Damailah Reuni Akbar 212
Oleh: Arjuna Wiwaha )*
Sebentar lagi reuni akbar 212 akan segera diselenggarakan. Tak pelak aksi yang direncanakan akan mengumpulkan para tokoh dan peserta aksi 212 tahun lalu di sekitaran tugu Monas, Jakarta, merupakan puncak dari serangkaian acara reuni sebelumnya yang diselenggarakan Presidium Alumni 212 dan GNPF Ulama di beberapa daerah yang sebelumnya terbilang tidak begitu masif. Meskipun acapkali dinilai tendensius dan erat kaitannya dengan hubungan agama dan politik, namun demikian tak sedikit pihak yang menilai rencana aksi dengan rangkaian kegiatan salat Subuh berjamaah, kegiatan bakti sosial, hingga diakhiri dengan salat Dzuhur berjamaah tersebut sebagai bentuk aksi kontroversial.
Seperti yang diutarakan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, pada hari Jumat (24/11) yang mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menghadiri acara reuni tersebut meskipun diketahui sejumlah tokoh penting turut diundang dalam reuni, termasuk Kapolri, Panglima TNI, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, hingga Presiden Joko Widodo sekalipun. Pihaknya justru menyarankan agar perhelatan aksi seperti hal tersebut justru digelar untuk mengenang semangat Kemerdekaan Indonesia 1945. Menurutnya melalui aksi mengenang semangat Kemerdekaan Indonesia 1945 diharapkan dapat lebih membangun kembali spirit kemerdekaan tentang Indonesia yang penuh filosofis.
Senada dengan pendapat diatas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar yang di Ketuai oleh Racmat Syafe’I menghimbau agar warga Prov. Jawa Barat tidak berangkat mengikuti reuni akbar 212 yang akan di gelar di Lapangan Monas, Jakarta. Hal ini dikarenakan bentuk aksi 212 adalah persatuan umat Islam seluruh Indonesia yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus penistaan agama. Oleh karenanya, pihaknya meminta mulai dari jajaran MUI Provinsi hingga desa agar tidak terlibat dengan bentuk kegiatan tersebut.
Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Kapolda Jabar Irjen Pol. Agung Budi Maryoto. Jenderal bintang dua ini berharap agar warga Jawa Barat dapat memperingati momen tersebut dengan menggelar doa di tempat masing-masing. Namun demikian, dirinya tetap melakukan pengawalan bagi warganya yang akan pergi ke Monas, Jakarta, sebagai bentuk pelayanan polisi terhadap warganya.
Menarik benang terdahulu, aksi demonstrasi yang dinamakan Aksi Bela Islam 212 merupakan serangkaian bentuk aksi yang diselanggarakan atas dasar tuntutan penistaan agama yang dilakukan oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjhaja Purnama alias Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta, yang mengutip Alquran surat Al Maidah ayat 51 sekaligus aksi yang mengusung agenda penolakan terhadap pemimpin kafir. Meskipun dapat dikatakan berhasil, namun pengulangan aksi serupa dinilai oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno sebagai upaya untuk memelihara eksistensinya.
Tak membahayakan namun sedikit menimbulkan kerawanan, meskipun pada dasarnya aksi tersebut merupakan bentuk serangkaian kegiatan ibadah dan doa bersama para alumni aksi 212 tahun sebelumnya, namun tak sedikit publik percaya bahwa di dalam aksi reuni 212 tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan kepentingan pragmatis oleh sebagian kelompok politik untuk menyuarakan isu penolakan terhadap Perppu Ormas, tuntutan hukum terhadap para penista agama lain, hingga dukungan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang hingga detik ini dilarang keberadaannya. Namun yang pasti, tak ada yang menginginkan sebuah kerusuhan apalagi pertumpahan darah, terlebih dengan politik kepentingan yang dapat menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat Indonesia. Semua berharap bahwa aksi reuni 212 kali ini dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan damai. Dan mari kita buktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Damailah reuni 212, damailah Indonesiaku.
)* Mahasiswa FISIP Universitas Brawijaya