Demo Buruh Rawan Ditunggangi Provokator
Oleh : Savira Ayu )*
Kelompok buruh berencana untuk kembali melakukan aksi demo pada 15 Juni 2012. Berkaca pada aksi sebelumnya, rencana demonstrasi sebaiknya dibatalkan saja karena rawan ditunggangi provokator.
Elemen buruh akan kembali menggelar aksi demo yang digelar di kota-kota Industri seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Kemudian Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Batam, Semarang, Surabaya, Ternate dan Ambon.
Khusus di Jakarta, Said Iqbal mengatakan bahwa aksi demo akan dipusatkan di depan gedung DPR mulai pukul 10.00 WIB. Diperkirakan akan ada 10.000 buruh yang mengikuti demo di Senayan
Aksi ini rupanya dikomandoi oleh Partai Buruh yang belum lama terbentuk, hal ini tentu saja menjadi bias, apakah benar partai ini mengangkat aspirasi seluruh buruh, atau ada kepentingan politis di baliknya.
Justru aksi demo ini rentan akan provokasi yang kerap terjadi, misalnya dengan adanya pemaksaan terhadap para buruh yang sedang bekerja, tentu saja tindakan tersebut tidak etis. Alih-alih mengambil simpati rakyat, justru jika aksi demonstrasi yang terlalu sering dilakukan hanya akan membuat masyarakat kecewa karena mengganggu aktifitas. Sangat dimungkinkan Partai Buruh memanfaatkan aksi demonstrasi ini untuk mencari pangsa pasar pendukung dalam pesta demokrasi.
Meski demikian, menyampaikan aspirasi memang hak masyarakat yang diatur dalam konstitusi. Akan tetapi, aksi demonstrasi yang berpotensi menimbulkan kerusuhan tentu saja patut dipikir ulang karena semua bisa dibicarakan. Tidak perlu demo turun ke jalan hingga terjadi pemaksaan terhadap buruh yang tengah bekerja, sebab aksi ini lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya.
Belum lagi penutupan jalan yang merugikan berbagai kendaraan pengangkut logistik atau kendaraan niaga lainnya. Jika hal tersebut terus berlanjut, bukan tidak mungkin perusahaan akan menanggung kerugian yang lebih besar.Selain itu, aksi demo yang terkadang diiringi dengan sweeping buruh yang kerap terjadi, akan berisiko terhadap menurunnya kinerja industri, khususnya industri manufaktor padat karya.
Tentu saja jika demo tetap terjadi, pemerintah harus bisa memberikan tindakan yang tegas terutama kepada para buruh yang bertindak anarkis, seperti aksi sweeping, intimidasi serta pemaksaan terhadap tenaga kerja.
Aksi demonstrasi yang berujung pada blokade jalan tentunya juga sangatlah merisaukan, aksi tersebut akan berdampak pada terhambatnya arus barang, di mana hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan para investor terhadap Indonesia. Jika aksi demo ini disusupi kepentingan politis, bukan tidak mungkin provokator akan muncul di tengah-tengah aksi demonstrasi.
Aksi provokator tentu saja akan memancing amarah pendemo untuk melakukan pengrusakan fasilitas-fasilitas umum. Jika suasana sudah chaos, para provokator akan memanfaatkan emosi para pendemo untuk melakukan aksi yang lebih beringas. Provokator memiliki niat untuk sengaja bermain di air kotor untuk menghasut pendemo yang terbakar emosi. Meski jumlahnya tidak banyak, provokator ini mampu memicu peserta demo untuk membakar ban, memblokade jalan hingga melakukan pengrusakan fasilitas umum.
Tentu saja jangan sampai peristiwa di tahun 1998 terulang kembali, di mana saat itu sebagian massa yang menuntut pemakzulan Soeharto memanfaatkan situasi chaos untuk melakukan penjarahan.
Penting kiranya Buruh dalam hal ini Partai Buruh untuk menyampaikan aspirasi secara elegan, jangan sampai kepentingan politis Partai Buruh justru memanfaatkan keberadaan buruh untuk menggalang dukungan. Penyampaian aspirasi tentu saja bisa dengan cara yang lebih “halus”, bukan dengan pengerahan massa yang masih ingin bekerja di tempat kerjanya.
Alih-alih menjadi sambungan lidah masyarakat, justru demonstrasi besar-besaran akan berdampak pada timbulnya masalah baru seperti kemacetan yang justru menghambat aktivitas masyarakat. Ketika demonstrasi memanas, bukan tidak mungkin emosi menjadi lepas kontrol hingga berujung pada gesekan fisik. Kalau sudah seperti ini masalah baru pun muncul, selain membahayakan diri, beberapa kantor akan terpaksa meliburkan karyawan dengan alasan keamanan.
Jika ini terjadi, sektor perekonomian bisa menjadi terhambat, sehingga pelaksanaan demo Buruh sepertinya sudah saatnya untuk tidak perlu dilaksanakan, karena perjuangan tidak melulu dengan aksi turun ke jalan.
Para Buruh tak terkecuali partai Buruh tentu saja perlu memikirkan cara yang tepat untuk menyampaikan aspirasinya selain berdemo, jangan sampai partai buruh mendapatkan stigma sebagai partai tukang demo yang melegalkan aksi sweeping. Maka atas alasan tersebut, demonstrasi buruh sebaiknya dibatalkan agar ketertiban masyarakat dapat tetap terjamin.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute