Bijak Menyikapi Isu Kecurangan Pemilu
Oleh : Muhammad Ridwan )*
Tudingan kecurangan yang terjadi pada setiap penyelenggaraan Pemilu, merupakan hal yang biasa terjadi dalam praktik negara demokrasi. Tudingan akan adanya kecurangan terus berdatangan dari awal perhitungan suara sampai pada tahap rekapitulasi hasil pemilu.
Kepala staf kepresidenan Moeldoko mengatakan, tak ada pelaksanaan pesta demokrasi yang sempurna. Jika ada satu dua ketidaksempurnaan, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh oleh pihak – pihak yang merasa dirugikan.
Menanggappi hal tersebut, Mahfud MD selaku ketua Gerakan Suluh Kebangsaan bersama anggotanya menyambangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melihat langsung proses sistem penghitungan (Situng) atau real count yang dilakukan KPU kemarin.
Kedatangannya karena pihaknya merasa risih akah adanya perkembangan terakhir dimana ada tudingan dan dugaan terjadi kecurangan terstruktur di KPU.
Mahfud datang ke KPU ditemani oleh Guru Besar Ilmu Statistik IPB, Asep Saefudin dan putri almarhum Presiden Abdurrahman Wahid, Alisa Wahid, pihaknya mengaku bahwa sebelum pemungutan suara mereka telah bertemu dengan jajaran komisioner KPU. Waktu itu, Mahfud telah bekerja secara profesional. Namun kedatangannya kali ini untuk memastikan berita yang berkembang di masyarakat.
Mahfud juga menyebutan bahwa dari 101 kesalahan tu, 24 diantaranya merupakan laporan dari masyarakat yang selebihnya ditemukan oleh KPU sendiri, dikoreksi sendiri karena ditemukan sendiri dimana masyarakat tidak tahu.
“Laporan masyarakat itu hanya 24. Dari situ kekeliruan itu berarti hanya ada 0.0004 %. Berarti ada satu di dalam 2.500 TPS, dari situ menjadi sangat tidak mungkin kalau mau ada rekayasa terstruktur mestinya berpersen – persen, ini Cuma 1 per 2500, ndak mungkin ada kesengajaan,” tutur Mahfud.
Dengan demikan, Mantan Ketua MK tersebut menghimbau kepada seluruh masyarakat agar mengecek langsung data yang sudah diinput dalam situng KPU. Menurut Mahfud, jika masih ragu dengan data yang diinput dalam situng KPU, maka dirinya menyarankan untuk menempuh dua forum hukum.
Pertama masyarakat bisa menempuh forum hukum sesuai dengan penerapan peraturan yang ada yakni rekapitulasi berjenjang yang akan diumumkan KPU pada 22 Mei mendatang.
Apabila cara tersebut masih ragu, maka dirinya menyarankan agar menempuh cara kedua, yaitu dengan menempuh jalur gugatan atau sengketa hasil pemilu di MK. Dengan hal ini dirinya mengharapkan agar masyarakat tetap tenang sambil terus mengawasi rekapitulasi yang dilakukan KPU secara berjenjang.
Tentunya dirinya tidak menganggap bahwa 101 kesalahan per 2500 itu harus dibenarkan, namun harus dipaham dan hal itu masih bisa diselesaikan dalam adu data pada 22 Mei 2019 nanti.
Dirinya juga menambahkan bahwa dalam 101 TPS itu ternyata bukan memenangkan salah satu paslon presiden dan wakil presiden. Menurut Mahfud baik paslon 01 maupun 02 sama sama rugi dan sama sama untung dari beberapa data yang kelru diinput ke Situng.
“Jadi tidak mungkin (kesalahan input data KPU) itu terstruktur. Kalau terstruktur ya mesti samalah, dan ini sama. Dan di KPU ada datanya, yang mana yang menguntungkan paslon 01 yang mana yang menguntungkan paslon 02, yang mana yang merugikan mana yang itu juga sudah ada,” tutupnya.
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan bahwa dalam setiap perhelatan pemilu hampir dapat dipastikan terjadi kekurangan seperti kecurangan. Namun Khusus di Pemilu serentak 2019, Refly berpendapat bahwa hal tersebut terlalu naif apabila ada dugaan kecurangan dalam skala besar.
Menurutnya, kecurangan Pemilu bisa dikatakan terjadi secara terstruktur apabila ada rantai komando dari atas ke bawah yang menginstruksikan agar melakukan segala cara.
Lantas benarkah KPU melakukan kecurangan? Nanti dulu, Politikus PKB Abdul Arif mengatakan bahwa kesalanan dan kecurangan itu jauh berbeda. Kesalahan itu hal yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan merupakan hal yang disengaja bahkan direncanakan.
Kecurangan adalah sekalahan yang dilembagakan. Dilakukan secara sistmatis oleh pihak – pihak yang telah ada pengertian satu sama lain. Kecurangan memerlukan kerjasama dari banyak elemen pada struktur yang tertata rapi.
Sekedar gambaran, bahwa Personil KPU dipilih oleh partai politik melalui perwakilan mereka di Komisi II DPR. Dimana semua fraksi terlibat. Membayangkan orang – orang pilihan partai akan berlaku curang di Pemilu yang diikuti oleh parpol yang telah memilih mereka, tentu hal tersebut dirasa sulit.
)* Penulis adalah Pengamat sosial politik