Demi Stabilkan Harga Minyak Goreng, Pemerintah Potong Keuntungan Ekspor
Oleh : Ahmad Dzul Ilmi Muis )*
Pemerintah terus berinovasi dalam menstabilkan harga maupun pasokan minyak goreng di Pasaran. Salah satu langkah yang dilakukan adalah memotong keuntungan ekspor Minyak Goreng.
Untuk bisa membuat harga minyak goreng di pasaran kembali menjadi stabil, Pemerintah kini mengambil sebuah kebijakan untuk memotong keuntungan dari ekspor. Namun demikian, saat ini harga minyak goreng sendiri tidak langsung serta-merta menurun, melainkan masih membutuhkan waktu. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Budi Gunawan selaku Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin).
Tentu pernyataan optimis yang diberikan oleh Kabin bukanlah tanpa alasan, pasalnya memang belakangan Pemerintah berusaha untuk mengatasi kelangkaan stok minyak goreng supaya stok di pasar kembali melimpah sehingga perlahan harganya bisa mulai stabil. Memang untuk saat ini masih terjadi yang namanya turbulensi di pasar, namun nanti keseimbangan harga akan menemui titiknya sendiri ketika jumlah antara pasokan dan permintaan menjadi stabil.
Upaya itu tentunya digencarkan oleh Pemerintah sesaat setelah terjadinya kelangkaan minyak goreng yang sangat berdampak bagi masyarakat hingga warga rela mengantre hanya demi bisa membeli minyak goreng. Dikabarkan untuk saat ini stok minyak goreng kemasan di pasaran sudah mulai melimpah meski dengan harga yang memiliki selisih antara Rp 6 ribu hingga Rp 12 ribu lebih tinggi dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya telah dicabut, yakni Rp 14 ribu.
Kepala BIN kembali menegaskan bahwa meroketnya harga minyak goreng yang saat ini tengah terjadi tidak bisa serta-merta dianggap bahwa hal itu dikarenakan kebijakan Pemerintah untuk mencabut HET. Pasalnya ternyata memang kenaikan harga sudah terjadi jauh sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, yang mana juga akibat dari kondisi umum industri minyak nabati dunia.
Beberapa permasalahan yang turut serta mempengaruhi stok dalam industri minyak nabati dunia tersebut antara lain, adanya pandemi Covid-19 yang memang sudah 3 tahun belakangan menyerang dunia. Kemudian alasan kedua adalah adanya perubahan cuaca yang tentunya juga berdampak pada produksi, serta alasan selanjutnya adalah karena konflik Rusia-Ukraina. Namun di sisi lain dengan adanya produksi yang menurun justru terdapat permintaan yang naik untuk kebutuhan biodiesel.
Mengetahui adanya permasalahan tersebut, Pemerintah langsung mencoba untuk mengambil langkah tegas dengan mekanisme HET yang diberlakukan melalui Permendag No 06/2022 pada bulan Januari. Akan tetapi kebijakan itu disalahpahami oleh sejumlah produsen yang kemudian justru memilih untuk menahan produksi mereka atau malah menjualnya ke luar negeri. Sehingga itulah yang sebenarnya menyebabkan stok minyak goreng menjadi semakin langka di Indonesia.
Lantaran Pemerintah tidak menginginkan terjadi kelangkaan stok minyak goreng terus-menerus, maka dari itu kebijakan langsung diubah dengan mencabut HET minyak kemasan namun di sisi lain tetap memantau HET dari minyak curah supaya terjangkau bagi masyarakat bawah. Bahkan tidak hanya dengan mencabut HET saja, namun Pemerintah juga membuat kebijakan untuk menaikkan pungutan ekspor kelapa sawit mentah dan produk turunannya.
Ke depannya dengan ada dua kebijakan sekaligus tersebut mengenai minyak goreng, maka dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit akan bisa bertambah untuk mampu memberikan subsidi minyak goreng curah. Selain itu juga akan membuat para produsen kembali memilih menjual produksinya di dalam negeri daripada harus ke luar negeri. Tentunya secara perlahan keseimbangan harga juga akan dicapai nantinya.
Terlihat bahwa Pemerintah akan terus mengedepankan asas keadilan lantaran minyak curah akan terus diupayakan untuk diberikan subsidi supaya tidak memberatkan masyarakat kelas bawah. Hal yang patut diupayakan selanjutnya menurut Budi Gunawan adalah hendaknya terdapat pengawasan serta penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar apabila memang dengan sengaja membuat supaya harga minyak goreng kembali naik dan tidak mematuhi kebijakan Pemerintah.
Pendekatan terbaik yang bisa kita semua upayakan untuk menghadapi permasalahan minyak goreng beserta komoditas lain yang memang sangat fluktuatif mengenai ketersediaan dan harganya, terutama juga sangat mampu untuk dipengaruhi oleh faktor eksternal adalah menggunakan pendekatan ‘The Whole of Society’. Karena seluruh elemen bangsa hendaknya harus bersatu, bermitra dan juga berpartisipasi untuk menyelesaikan permasalahan bersama ini.
)* Penulis adalah alumni Unair