudian mengkaitkan dengan Presiden Joko Widodo yang dituduh sedang melakukan kampanye terselubung lewat iklan yang dikeluarkan Kemkominfo di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Keadaan tersebut diperparah ketika terdapat beberapa elit-elit Politik yang ikut serta memberikan komentar di media sosial, salah satunya adalah Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Izon yang menuntut agar iklan tersebut tidak tayang lagi karena iklan tersebut dinilai bermuatan politis dan menjadi bagian dari kampanye terselubung kubu petahana menjelang Pemilihan Presiden 2019.
Berdasarkan polemik yang terjadi selanjutnya pihak Kementerian Kominfo dengan tegas menolak tuntutan tersebut sembari beralasan bahwa iklan itu tidak ada kaitannya dengan kontestasi politik 2019. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu menilai, tidak ada yang perlu dipermasalahkan dari iklan tersebut. Kemkominfo beralasan bahwa Kemkominfo hanya menjalankan peran dan tugas yang sudah diamanahkan kepada kementeriannya untuk menjadi humas pemerintah atau government public relation. Pemilihan bioskop sebagai media iklan pun didasari atas beberapa alasan. Salah satunya adalah bioskop merupakan sarana paling efektif untuk menyampaikan sebuah pesan atau informasi kepada masyarakat. Gayung pun bersambut, karena pihak bioskop menilai perlu memberikan ruang kepada Pemerintah untuk menampilkan video sosialisasi pencapaian program pembangunan pemerintah.
Memang terjadi banyak pro dan kontra dalam pemutaran video sosialisasi pencapaian program Pemerintah tersebut, namun semua itu kembali kepada setiap individu untuk melihatnya dari sisi sebelah mana.
Dari sisi kemanusiaan, jelas yang diuntungkan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan Waduk dan Bendungan jelas dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga video tersebut menunjukkan dan menjadi sebuah sarana pertanggungjawaban pemerintah yang telah 5 tahun memerintah Negara Indonesia kepada rakyatnya sendiri. Sesuai dengan prinsip demokrasi, dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.
Apabila video yang berjudul “2 Musim, 65 Bendungan” tidak diputar, jarang masyarakat yang tahu, bahwa ternyata Pemerintah juga membangun waduk dan bendungan di seluruh wilayah Indonesia. Sebelum video sosialisasi pencapaian program Pemerintah yang berjudul “2 Musim, 65 Bendungan” muncul, mayoritas masyarakat Indonesia hanya tahu infrastruktur yang dibangun pemerintah hanya pembangunan pembangkit listrik di luar jawa, pembangunan jalan Tol dan jalan trans luar jawa. Namun setelah video tersebut ditayangkan, sekarang seluruh rakyat Indonesia menjadi tahu, bahwa pemerintah Indonesia memang sedang membangun infrastruktur hanya benar-benar untuk masyarakat Indonesia. Wajar apabila pemerintah ingin memberi tahu apa yang telah dikerjakan kepada masyarakat. Supaya rakyat jadi tahu apa saja sih yang dilakukan pemerintah selama hampir 5 tahun berkuasa di negeri kita tercinta. Supaya rakyat tahu bahwa pemerintah yang merupakan wakil dari rakyat bekerja demi kesejahteraan rakyatnya.
Oleh karena itu, banyak yang berpendapat dan menilai bahwa iklan tersebut memang murni komunikasi pencapaian pemerintah kepada publik. Karena tidak mengandung narasi ajakan untuk kembali memilih Jokowi secara verbal maupun visual. Lain hal misalnya ketika beberapa waktu lalu sempat ditemukan iklan terkait partai politik tertentu yang tayang di bioskop (sekarang tidak tayang lagi) dengan modus “nebeng” dan mendukung pencapaian kinerja pemerintahan saat ini. Itu mungkin yang lebih pas dikategorikan sebagai curi start kampanye.
Segala macam tudingan bahwa pemerintah melakukan kecurangan dan curi start kampanye akan terasa lebih tepat dan beralasan seandainya bisa ditemukan ada ajakan memilih kandidat tertentu dalam iklan tersebut. Atau barangkali bisa dibuktikan bahwa ternyata klaim pembangunan sejumlah 65 bangunan itu termasuk klaim manfaatnya ternyata tak sesuai fakta di lapangan. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan untuk cerdas dalam memaknai tayangan iklan tersebut.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua, tinggal di Yogyakarta.