Demi Keamanan, Akses WNA ke Papua Perlu Dibatasi
Oleh : Edward Krey )*
Keberadaan 4 WN Australia dalam demonstrasi anarkis di Papua beberapa hari lalu menjadi sorotan berbagai pihak. Pemerintah pun bertindak tegas dengan membatasi masuknya Warga Negara Asing (WNA) ke Papua. Hal itu dilaksanakan agar melindungi WNA agar tidak menjadi korban di tengah kerusuhan yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
Menko Polhukam Wiranto berujar, melarang itu bukan semata – mata membatasi ruang gerak orang asing. Tetapi semata – mata melindungi orang asing itu sendiri supaya tidak menjadi korban kerusuhan dan kita juga mempersempit permasalahan.
Mantan Panglima TNI tersebut juga tidak ingin aparat keamanan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi WNA yang berada di Papua. Ia menuturkan jangan sampai WNA juga turut serta memperkeruh keadaan.
Sehingga jangan sampai aparat keamanan tidak bisa membedakan mana orang asing, orang asing yang ikut nimbrung, ikut ngompori maupun ikut campur tangan dengan orang yang betul – betul tulus sebagai wisatawan.
Oleh karena itu, saat ini Indonesia harus melakukan sterilisasi terhadap pihak yang hendak memprovokasi keadaan di Papua agar semakin memanas dan kacau.
Pembatasan akses warga asing ini berkaitan dengan dideportasinya 4 warga negara Australia yang mengikuti demonstrasi di beberapa daerah di Papua beberapa waktu lalu. Keempat warga negara Australia tersebut yakni Baxter Tom (37), Davidson Cheryl Melinda (36), Hellyer Danielle Joy (31), dan Cobbold Ruth Irene (25).
Wiranto telah berkoordinasi dengan kementerian terkait semerti Kemenlu dalam membuat regulasi tentang pembatasan akses warga negara asing.
Pembatasan akses WNA ke Papua juga mendapatkan dukungan dari Ketua DPR Bambang Soesatyo, dirinya mendukung upaya pemerintah dan pihak penegak hukum dalam pembatasan sementara akses bagi turis mancanegara ke Papua dan Papua Barat.
DPR juga meminta pihak kepolisian untuk bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Luar Negeri untuk mengungkap pihak – pihak asing yang diduga terlibat dalam aksi kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Hal tersebut terkait dengan adanya indikasi keterlibatan pihak asing dalam aksi – aksi di Papua serta adanya pembatasan akses bagi turis mencanegara ke Papua dan Papua Barat seperti kasus pemulangan sejumlah WNA asal Negeri Kanguru.
Tentunya direktorat Jenderal Imigrasi tidaklah sembarangan dalam menjatuhkan sanksi deportasi, ke 4 WNA asal Australia yang dipulangkan tersebut, terbukti telah menyalahgunakan izin tinggal untuk berwisata dengan mengikuti aksi massa dan membawa bendera bintang kejora.
Bambang juga mendorong pihak Kementrian Luar Negeri untuk melakukan diplomasi dalam memberikan pemberitahuan kepada negara lain atas pembatasan sementara WNA masuk ke wilayah Papua dan Papua Barat. Hal tersebut dirasa penting untuk menghindari adanya WNA yang dideportasi oleh pihak pemerintah Indonesia.
Phaknya juga terus mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan kedamaian di Papua dan Papua Barat guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengingat kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat sangat meresahkan masyarakat.
Dalam situasi seperti ini, Indonesia sebagai negara yang berdaulat tentu tidak ada masalah dalam membatasi WNA yang singgah di Papua maupun Papua Barat.
Masalah yang ada di Papua dalam targetnya adalah ingin menginternasionalisasi masalah, misalnya ketika Anggota DPR Komisi 1 Andreas ke Belanda, masalah Papua disana dilihat sebagai persoalan rasialis dan diskriminasi, padahal sebenarnya tidak seperti itu.
Sehingga pembatasan WNA di Papua tentu bukan tanpa alasan, karena situasi dan kondisi di Papua, tentu Pemerintah memiliki peran dalam menjaga stabilitas keamanan pasca kerusuhan yang terjadi di Papua, sehingga pembatasan WNA tersebut merupakan langkah konkrit Pemerintah untuk meredam misinformasi maupun disinformasi bagi dunia internasional.
Prinsipnya Pemerintah telah berusaha menangkal hal – hal yang dikhawatirkan akan semakin memperburuk situasi yang ada di Bumi Cenderawasih. Walaupun demikian, akses WNA ke Papua khususnya para turis asing tentu akan dibuka kembali jika situasi disana sudah aman dan kondusif.
Seperti pepatah klasik, mencegah lebih baik daripada mengobati, kalimat tersebut menggambarkan upaya Pemerintah terhadap pembatasan akses WNA ke Papua yang masih dalam tahap pemulihan secara sosial.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta