Damailah Pilgub Jakarta Putaran Kedua
Oleh: Ardian Wiwaha )*
Keseruan pertandingan el classico antara club asal spanyol Barcelona dan Real Madrid saat ini dirasakan memudar apabila publik Indonesia menyamakan tensi keseruannya dengan perebutkan kursi DKI 1. Setelah perhelatan Pilgub DKI Jakarta putaran pertama telah menyeleksi satu pasangan lain yakni Agus-Sylvi dari partai koalisi Demokrat, kini partai final Pilgub DKI yang akan digelar pada 19 April mendatang, telah menempatkan dua calon Gubernur dan Wakil Gubernur selektif yakni pasangan Gubernur Petahana Basuki Tjahya Purnama dan Djarot Saefullah, serta pasangan penantang lain Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Tak ada kata keterasingan bagi publik Jakarta, khususnya dalam mengenal eksistensi dan latar belakang kedua calon yang masing-masing memiliki kualitas, intergritas, serta background yang berasal dari berbagai macam warna. Namun yang terpenting dan perlu digaris bawahi, persaingan politik haruslah berjalan sesuai dengan koridor, berjalan dengan tata hukum berlaku, serta berjalan dengan damai tanpa ada intimidasi, provokasi, dan tindakan anarki.
Hindari Politik Praktis
Bukan menjadi rahasia umum apabila dalam perang politik, segala cara akan dihalalkan oleh tim pendukung maupun okum tertentu, guna memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang didukungnya, mulai dari bantuan semangat, keringat, atau bahkan materi sekalipun.
Benar, apabila dalam pesta politik, akan marak sekali terjadi fenomena-fenomena unik yang terjadi dan ditunggu oleh rakyat, seperti halnya panggung hiburan, pembagian sembako, hingga hal yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat adalah money politics. Bukan sebuah hal yang lumrah apabila sebuah tim sukses pasangan akan berani mergeriliya menghambur-hamburkan uang kampanye politik guna mendulang suara kemenangan.
“Serangan Fajar”, itulah istilah yang sering kali terdengar dan merupakan strategi terkahir bagi sang tim sukses untuk menggaet dukungan suara. Layaknya pada Pilkgub DKI Jakarta putaran DKI mendatang, ingatlah bahwa akan banyak sekali uang berwarna merah bergambar Soekarno-Hatta yang bertebaran dikampung-kampung suara rakyat yang kiranya suara politiknya dapat dibeli secara instan. Namun demikian, penulis mengingatkan kepada para pembaca agar lebih bertindak tegas terhadap praktik money politics dewasa ini, karena apabila nantinya sang calon terpilih dari strategi politik yang demikian, relakah uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang harusnya didistribusikan untuk meremajakan serta mensejahterakan rakyat banyak, sengaja dipotong secara kejam hanya untuk mengembalikan dana kampanye politik sebelumnya? Cerdas dalam memilih.
No SARA
Politik Suku, Ras, Agama, dan Golongan yang dikenal seabgai SARA, bukanlah hal yang baru dalam dunia perpolitikan DKI dewasa ini. Misalnya saja, Ahok salah satu pasangan calon gubernur DKI yang dilahirkan bermata sipit dan beretnis Cina, acapkali dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan sebagai alat untuk memperhangat tensi perpolitikan DKI 1. Berbagai macam bentuk provokasi dan intimidasi acapkali muncul seolah mendeskreditkan posisi Ahok selaku salah seorang Cagub yang merupakan etnis minoritas.
Demikian juga dengan Anies Baswedan, latar belakang dan posisinya selaku calon gubernur DKI berlatar belakang agama Islam, acapkali dijadikan alat oleh segelintir kelompok kepentingan sebagai salah satu calon yang pro akan negara islam khilafah yang tentunya sangat bertentangan dengan konstitusi Pancasila dan UUD 1945. Padahal apabila ditelaah lebih mendalam, kebenaran terhadap informasi tersebut cenderung bermakna politik kepentingan oleh segelintir kelompok tak berotak, yangmana tidak memikiran hasil dan kerawanan munculnya konflik horisontal dan komunal berbalut SARA hanya untuk memenangkan kursi DKI 1.
Cerdas dalam Memilih
Dalam kondisi seperti inilah publik Jakarta diuji dan harus memainkan perannya selaku barometer politik Indonesia. Sikap bijaksana, tegas, dan jujur, merupakan ketiga elemen yang harus dipegang teguh oleh publik DKI dalam menghadapi situasi politik emergensi yang sebentar lagi akan dihelat. Berbagai macam bentuk provokasi, intimidasi serta peranan politik praktis yang dijalankan oleh kedua kubu harus ditanggapi dengan sikap dewasa dan bijaksana.
Kerawanan akan munculnya konflik horisontal diprediksi lahir diakhir pesta politik DKI 2017 apabila publik Jakarta tidak lapang dada dalam menjalankannya. Hasil survei cepat tak bertanggung jawab, SMS broadcast provokatif bertebaran dimana-mana, isu hoax mulai bermunculan hingga yang terbaru aksi terorisme bermuatan politik berpotensi mencederai banyak orang tak bersalah di Pilgub DKI 2017.
Cukup dengan memberikan suara apa adanya, memilih dengan hati, dan bertindak dengan akal sehat. Karena kedamaian dan kekondusifan situasi kehidupan di DKI, ditentukan dengan seberapa pedulinya kamu dari hal kecil yang dapat kamu lakukan. Damialah Pilgub DKI Jakarta.
)* Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia