Demo BEM SI Mengganggu Kondusivitas Ramadhan
Oleh : Muhammad Zaki )*
Badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia (BEM SI) akan berdemo tanggal 11 April 2022. Masyarakat tidak setuju akan unjuk rasa ini karena dapat mengganggu kondusivitas bulan suci Ramadhan.
Indonesia adalah negara demokrasi dan kita berjuang agar keadilan dan demokrasi ditegakkan di negeri ini. Setelah era reformasi maka relatif lebih bebas, dalam artian masyarakat boleh bersuara melalui unjuk rasa. Tidak seperti di era orde baru yang penuh dengan aturan sehingga rencana demo sedikit saja sudah dibayang-bayangi oleh keangkeran petrus.
Demo memang diperbolehkan sebagai bentuk dari penegakan demokrasi. Namun tentu harus sesuai dengan etika dan memiliki izin dari kepolisian. Ketika Badan Eksekutif Mahasiswa seluruh Indonesia akan berdemo tanggal 11 April nanti maka akan banyak mendapat pertentangan masyarakat. Pertama, masih masa pandemi sehingga unjuk rasa akan memicu kerusuhan. Kedua, masih bulan Ramadhan sehingga demo akan mengganggu kekhusyukan beribadah.
Bayangkan jika para pendemo benar-benar menyemut di seputar Istana Negara. Mereka akan melakukan long march dan membawa spanduk serta melayangkan protes akan beberapa kebijakan pemerintah. Juga melarang adanya penundaan pemilu. Padahal tidak ada rencana sama sekali dari Presiden Jokowi untuk melakukannya.
Demo di bulan Ramadhan akan merusak kesucian bulan puasa. Bagi umat muslim, kedatangan bulan ini hanya sekali dalam setahun. Janganlah malah dikotori oleh unjuk rasa yang dimaksudkan sebagai media penyampaian protes, karena biasanya penuh dengan amarah dan berpotensi terjadi anarki. Berpuasa seharusnya juga menahan dari segala emosi negatif jadi batalkan saja rencana demo tersebut.
Lagipula apa pendemo tidak takut puasanya batal? Ketika berunjuk rasa dan ia marah maka pahalanya akan berkurang. Lantas saat demo siang bolong dan kepanasan lalu tergiur akan kesegaran sebotol air mineral. Sungguh berdosa karena sengaja membatalkan puasa hanya karena terbawa nafsu dan amarah saat berunjuk rasa.
Bulan Ramadhan jangan malah dirusak oleh demo karena akan membuat orang lain juga terpancing emosinya. Saat unjuk rasa maka selalu ada kemacetan di jalanan dan banyak yang merugi karena jadi berlama-lama dalam perjalanan. Mereka jadi marah akan demo itu dan para pengunjuk rasa juga jadi pemicu dari emosi massal. Suasana Ramadhan yang seharusnya adem malah jadi panas gara-gara demo.
Lagipula para pendemo harus mengingat bahwa saat ini masih pandemi sehingga kerumunan saat demo juga dilarang. Jangan malah emosi kepada pihak kepolisian karena tidak memberikan izin unjuk rasa. Sejak awal pandemi, kepolisian sudah menegaskan bahwa tidak akan memberi izin berdemo yang dilakukan oleh siapapun karena masih riskan penularan Corona.
Tidak diberinya izin bukan berarti pemerintah takut akan pendemo, tetapi untuk mencegah terbentuknya klaster Corona baru. Pelarangan ini bukannya memberangus demokrasi tetapi jadi cara untuk menyelamatkan mereka dari keganasan virus Covid-19.
Padahal para pendemo sudah tahu hasil dari ujuk rasanya seperti apa, karena Presiden Jokowi selalu menegaskan akan taat konstitusi dan tidak mau ada penundaan Pemilu, sehingga demo akan sia-sia. Mereka sudah terlanjur panas-panas dan protes tetapi diusir dan dipulangkan.
Demo yang akan dilakukan oleh badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia jelas dilarang keras karena masih masa pandemi, dan setiap kerumunan pasti akan dibubarkan. Selain itu, unjuk rasa akan mengotori kesucian bulan Ramadhan karena berpotensi memicu kerusuhan dan berlangsung dengan penuh emosi. Jangan berangkat demo karena pasti akan dihalau oleh petugas karena tidak berizin.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini