Calon Pemimpin Harus Optimis, Bukan Menjatuhkan Golongan
Oleh: Ersa Chianti )*
Memasuki masa kampanye pemilu 2019 berbagai manufer politik akan dilakukan oleh tiap pasangan calon. Masing-masing tim pemenangan memiliki cara “jitu” untuk saling serang, menjatuhkan lawan politik dan mengangkat suara calon yang diusung timnya. Bahkan topik-topik etnis dan meyinggung SARA juga menjadi strategi menyerang lawan politiknya.
Patut kita cermati, etnisitas sering menjadi alat untuk menjadi untuk memecah masyarakat Indonesia. Sikap primordialisme yang masih cenderung tinggi di masyarakat Indonesia menjadikan etnisitas sebuah masalah yang mudah untuk memicu perselisihan dalam masyarakat. Persoalan etnisitas dapat diredam melalui kekuatan Negara dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan Negara bisa menghasilkan integrasi ketika asimilasi baik karena dipaksakan dalam bentuk inkorporasi maupun secara sukarela melalui proses amalgamasi. Indonesia sendiri adalah Negara yang terbentuk dari proses amalgamasi. Namun kini persatuan dari banyak kelompok pada zaman pra-kemerdekaan yang mengesampingkan segala bentuk kesukuan menjadi nasionalisme untuk Indonesia yang satu dan merdeka mulai luntur.
Lunturnya nasionalisme yang utuh ini masih dapat di perbaiki. Misalnya melalui kebijiakan Negara seperti yang telah disebutkan di atas. Untuk itu perlulah model pemimpin yang melihat indonesia secara utuh sebagai suatu kesatuan. Pemimpin yang tidak membedekan kelas, golongan, bahkan daerah asal. Rasa cinta sebagai orang Indonesia harus ditumbuhkan. Bukan dengan merendahkan suatu golongan atau suatu daerah.
Sayangnya dalam suatu kampanye pasangan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto, mengeluarkan suatu pernyataan yang cenderung menjelekan suatu golongan masyarakat. Pernyataan berbau etnis yang dilontarkan dalam pidato di Boyolali itu kini menjadi viral dengan tajuk “Tampang Boyolali” dan hashtag #SaveMukaBoyolali di media sosial.
Pernyataan Prabowo yang merupakan calon presiden Indonesia memunculkan sentimen negatif dan pesimisme seorang calon pemimpin terhadap rakyatnya. Pernyataan yang merendahkan suatu kalangan tersebut nampaknya semakin menunjukkan sikap asli sang Jendral yang tempramen dan cenderung suka menggunakan kekerasan. Pernyataan itu menunjukkan sikap yang tidak mengayomi rakyat dengan menunjukkan sikap pesimis dimasyarakat dan menyinggung masyarakat. Bukan dengan membangun semangat pembangunan dan optimisme di masyarakat
Pernyataan-pernyataan Prabowo juga cenderung tanpa dasar data yang jelas. Seperti pernyataan yang menyatakan masyarakat Boyolali tidak bisa masuk hotel mahal bahkan akan diusir karena tidak memiliki tampang orang kaya. Akhirnya? Kini masyarakat Boyolali bereaksi karena pernyataan tersebut dan munculah inkondusifitas masyarakat. Masyarakat Boyolali bukanlah masyarakat yang tidak berpendidikan hingga akan diusir ketika masuk ke hotel. Bahkan jika ditelusuri Boyolali banyak menghasilkan orang-orang besar.
Seharusnya sebagai calon presiden menumbuhkan optimisme dengan menonjolkan program kerja dan jalan keluar suatu masalah. Bukan dengan strategi menjatuhkan melalui menjatuhkan suatu golongan.
)* Penulis adalah mahasiswa Boyolali, yang sedang kuliah di Yogyakarta.