Demo UU Cipta Kerja Rawan Ditunggangi Pihak Asing
Oleh : Savira Ayu )*
Seluruh pihak hendaknya terus mewaspadai adanya aksi demonstrasi terkait UU Cipta Kerja yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 5 Juni 2023. Justru hendaknya aksi tersebut tidak perlu dilakukan karena akan sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusuhan dan juga justru selama ini masih sangat banyak isu hoaks yang sudah terlanjur menyebar dan dipercaya oleh publik sehingga memunculkan mispersepsi. Terlebih, ketika aksi demonstrasi tetap dilakukan, justru itu juga sangat rawan untuk ditunggangi pihak tertentu.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), telah secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang (UU). Diketahui bahwa penetapan tersebut dilakukan dalam pelaksanaan Rapat Paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 lalu.
Kemudian, terkait dengan adanya pengesahan seperangkat aturan tersebut, Anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR, Rahmad Handoyo terus berusaha untuk menghormati segala tuntutan yang disampaikan oleh para buruh pada beberapa momen. Pasalnya memang Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang sangat menerapkan asas demokrasi, sehingga penyampaian aspirasi dan juga keluh kesah masyarakat kepada pemerintah menjadi hal yang sangat lumrah dan bahkan difasilitasi oleh negara.
Sebagai sebuah pemenuhan akan ha demokrasi rakyat, tentu menjadi sangat boleh masyarakat menyampaikan aspirasi mereka mengenai aturan yang sudah disahkan oleh Pemerintah RI. Meski begitu, hendaknya berbagai aksi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, khususnya para buruh ketika menolak UU Cipta Kerja hendaknya bisa berjalan dengan cara yang tertib.
Namun, terdapat beberapa hal yang patut untuk terus disadari secara bersama-sama, yakni bukan tidak mungkin adanya aksi demonstrasi yang hendak dilakukan tersebut justru akan ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu secara politis atau dengan tujuan apapun yang terselubung, yang mungkin belum disadari oleh para demonstran sendiri.
Terlebih, menjelang pelaksanaan pesta demokrasi dan kontestasi politik, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang, yang mana semua hal bisa saja berpotensi untuk ditunggangi oleh kelompok tertentu sehingga justru hendaknya jangan sampai ada pihak yang mengotorinya. Sehingga penting pula bagi masyarakat dan para buruh untuk sadar serta terus meningkatkan kewaspadaan diri mereka masing-masing.
Di sisi lain, dengan adanya peresmian UU Cipta Kerja oleh Pemerintah RI dan DPR RI sendiri, kemudian memang tidak bisa dipungkiri bahwa banyak kabar bohong atau hoaks yang bermunculan terkait dengan aturan tersebut. Bahkan, tidak sedikit diantara masyarakat yang kemudian justru lebih mempercayai informasi yang menyesatkan itu.
Salah satu kabar yang sangat menyesatkan atau hoaks yang banyak tersebar di masyarakat terkait dengan UU Cipta Kerja sendiri adalah soal dihilangkannya cuti dan tidak ada lagi pesangon kepada para karyawan apabila terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Padahal, jelas sekali isu tersebut merupakan sebuah kabar bohong belaka, yang mana pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sendiri sudah meluruskan sejumlah hoaks yang beredar di masyarakat terkait disahkannya UU Cipta Kerja. Informasi yang benar memang harus terus bisa tersampaikan kepada masyarakat secara luas.
Bahkan, justru uang pesangon jika menilik aturan dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan tersebut, tetaplah ada dan sama sekali tidak dihilangkan apabila terjadi PHK kepada karyawan. Justru pada aturan tersebut terdapat kewajiban kepada pihak perusahaan atau pengusaha untuk membayarkan uang pesangon atau uang sebagai penghargaan masa kerja dan juga uang penggantian hak yang besarannya sesuai dengan alasan mengapa seorang karyawan tersebut terkena pemutusan hubungan kerja.
Selanjutnya, ada lagi hoaks yang tersebar di masyarakat, yakni seolah menuding bahwa UU Cipta Kerja menghapuskan Upah Minimum (UM). Padahal sebenarnya peraturan mengenai UM tetaplah ada, dan justru telah termaktub bahwa Gubernur wajib untuk menetapkan upah minimum Provinsi dan juga dapat pula menetapkan UM Kabupaten atau Kota.
Isu hoaks selanjutnya adalah adanya pemberitaan yang menyatakan bahwa seolah kini upah butuh dihitung secara per jam. Padahal, sama sekali tidak ada perubahan soal sistem pengupahan tersebut.
Untuk pemberitaan menyesatkan terkait dengan semua hak cuti yang seolah-olah dihilangkan dan juga tidak adanya kompensasi, isu tersebut juga merupakan hoaks, karena hak cuti sesungguhnya tetap ada. Bahkan pihak perusahaan diwajibkan untuk memberikan cuti, yang mana mengenai cuti tahunan sendiri paling sedikit adalah sepanjang 12 hari kerja, yang mana perusahaan dapat memberikan istirahat yang panjang dan para pekerja tetap mendapatkan upah mereka.
Tentu hendaknya aksi demonstrasi dalam rangka menolak UU Cipta Kerja yang rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 2023 mendatang tidak perlu dilakukan, karena justru akan sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusuhan dan juga mengancam kestabilan negara dan keamanan negara. Selain itu, ternyata semua pihak hendaknya terus meningkatkan kewaspadaan mereka karena selama ini justru penyebaran hoaks mengenai beberapa poin dalam aturan tersebut masih banyak dipercaya publik, terlebih pula dengan adanya aksi demonstrasi itu sangat bisa untuk ditunggangi oleh pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Jendela Baca