Cegah Potensi Korupsi, Pemerintah Pastikan Pengawasan Ketat Anggaran Bantuan Bencana Sumatera
Oleh: Fauziyah Hasan
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memastikan seluruh anggaran bantuan bagi korban banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berjalan tepat sasaran dan bebas dari penyimpangan. Di tengah situasi darurat yang masih berlangsung, pemerintah menempatkan pemulihan korban sebagai fokus utama sekaligus memastikan mekanisme pengawasan berjalan kuat sejak awal. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyatakan siap mengawasi aliran anggaran bantuan bencana, sebagai bagian dari langkah pemerintah dalam menjaga integritas proses penanganan darurat hingga fase pemulihan.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa pemerintah saat ini sedang memprioritaskan respons cepat terhadap para korban. Ia menyampaikan bahwa penanganan darurat menjadi langkah pertama yang harus dipastikan berjalan optimal sebelum masuk pada tahapan pengawasan teknis anggaran. Menurutnya, pemerintah tengah memastikan keselamatan warga, kebutuhan dasar, serta penyaluran bantuan mendesak sebagai prioritas mutlak dalam fase darurat ini.
Ia menjelaskan bahwa pengawasan anggaran tetap menjadi perhatian, dan KPK sudah menyiapkan langkah konkret untuk memastikan pengelolaan dana berjalan sesuai ketentuan. Setyo mengisyaratkan bahwa ketika situasi sudah lebih stabil, dirinya akan mengerahkan kedeputian yang berwenang untuk melakukan pengawasan menyeluruh. Deputi Koordinasi dan Supervisi serta Deputi Pencegahan dan Monitoring disebut sebagai unit yang berpotensi mengambil peran sentral dalam pengawasan tersebut. Melalui mekanisme itu, pemerintah ingin memastikan tidak ada ruang bagi penyimpangan, terlebih pada bantuan kebencanaan yang melibatkan banyak sumber dana.
Setyo juga menyoroti bahwa bantuan bencana seringkali melibatkan banyak pintu masuk pendanaan. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah menilai titik rawan penyimpangan bisa muncul jika alur pendistribusian tidak diawasi ketat. Ia mengingatkan bahwa bantuan bisa berasal dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga terkait, hingga donasi dari masyarakat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya koordinasi menyeluruh agar alur penyaluran dari hulu hingga hilir berjalan transparan.
Pemerintah juga mencermati meningkatnya perhatian publik terhadap isu dugaan kejanggalan harga bansos yang ramai dibahas di media sosial. Misalnya, muncul unggahan yang menyoroti dugaan harga beras mencapai Rp 60.000 per kilogram dalam paket bantuan untuk wilayah Aceh, Sumut, dan Sumbar. Setyo menyatakan bahwa pemerintah memahami kekhawatiran masyarakat tersebut, dan karena itu memperkuat pengawasan menjadi langkah yang tidak bisa ditawar. Ia menegaskan bahwa mekanisme pemeriksaan dan verifikasi akan dilakukan secara bertahap untuk memastikan semua dana digunakan sesuai peruntukannya.
Dari perspektif akademisi, peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai pengawasan KPK terhadap bansos kebencanaan di Sumatera sangat memungkinkan dilakukan. Ia menjelaskan bahwa KPK dapat menerapkan model pengawasan serupa dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurutnya, proses pengawasan perlu dimulai dari sumber pendanaan hingga dana benar-benar diterima oleh masyarakat terdampak. Pemerintah menilai pandangan ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperketat pengawasan, terutama karena nilai anggaran penanganan bencana tidak kecil.
Herdiansyah juga menyoroti bahwa pagu anggaran BNPB pada tahun 2026 hanya sebesar Rp 491 miliar, sehingga sangat mungkin pendanaan untuk penanganan banjir bandang diambil dari berbagai pos, termasuk APBD. Pemerintah memahami bahwa kondisi ini memerlukan koordinasi lintas lembaga agar seluruh aliran dana tetap berada dalam satu kerangka pengawasan yang jelas. Oleh karena itu, pengawasan dari awal hingga akhir penyaluran menjadi penting untuk menjaga akuntabilitas.
Dalam upaya memperluas dukungan bagi korban bencana, pemerintah melalui KPK juga bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Langkah ini dilakukan untuk memastikan masyarakat memiliki saluran resmi dan aman untuk menyalurkan donasi. Pemerintah berharap skema ini dapat memperkuat proses distribusi bantuan yang dilakukan secara transparan dan sesuai kebutuhan masyarakat terdampak di Sumatera. Kerja sama tersebut juga merupakan bagian dari strategi memperkecil potensi penyimpangan, terutama pada bantuan yang berasal dari donasi publik.
Terkait penegakan hukum atas aktivitas ilegal seperti pemanfaatan hutan secara tidak sah yang turut disebut sebagai faktor pemicu bencana, Setyo menyampaikan bahwa pemerintah saat ini masih memprioritaskan penanganan darurat. Ia menegaskan bahwa fokus utama pemerintah adalah memastikan para korban dapat segera dievakuasi dan dipenuhi kebutuhan dasarnya. Kendati demikian, pemerintah tetap menyiapkan langkah penindakan untuk tahap berikutnya. Ia menjelaskan bahwa ke depan KPK akan meningkatkan koordinasi dengan kementerian dan aparat penegak hukum di daerah, termasuk memanfaatkan kajian sektor lingkungan yang telah disusun oleh KPK.
Keseluruhan langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen penuh menjaga transparansi, akuntabilitas, serta efektivitas penanganan bencana di tiga provinsi di Sumatera. Melalui koordinasi lintas lembaga, pengawasan ketat, serta respons cepat terhadap dinamika di lapangan, pemerintah ingin memastikan setiap rupiah bantuan benar-benar sampai kepada warga yang membutuhkan. Di tengah situasi bencana yang kompleks, penguatan tata kelola anggaran menjadi kunci agar proses pemulihan berjalan cepat, tepat sasaran, dan berintegritas.
*) Pengamat Kebijakan Publik

