Demo UU Cipta Kerja di Masa Pandemi Bahayakan Masyarakat
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Bahaya corona masih mengintai dan masyarakat diminta untuk makin waspada. Sayangnya ada kalangan yang malah nekat berunjuk rasa, dengan alasan memprotes UU Cipta Kerja. padahal Presiden Jokowi sudah menyarankan mereka untuk menggugat lewat MK, alih-alih berdemo. Sayangi diri sendiri daripada berunjuk rasa lalu kena corona.
Unjuk rasa untuk menentang UU Cipta Kerja yang dilakukan buruh dan warga sipil benar-benar mengkhawatirkan. Mereka melakukannya tak sekali dua kali, namun hingga berjilid-jilid. Yang ditakutkan dari demo adalah keselamatan buruh sendiri, karena saat berunjuk rasa rawan tertular corona dari orang tanpa gejala.
Setelah demo, diadakan tes rapid pada para buruh di Tangerang. Dari 9 orang yang wajib tes, hasilnya 13 orang positif corona. Hal ini membuktikan kekhawatiran para tenaga medis dan ahli epidemiologi tentang terbentuknya klaster corona baru. Karena mereka yang hasilnya reaktif benar-benar tertular saat sedang asyik berdemo.
Di Jakarta, para pendemo yang terdiri dari remaja anarko juga ditangkap dan diwajibkan ikut tes rapid. Hasilnya 12 orang dari mereka menunjukkan hasil reaktif. Mereka diamankan di Polda Metro Jaya dan wajib dites swab agar hasilnya lebih akurat. Tak bisa mengelak dari kejaran aparat, namun malah menunggu giliran tes dan takut hasilnya positif.
Sayang sekali mereka jadi korban keganasan corona hanya karena nekat berdemo. Padahal sejak awal kegiatan itu dilarang keras oleh aparat dan massa berusaha dihalau. Namun mereka malah emosi saat akan dibubarkan, bahkan berani membakar kantor polisi. Saat kena virus covid-19, mereka baru kena batunya. Sudah lelah berdemo malah terancam kehilangan nyawa.
Itu baru sebagan kecil massa yang tertangkap dan dites. Bayangkan jika ada pendemo lain yang lolos dari kejaran aparat dan lari ke rumah. Jika ternyata positif corona, maka berpotensi menularkan kepada orang tua, adik, dan tetangganya. Korban lain adalah orang yang ditemui di jalan, seperti penjual makanan dan minuman atau sopir angkot.
Kalau sudah ada klaster demo, bagaimana bisa status pandemi lekas berakhir? Masyarakatnya tidak mau tertib, namun saat kena corona malah menyalahkan pemerintah dan tidak percaya jika terjangkiti virus covid-19. Padahal itu adalah kesalahan mereka sendiri, karena sudah dilarang tapi ngotot.
Jika ditilik ke belakang, para pendemo tertular corona saat bergerombol dan melihat orasi. Jika orang yang berpidato melepas masker, maka droplet melayang di udara. Ketika ia berstatus OTG maka akan menularkan virus covid-19 ke banyak orang. Sayang sekali, kemampuannya untuk berorasi malah membawa petaka bagi ribuan pendemo.
Pendemo juga tertular corona saat jam break makan siang. Tidak mungkin mengunyah nasi tanpa membuka masker. Mereka jadi ceroboh, melepas perlindungan dari masker lalu makan bersama. Ketika ada OTG di sebelahnya, maka berpotensi menularkan corona. Apalagi ketika dalam 1 kelompok saling berbagi air mineral, hasilnya bisa ambyar.
Hentikan segera rencana demo susulan karena sudah banyak mantan pengunjuk rasa yang jadi korban. Jangan malah menyepelekan dan terancam kematian, tapi ngotot berdemo karena ingin menyampaikan aspirasi. Bagaikan menyetor nyawa ke malaikat izroil.
Gunakan akal sehat sebelum nekat berdemo. Jangan sampai keinginan unjuk rasa muncul karena ingin terlihat kekinian. Atau malah berdemo karena ikut-ikutan dengan alasan solidaritas, tapi tidak tahu apa sebenarnya UU Cipta Kerja yang dipermasalahkan. Apa mau hanya membebek tapi malah kena corona?
Jangan lagi ada demo susulan karena membahayakan diri sendiri dan keluarga. Daripada lelah berunjuk rasa, lebih baik menuruti Presiden Jokowi untuk menuntut UU Cipta Kerja melalui MK. Karena saat demo resiko untuk kena corona sangatlah tinggi. Sayangi nyawa Anda dan jangan sampai kena corona.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)