Dampak Negatif Pidato “Tampang Boyolali” Prabowo
Oleh : Tama Prasertya )*
Pidato Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto di Boyolali pada 30 Oktober 2018 menuai reaksi keras dari masyarakat kota tesebut. Pidato yang disampaikan Prabowo saat meresmikan posko pemenangan itu dan menyinggung “tampang Boyolali”, dianggap telah merendahkan martabat warga Boyolali.
Aksi protes warga Boyolali terhadap ucapan Prabowo digelar oleh ribuan warga pada 4 November 2018 yang dilangsungkan sejak pukul 08.00 pagi hingga 11.00 siang WIB. Demonstrasi tersebut berisi tuntutan masyarakat agar Prabowo minta maaf kepada masyarakat Boyolali atas ucapannya, terlapas apakah sekedar guyonan atau ada unsur ketidaksengajaan.
Terdapat dua lokasi konsentrasi massa, yaitu di gedung Mahesa dan di jalan Pandanaran, khususnya di simpang siaga dan monumen susu segar. Dalam aksinya, warga menggunakan sepeda motor sembari membawa spanduk dengan tulisan #SaveTampangBoyolali, #2019TetapTampangBoyolali, dan Prabowo Harus Minta Maaf, dan masih banyak lagi.
Bahkan, warga juga mengarak sebuah bendera merah putih berukuran raksasa yaitu 50 x 10 meter. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa warga Boyolali juga termasuk sebagai warga Indonesia.
Aksi tersebut diikuti kurang lebih 15.000 warga Boyolali dengan koordinator Ketua DPRD Boyolali, S Paryanto. Menurutnya, aksi tersebut dilakukan tanpa muatan politik dan spontan, sehingga diharapkan tidak ada yang salah persepsi terhadap aksi tersebut.
Sejauh ini prestasi Boyolali di Indonesia sangat luar biasa. Ada banyak pejabat penting di pemerintahan yang asalnya dari Boyolali. Seperti Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono. Ada juga mantan Menteri PU pada era Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Djoko Kirmanto.
Maka dari itu, S Paryanto menambahkan, apa yang dikatakan oleh Prabowo pada pidatonya tentang “tampang Boyolali” kurang pas.
Tidak hanya menuai aksi protes, pidato Prabowo dengan unsur “tampang Boyolali” yang dinilai merendahkan martabat berlanjut ke kantor polisi. Prabowo pun dipolisikan oleh seorang warga bernama Dakun. Warga asal Boyolali itu, melaporkan Prabowo ke Polda Metro Jaya.
Pada Jumat (2/11/2018), Pengacara Dakun, Muannas Al Aidid mengungkapkan bahwa alasan kliennya melaporkan Prabowo adalah terkait pidatonya saat safari politik beberapa waktu yang lalu.
Dalam video utuh yang beredar, awalnya Prabowo membicarakan terkait belum sejahteranya masyarakat saat ini. Kemudian dilanjutkan dengan perumpamaan wajah Boyolali yang belum pernah masuk ke hotel-hotel mahal.
“Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang orang Boyolali ini. betul?” ujar Pabowo di tengah-tengah pendukungnya.
Di tengah era moderan saat ini, sudah seharusnya saat masa kampanye dilakukan dengan mengucapkan kata-kata yang mengajarkan kedamaian. Prabowo sebagai calon presiden seharusnya bisa menyejukkan. Apalagi saat ini tengah didengungkan terkait masalah kampanye damai. Oleh sebab itu, Prabowo diharapkan bisa lebih menjaga ucapan dan lidahnya.
Gerindra, sebagai partai yang diketuai oleh Prabowo menanggapi santai pelaporan tersebut. Dalam wawancara dengan detik.com, anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, Andre Rosiade, menuturkan, “Ya, silakan saja. tapi kan masyarakat bisa menilai laporan ini mencari-cari sensasi atau bagaimana, biar masyarakat yang menilai.” (2/11/2018)
Meskipun begitu, Andre menegaskan pihaknya akan kooperatif dengan laporan tersebut. seluruh proses hukum akan dipatuhinya. Andre mengaitkan kejadian ini dengan kasus hoax Ratna Sarumpaet sebagai alat untuk menjatuhkan status capres dari Prabowo. Namun, upaya tersebut gagal, sehingga ada pihak-pihak yang mencari cara lain untuk menyudutkan sang ketua umum.
Insiden Boyolali jelas menimbulkan ketidakpercayaan publik yang semakin luas. Bahkan, bisa menjangkau seluruh Indonesia.
Pasalnya, hal ini akan melahirkan solidaritas masyarakat desa di berbagai kabupaten seluruh Indonesia. Dampaknya bisa muncul sikap antipatik yang semakin luas pada Capres Prabowo Subianto – Cawapres Sandiaga Uno karena masyarakat Boyolali terlanjur kecewa. Akumulasi kekecewaan juga semakin meningkat tatkala kubu Prabowo, menolak minta maaf kepada masyarakat Boyolali, seperti yang diutarakan Juru Bicara Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Provinsi Jateng, Sriyanto Saputro.
Sikap resistensi publik Boyolali, kini, sudah terbukti. Bahkan, bisa berujung dengan sikap menarik dukungan dan tidak akan lagi memilih pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2.
Konteks pidato yang diucakan oleh Prabowo diduga kuat terkait dengan kondisi kemiskinan Indonesia. Namun, bagaimanakah gambaran sebenarnya perekonomian di daerah Boyolali?
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), perekonomian di Boyolali didorong lima Kategori usaha, diantaranya industri pengolahan, kehutanan, pertanian, konstruksi dan jasa, serta perdaganagn besar dan eceran.
Tahun lalu, PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto Boyolali mencapai Rp 20,17 triliun. Naik dari angka Rp 19,11 triliun.
Sementara PDRB per kapita mencapai Rp 29,4 juta atau setara dengan Rp 2,5 juta per bulan di tahun 2017. Angka ini cenderung lebih rendah ketimbang rata-rata pendapatan penduduk per kapita mencapai Rp 51,89 juta atau Rp 4,32 juta per bulan.
Boyolali juga terkenal dengan daerah produsen susu terbesar di Indonesia. Menurut data dari pemerintah Kabupaten Boyolali, jumlah sapi perah di wilayahnya ada 88.430 ekor dengan produksi susu per tahun mencapai 46.96 juta liter.
Produksi susu di daerah ini juga diolah menjadi produk lain seperti keju, yogurt, dodol, susu, dan juga sabun.
Lalu, layakkah “tampang Boyolali” di stigmatisasi?
)* Penulis adalah mahasiswa asal Boyolali.