Cegah Penyebaran Paham Radikal di Kalangan Santri
Oleh : Muhammad Yasin )*
Radikalisme merupakan virus berbahaya yang dapat mengincar siapa saja, termasuk kalangan santri. Oleh sebab itu, diperlukan kepedulian dan pencegahan agar paham radikal tidak menyebar di kalangan santri yang kedepannya memiliki tanggung jawab untuk membimbing umat.
Pondok Pesantren adalah tempat untuk belajar agama dan para santrinya menjalankan ibadah dengan khusyuk. Mereka belajar hukum-hukum syariah, fiqih, dan lain sebagainya. Masyarakat mempercayai Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang baik dan menghasilkan lulusan yang bermutu.
Berbagai Pondok Pesantren tersebar di Indonesia dan mengajarkan ilmu dengan mahzab yang berbeda-beda. Masyarakat tinggal memilih mau mendaftarkan anak di Pondok Pesantren mana, yang tradisional, yang modern, dan lain sebagainya. Namun jangan sampai salah pilih karena dikhawatirkan mengajarkan paham atau ajakan terlarang diantaranya membenci negara atau Pemerintah.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan bahwa warga bisa menegur jika ada ajaran Pondok Pesantren yang menyimpang alias menyebarkan radikalisme. Jika ada yang ketahuan radikal maka jangan ragu untuk melaporkannya ke Kecamatan, Kelurahan, Danramil, atau Polsek.
Pengajaran tiap Pondok Pesantren adalah kebijakan masing-masing dan masyarakat percaya akan metodenya. Akan tetapi jika ada penyimpangan seperti radikalisme maka tidak bisa dibiarkan saja. Radikalisme terlarang di Indonesia sehingga harus diberantas. Pelaporan adalah hal yang wajar karena menunjukkan kepedulian warga, bukannya melanggar privasi dari tempat tersebut.
Bisa jadi dalam 1 Pondok Pesantren pengajarannya lurus tetapi ada santri yang ternyata radikal. Hal ini yang harus dicegah agar ia tidak menyebarkannya ke santri yang lain. Radikalisme bagai penyakit menular sehingga harus dipangkas, agar tidak menyebabkan santri-santri jadi berpikir tentang jihad yang ekstrim, pengeboman, penyerangan, dan lain sebagainya.
Untuk mencegah radikalisme di kalangan santri maka mereka perlu dipantau. Para ustad dan kiai memonitor apakah santrinya lurus atau malah suka menceritakan ISIS atau organisasi radikal lain? Pengawasan juga dilakukan di media sosial dan dilihat apakah ada status yang ekstrem dan pro radikal. Meski di area Pondok mereka tidak boleh membawa HP tetapi bisa saja update status ketika liburan di rumah.
Jika memang ada yang ketahuan radikal maka santri tersebut bisa didekati dan diajak diskusi dari hati ke hati. Ia diajarkan bahwa yang yakini tidak benar, karena pengajaran agama seharusnya membawa kedamaian dan cinta kasih, bukannya kekerasan seperti pada ajaran radikalisme. Pendekatan dilakukan secara intensif dan otaknya didetoksifikasi dari radikalisme.
Pengajaran di Pondok Pesantren juga ditambah, tak hanya belajar kitab kuning tetapi juga toleransi. Jika santrinya belajar toleransi maka mereka tidak akan terpengaruh oleh radikalisme. Mereka punya modal untuk bisa bergaul di masyarakat, ketika nanti lulus dari Pondok Pesantren.
Peranan Pondok Pesantren di masyarakat amat penting. Selain menjadi tempat belajar para santri, juga jadi tempat pengajian yang dihadiri oleh jamaah dari berbagai daerah. Oleh karena itu Pondok Pesantren diharap untuk membantu pemberantasan radikalisme karena jamaahnya bukan hanya dari kalangan internal, tetapi juga eksternal.
Jika Pondok Pesantren membantu pemerintah dalam mengatasi radikalisme maka paham ini akan hilang dari Indonesia. Selain mencegah radikalisme di para santrinya, mereka juga berusaha agar paham ini tidak menyebar di masyarakat. Pemimpin Pondok memiliki pengaruh besar sehingga warga sekitar tidak akan terpengaruh oleh radikalisme.
Paham radikal di kalangan santri perlu dicegah agar mereka jadi calon ustad yang tak hanya cerdas dan berwawasan luas, tetapi juga toleran dan anti radikalisme. Dengan adanya pencegahan penyebaran radikalisme di kalangan santri diharapkan banyak muncul pemuka agama moderat yang dapat terus merekatkan persatuan dan persaudaraan bangsa.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute